32. Naren - Tough day

15.1K 1.8K 120
                                    

"Sudah puas menghindar, bocah nakal?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sudah puas menghindar, bocah nakal?"

Aku menahan diri untuk tidak memutar bola mata dan berdecak malas. Di atas kursi kebesaranku yang ia jajah, Hanggara Manan terlihat angkuh dalam balutan setelan jas biru tuanya itu. Pancaran mata tidak senangnya seakan menyiratkan apa yang ia rasakan selama aku menghindar dari segala jenis panggilannya setelah kabar kedekatanku dengan salah seorang keturunan Divija itu diketahui.

Ah, Kinanti. Ia bahkan tidak mau repot-repot mengelak siapa dia sebenarnya. Dia seakan tidak peduli dengan apa yang tidak dan orang-orang ketahui tentang latar belakangnya. Tapi di sisi lain ia terlihat tidak senang mendengar namanya di sebut dengan akhiran nama keluarga itu. Divija.

"Aku tidak menghindar, aku menolak," dalihku membuat ekpresinya semakin keruh.

"Aku tidak mengerti. Kenapa?" Kakek membuka kotak aluminium emas berisi lintingan tembakau dan mengambil salah satunya sebelum kemudian melempar kasar kotak tersebut ke atas meja. Aku menyipitkan mata tidak suka. Asap rokok di dalam ruanganku adalah salah satu hal yang aku benci. "Kenapa kau bersikeras menolak? Karena Tarasha? Aku membuat semuanya mudah, untuk kalian. Apalagi yang membuat kepalamu itu tetap keras, hah?"

"Kenapa Kakek repot-repot membujukku yang jelas tidak tertarik padahal kau punya Harsa yang rela mati untuk perusahaan ini?" Aku menggeleng. "Tidak, Kakek tidak membuat semuanya menjadi mudah. You act the other way around."

"Kau sungguh tidak tahu, Naren? Kau tidak paham?"

"Tentang apa? About him not being able to react to women? Alasan itu lagi?"

"Ya, itu salah satunya dan yang paling krusial. Kau ingin tahu apalagi yang membuatku batal menjadikannya pewaris?" Ia menyesap tembakaunya lalu menghembuskan asapnya sembarangan. "Aku tidak suka sifat impulsif sepupumu itu. Kau tahu akibat apa yang Harsa timbulkan karena sifatnya yang satu itu? Holding sempat rugi puluhan milyar rupiah. Ya, berita lama. Kau tahu itu, tapi jelas tidak tahu alasan sebenarnya."

Ya, tentu saja aku tahu kejadian tahun lalu itu. Tapi hanya sebatas Holding merugi karena salah satu anak perusahaannya tidak bisa bertahan, gulung tikar. Jadi bukan karena itu?

"Selain itu, sifat dia yang cenderung menghalalkan segala cara tanpa pertimbangan yang matang untuk mencapai tujuannya membuatku tidak ingin mengambil resiko. Hanggara tidak akan bertahan di tangan orang seperti Harsa."

"Dan Kakek pikir salah siapa itu?" Sindirku. Mengingat sejak kecil Harsa dididik khusus olehnya. Ditanami sifat-sifat yang semua Hanggara sendiri tahu tidak pantas diterima oleh anak sekecil itu. Kakek tua itu sangat keras sejak dulu, namun tante Nima terlalu abai untuk memberi perhatian. Om Rey terlalu bangga anaknya akan menjadi pewaris untuk peduli.

Kakek mengangguk di tengah kepulan asap tembakaunya. "Salahku, benar. Aku belum sempurna dalam mendidiknya."

Aku menggeleng tidak percaya. Namun aku terlalu tidak peduli untuk memperpanjang.

The Home He Lives In [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang