Absensi

78 33 3
                                    


ab.sen.si /absènsi/

n ketidakhadiran

Dikelilingi oleh orang-orang tersayang membuat acara semakin meriah. Perihal kue atau hadiah, tak menjadi persoalan yang besar bagi seorang Ariqa selama persona-persona berharga di hidupnya turut meramaikan. ️️Satu angka telah ditambahkan pada usianya di tahun ini. Puji Tuhan, Yang Maha Kuasa masih memberinya kesempatan untuk setidaknya masih bernapas dengan normal di bumi ini.

️️Berbagai ucapan dan bingkisan diterimanya di hari lahirnya. Gelak tawa pun bergema ke seluruh penjuru aula hotel yang disewa beberapa temennya termasuk Riyan dan Awan, khusus untuk merayakan ulang tahun sosok Ariqa Fatina.
️️
"Riqa."

Ariqa menoleh tatkala rungu menangkap suara yang memanggilnya. Walaupun pandangan telah berpendar ke seluruh arah, ia tak menemukan siapa sosok si pemilik suara.

"Ariqa."

Lagi. Suara itu terdengar. Mengikuti insting, ia pun berpamitan pada tamu yang hadir dengan dalih hendak melakukan sesuatu yang di mana sesuatu tersebut adalah menemukan si sumber suara. ️️Suara itu terus memanggilnya. Dan tungkainya pun dengan setia merajut langkah, ikuti kemana insting menuntunnya.

"Mama?"

️️Sepasang netra kelamnya membola tatkala menemukan sosok Sofia kini tengah berdiri di hadapan lengkap dengan senyum teduh miliknya.

"Mama ... kenapa Mama di luar? Ayo masuk, Ma. Ariqa ulang tahun hari ini," dengan perasaan yang campur aduk itu, Riqa berusaha meraih kuasa Sofia, sang Mama. Namun hanya penolakan yang diterima. Sofia mundur satu langkah setiap kali Riqa maju untuk menghampirinya.

"Syukurlah, anak mama memang tumbuh dengan baik," tukas Sofia, senyum masih setia terukir pada paras jelitanya.

"Maa, Riqa belum potong kue. Ayo masuk, biar potongan pertama untuk Mama"

️️Sofia membisu seraya terus menjauh dari Riqa, ia mencoba terus berusaha menggenggam Sofia meskipun hasilnya nihil. Tanpa disadari, kristal bening telah jatuh tanpa diperintah oleh empunya.

"Mama ... jangan pergi!"
️️️️
️️Ia terlonjak. Detak jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya. Yang pertama kali dilihatnya ketika membuka mata adalah penampakan kamarnya yang masih sama. ️️Wajahnya diusap dengan kasar sembari berusaha menenangkan jantungnya dari mimpi buruk yang baru saja ia alami.

Riqa merasa sangat putus asa akan hadirnya sang Mama di hari istimewanya yang bahkan masih bulan depan, sampai-sampai puan tersebut mimpi buruk. ️️Gambaran ulang tahun pun kini telah terlupakan oleh Ariqa dengan bayang-bayang Sofia yang membekas sebagai gantinya. Kedatangannya seolah memberi kode agar dirinya datang mengunjunginya.

Ada mesin waktu yang diberikan cuma-cuma oleh takdir tepat di hadapan. Seolah brengseknya belum dapat dicukupkan. Menjalar kembali keseluruhan luka yang berujung kematian. Ini adalah mimpi buruk yang tiada pernah diharapkan.

Bahwasanya, Papa ada di sana.

Awan berarak, lara menyeruak. Riuh nan gaduh yang berteriak. Simfoni busuk terisak. Lagi dan lagi, tidak bisa beranjak. Batu nisan menjadi saksi kalau ada air mata yang turun lagi, bunga kuburan menjadi teman ketika aku tak lagi mau bertemu dengan pagi.

Jakarta, 14 Februari 2021. Makam Mama, dengan satu partikel tambahan persona yang tiada pernah unjuk diri, kini muncul di hadapan. Ya, Mama meninggal 2 hari yang lalu. Bukan karena serangan jantung atau koronavirus. Aku sendiri enggak tahu penyebab pastinya. Jangan tanya sesedih apa aku.

KELAKARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang