de·bar·ka·si /débarkasi/
n penurunan penumpang (muatan) dari kapal
Ponselnya tak berhenti berbunyi kala notifikasi pesan dari si pengirim tak kunjung diam, kali ini sudah lebih dari delapan kali. Siapa lagi kalau bukan Gilang? Tentu Ann menghiraukan pesannya tanpa berniat membacanya. Berisik.Yang dipikirkan hanya tentang bagaimana ia harus memberi tahu Ibu dan ayahnya? Kemarin, ia memang melarang keras Gilang untuk memberi tahu kedua orang tuanya, lalu berjanji akan memberi tahu hari ini. Nyalinya terlalu cilik, ia akan berbicara ketika hasilnya memang sudah benar-benar jelas.
"Ibuuu,"
"Iya, Nak. Kenapa?"
"Aku datang bulan, stok pembalutnya habis. Punya Ibu ada?"
"Ibu kan biasanya minta punyamu. Beli dulu aja."
"Tapi ini udah itu ih si Nopal ke mana? Kusuruh dia beli aja."
"Masih tidur, beli bentar aja ke minimarket. Warung sebelah biasanya jam segini belum buka."
"Tau ih yang punya warung jualannya kalau lagi mood doang kali. Ya udah aku keluar bentar, pinjem motor Ayah ntar bilangin ke Ayah."
"Iyaa, hati-hati."
"Ibu ntar ingetin aku mau cerita soal Riqa. Harus ingetin!"
Tanpa mendengar jawaban dari sang Ibu, Ann langsung bergegas menuju ke hatimu. Idih si najis.
Sesampainya di minimarket, Ann mengambil pembalut dengan tulisan wings di kemasannya. Perutnya tak bisa berkompromi, rasanya seperti air sungai yang arusnya tenang tapi bikin orang tenggelam. Alias saya enggak tahu ngetik apa.
Tubuh Ann panas dingin seperti es teh panas. Terlihat dari spion, wajahnya mendadak pucat.
"Bisa atau enggak, Mbak? Tak bantu kalau enggak bisa."
Kalau aku jawab bisa, aslinya susah dan kelamaan karena kepalang sakit. Kalau dijawab enggak bisa nanti ada stranger yang videoin terus diposting pakai caption "cewek manja, si paling nggak bisa parkir,"
Terus ada yang komentar, sorry, oot, apa dayaku yang cuma boncengin kamu pakai motor beat terus cuma bisa ngajak makan di angkringan. Terus ada lagi yang balas komentarnya, iya deh kamu doang 🙏🏻
"Boleh, Mas. Lagian bisa ramai banget, pagi gini pada antre dana bansos apa gimana di minimarket? Mana lahan parkir kecil gini. Yang bawa mobil gimana? Masa parkir di rumah orang terus menghalangi jalan? Bukan Indonesia banget. Tapi enggak apa selagi enggak ada tukang parkir tiba-tiba nongol."
"Udah ngomongnya?"
"Saya mah ngomong sama kendaraan sebelah ini yang tangki motornya di depan."
[mnggeser motor dg dua jari]
[brtnya dlm hati] mw kubonceng pke mtorku sj mb?
"Terima kasih banyak, Mas. Btw wajahnya kayak mantanku."
Si lawan bicara hanya tersenyum kecil. Kok bisa tahu? Terlihat dari mata, walaupun memakai masker susah membedakan senyum palsu ataupun senyum bohongan.
"Bercanda, maksudku baiknya kayak Mas mantan hehe."
[Mmbuka msker agr mb nya bsa tau klo bliau lbih ckep dri mntanx]
KAMU SEDANG MEMBACA
KELAKAR
RandomRiuh tawa rengkuh sunyi, demi tutupi luka abadi. Dungu senyumnya setia terpatri pada parasnya meski lebam warnai luka. Jatuh luruh entah ke berapa. Dipermainkan lagi oleh semesta. Menulis sudah seperti obat untuknya. Inginnya teramat sederhana, hin...