va.li.da.si
n pengujian kebenaran atas sesuatu
Tiada yang lebih membahagiakan Awan dari melangkah keluar kediaman kampus yang kerap terasa bagai neraka duniawi. Malam ini, ia mengajak Ann menonton film yang kala itu sempat tertunda.
Ia membungkus tubuh dengan jaket hitam dengan celana jeansnya, membuatnya sedikit hangat. Hujan deras yang menjatuhkan diri untuk bersua dengan tanah mendinginkan kota yang panasnya tidak terbandingi kala siang hari. Pikiran semrawut yang menghampiri, mulai menyingkir sebab ia akan merasa tenang dengan gadis yang saat ini di belakangnya. Agenda mereka malam itu hanya satu, menonton film untuk sekedar bersua atau mungkin menghibur hati?
Di sepanjang perjalanan, tak ada obrolan. Tidak memakan waktu lama, keduanya sampai di Mall. Sesampainya di bioskop, Awan memesan tiket sekaligus membeli minuman tak lupa pop corn yang kini sudah di berada di tangannya. Sedangkan Ann hanya duduk terdiam, entah kenapa dengan lelaki satu itu susah sekali menolak sekedar ajakan menonton film.
Habibie & Ainun 3.
Tak lain tak bukan adalah salah satu tajuk film yang kini tengah disaksikan oleh keduanya. Memang sedikit telat menonton, tapi tak mengapa bagi Awan jika ada Ann duduk di sampingnya. Ann sendiri fokus menonton sembari memakan pop corn, seolah tak ingin satu skenario pun terlewat.Awan justru merenung, ada apa dengan wanita di sampingnya? Sedari tadi diam, padahal biasanya banyak mengoceh. Sepasang dwinetra miliknya tiada henti menatap adegan yang nampak pada layar, namun pikirannya entah ke mana.
Mata Ann masih menuju pada sosok Soelarto teman Ainun sewaktu kuliah yang diperankan oleh Kevin Ardilova, aktor kesukaannya. Ya, film romansa yang menceritakan kehidupan kuliah Almarhum Habibie dan Almarhumah Ibu Ainun tak jarang membuat para penyaksinya terbawa perasaan, bahkan di film yang sebelumnya saja pasti beberapa di antaranya sampai berhasil menitikkan air mata.
"Ann, ini garis besar filmnya tuh kayak gimana coba?" Awan membuka suaranya lirih, ajukan tanya perihal kilas kisah kasih yang diceritakan dalam tiap skenarionya.
Ann yang semula melekat pada layar beralih pada sosok lelaki di sampingnya. Seakan tengah mengulik memori yang telah berabad-abad ia simpan, Ann memilih bergeming sejenak.
"Apa, ya?" Bukannya menjawab, malah tanya yang Ann berikan. Mengusap tengkuk karena merasa kikuk, ia pun menunduk sejenak.
"Ohh," menyeletuk pelan, Awan melempar pandang pada Ann.
"Dari review yang aku baca, ini ceritanya sedih. Tentang dua sejoli yang enggak bisa bersama karena visi-misi yang berbeda," jawabnya sambil meneguk minuman cokelat dingin.
"Karena si Ahmad mau mengajak Ainun pergi dari Indonesia, sedangkan Ainun ingin menetap di Indonesia. Berjuang di negaranya sendiri," lanjutnya.
Kembali ia tergeming, teringat akan suatu hal yang sejatinya sedang ingin ia buang ke dalam suatu kotak di tempat terpencil yang singgah di benak. Senyum pahit terpatri pada roman ayunya.
"Ooh gitu, ya? Nggak baca review filmnya dulu aku."
"Ya gitu, sih. Makanya nonton filmnya, bukan nonton mbak-mbak yang duduk di depan."
"Ngapain, mending mandangin kamu, lah." Kabur, guys!! Ada buaya darat.
Dengan sepasang matanya yang tak juga luput dari layar, Ann memasang kedua telinganya untuk mendengarkan tutur yang diucap Awan. Ann hanya bergumam bersama rasa pilu yang tiba-tiba dalam benak bersemayam. Perihal dua sejoli yang tak ditakdirkan bersama, katanya. Sebab tujuan yang tak sama buat mereka tersekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
KELAKAR
RandomRiuh tawa rengkuh sunyi, demi tutupi luka abadi. Dungu senyumnya setia terpatri pada parasnya meski lebam warnai luka. Jatuh luruh entah ke berapa. Dipermainkan lagi oleh semesta. Menulis sudah seperti obat untuknya. Inginnya teramat sederhana, hin...