Kinanti Laudyara adalah seorang PA profesional. Jasanya sudah terdengar hingga ke selesar istana para konglomerat tanah air maupun mancanegara. Dalam kurun waktu sepuluh tahun, ia sudah pernah bekerja pada belasan keluarga old-money yang tersebar di...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Satu setengah jam berlalu sejak rapat dimulai. Sejak saat itupula terhitung lebih dari empat kali aku mendapati Var mencuri-curi pandang. For god's sake, dia bisa membuat orang lain salah paham dengan tatapannya itu. Menjijikan. Dia harus segera mengembalikan pikirannya ke ruangan ini atau aku tak akan segan menendangnya keluar.
"Hold on, Andreas. Saya ingin mendengar pendapat Varello terlebih dulu mengenai executive report Cassata ini." Andreas yang tengah memimpin rapat di depan sana mengangguk dan memberi isyarat agar Var menggantikan posisinya.
Var menaikkan sebelah alisnya dan tersenyum miring. "All the docs are on my table, Sir." Ia menekankan kata Sir yang kontan membuatku langsung menyernyit, curiga. "I've read them all, itulah kenapa saya mengusungkan adanya rapat ini. Cassata's big fish. I'm not just giving an empty opinion, i'm giving you my role."
"Your role meant nothing if you didn't pay for the attention."
Var mengangkat kedua bahunya, menganggap sepele. "Did i? Not paying the attention?"
"Hanggara Varello, ketahui tempatmu berada," geramku. Serius, berapa usianya? Apa dia masih pantas bersikap demikian di tempat seresmi ini?
"Yes, Sir," jawabnya mengubah posisi duduk menjadi tegak namun masih dengan ekspresi culas yang ingin sekali aku jadikan samsak tinju. "Apa saya diharuskan mengangkat tangan juga jika ingin bertanya?"
Aku tidak bisa menoleransi sikap kekanakan seperti ini di meja rapatku. Siapapun itu. Lagipula ada apa dengannya? Var tidak pernah bersikap semenyebalkan ini di hadapan orang lain telebih saat sedang bekerja.
"Keluar," tegasku. Bersandar pada punggung kursi dan menatapnya tajam aku kembali berujar datar, "the role you mentioned, tidak diperlukan lagi."
Dan setelah apa yang kukatakan barusan, masih sempat-sempatnya dia mengangkat tangan dan terkekeh. "Sensitif. Anda telah melalui sesuatu yang berat sepertinya."
"Keluar. Do i make myself clear, Hanggara Varello?"
"Oke-oke." Var mengedipkan sebelah mata dan beranjak dari duduknya. "Pretty clear, Sir."
Dia memberi gesture 'menyerah' lalu benar-benar melangkah meninggalkan posisinya. Aku mendengus tak kentara saat pria itu bersiul dan sempat membalas tatapan-tatapan yang mengarah pada kami dengan santai.
Tapi aku penasaran. Tatapannya seolah mengatakan jika ia mengetahui sesuatu dan ingin mencari gara-gara tentang itu. His bad habits. Merasa senang kalau sudah mencampuri urusan kami—saudara-saudaranya yang lain. Tingkahnya sama persis dengan saat dia baru menginjak masa pubertas. Menyebalkan. Dan yang lebih menyebalkan adalah dia sama sekali sudah tidak pantas bersikap demikian sekarang.
"Lanjutkan, Andreas," ucapku kembali meluruhkan semua atensi yang tadinya mengarah pada tingkah tidak masuk akal Var.
"Sir, we need solid team's documen list." Andreas menahan presentasinya. Ah ya, dokumen itu ada pada Gara, dan tadi pagi aku sudah meminta Kinanti membawanya karena Gara tidak akan ada di kantor seharian ini.