PROLOG

85.2K 5K 80
                                    

–––

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

–––

Home; its a feeling, the shelter of noisy minds, crippled hearts, and weary bodies.
Home; is wherever our love ones stand.
Home; is a right person.

– The Home He Lives In

–––

"Aku butuh setelan sekarang," kata pria itu datar. Tubuh sempurnanya ia sandarkan pada pinggiran meja kerja dengan kedua tangan terlipat angkuh di depan dada.

"Sudah tersedia di ruangan pribadi Anda, Sir," balas wanita di hadapannya dengan tatapan mata lurus menyorot tanpa sedikitpun menurunkan etika sopan-santunnya pada pria itu.

"Zegna doesn't suit me well. Ganti dengan yang lain," katanya tidak masuk akal.

"Kalau begitu akan saya ganti dengan Brioni. Setelan akan tersedia di ruangan pribadi Anda paling lambat empat puluh menit lagi."

"Aku butuh cepat. Malvin Bottega tidak semurah hati itu untuk ku biarkan menunggu."

Bohong. Kinanti jelas sangat tahu seperti apa Malvin Bottega. Jika ada pria paruh baya yang sangat santai dengan kehidupan penuh spotlight dan status singlenya, Malvin Bottegalah orangnya. Dan pria itu, salah satu pria termurah hati yang pernah Kinanti kenal.

Pria kekanakkan ini jelas hanya ingin menyiksanya.

"Baik, Sir. Kalau begitu 30 menit."

"Make it 20 minutes."

The hell. "Tapi saya perlu—"

"Make it 20 minutes, Kinanti Laudyara. Do i make myself clear?"

Sialan.

Hanggara Nareno benar-benar sangat kekanakkan.

"Anda tahu saya tidak suka sikap tidak profesional, Sir."

"Apa aku terlihat peduli?" dengus Naren. "Remember Kinanti, you work with me not the other way around. Kamu sendiri yang memutus kendali yang dengan sukarela aku beri. Bodoh."

Kinanti membuang pandangan. "Anda tidak akan mengerti, Sir."

"Oh ya?" Naren tertawa sinis. Namun sorot matanya jelas sekali mengatakan kekecewaan. "Kalau begitu silahkan beri aku pengertian yang seharusnya. Go ahead."

"Seperti yang anda bilang tadi, dengan bodohnya saya telah memutus kendali yang anda beri dengan murah hati. Jadi, pengertian apapun tidak ada gunanya sekarang."

Naren menatap tak habis pikir pada wanita bodoh di hadapannya. "Apa tujuan kamu sebenarnya?"

"Tidak ada," balas Kinanti pada pria kekanakkan itu.

"Kamu sangat egois. Kamu tahu itu?"

"Maafkan saya."

"Kamu tahu dengan siapa kamu bermain-main, Kinanti?"

"Maaf—"

"I don't need that fucking single word!"

"Sir—"

"Damn it, Kinanti! You called me Naren when you were at the height of pleasure that time!"

"Damn it, Kinanti! You called me Naren when you were at the height of pleasure that time!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Home He Lives In [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang