Sebuah catatan kecil dari pelarian singkat. Bulir-bulir melankolia yang tersekat meski sudah tidak lagi terikat. Dan bunga yang mengering di dalam lemari, ketika si pengirim dan si penerima bersua.
Ini tentang aku. Sebelum kau pergi dan sesudah kau kembali. Apa kau pernah tahu? Bahwa perjalanan mengubah seseorang seperti benih bunga dandelion yang ditiup udara?
Sudah berapa lama aku tidak menulis surat untukmu? Sudah lama pula aku tidak lagi merangkai kata seperti yang kamu sukai dulu. Karena aku rasa tidak ada hal menarik yang pantas kuceritakan lewat kertas.
Aku selalu ingat surat pertama yang kamu berikan untukku. Walaupun aku tidak suka untuk mengingat apa yang akan aku sesali nanti. Salahkan kondektur dan riuh di dalam kereta yang akhirnya membangunkanku. Aku jadi menulis kembali. Untukmu.
Aku pernah membeli buku, lalu minta tanda tangan penulisnya. Beliau sempat bertanya, hobiku apa? Lalu kujawab, kalau aku suka menulis.
Tiba-tiba si penulisnya bikin catatan kecil, isinya begini, "menulis karena cinta, ya? Semangat!"
Dan momen yang terangkai dalam benakku memaksa ingin bergerak. Usia seolah melingkari pundak lalu menggelitik segala detik napas yang terabadikan.
Sejak awal aku mengenalmu, ada sepetak senja yang mengundang jingga jadi menyala. Namun ketika gelap, gulita tanpa pelita selalu menyapa. Menggugurkan cita pada jalan lurus yang aku damba.
Mengapa saat itu aku berkata bahwa kamu adalah malaikat yang jahat? Karena ada kalanya yang memeluk paling erat adalah yang menancapkan pisau paling dalam.
Aku pergi bukan untuk kembali. Aku pergi untuk menemukan diriku, lalu pergi lebih jauh lagi. Aku berlari ketika harus berjalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KELAKAR
RandomRiuh tawa rengkuh sunyi, demi tutupi luka abadi. Dungu senyumnya setia terpatri pada parasnya meski lebam warnai luka. Jatuh luruh entah ke berapa. Dipermainkan lagi oleh semesta. Menulis sudah seperti obat untuknya. Inginnya teramat sederhana, hin...