Kinanti Laudyara adalah seorang PA profesional. Jasanya sudah terdengar hingga ke selesar istana para konglomerat tanah air maupun mancanegara. Dalam kurun waktu sepuluh tahun, ia sudah pernah bekerja pada belasan keluarga old-money yang tersebar di...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tidak ada waktu lenggang hari ini. Di kantor, semua orang aku buat sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Akhir triwulan kedua seperti ini sedang masa-masanya tidak boleh ada yang terlihat malas apalagi menganggur di atas mejanya masing-masing. Bahkan sejak dua jam terakhir sudah lebih dari enam kali Gara keluar masuk ruanganku dengan berbagai macam laporan dan dokumen yang ia bawa. Apalagi setelah rilis resmi wine besutan Higi Câlin dan rumah anggur milik Malvin Bottega-Bottusha, diluncurkan. Tidak ada yang melepaskan pandangan dari layar komputer dan memutus pendengaran dari telepon hingga jam makan siang tiba.
"Bos, lunch di kantor?" Tanya Gara di ambang pintu kaca buram yang membatasi ruanganku dan area kerja karyawan lain.
"Ya. Aku butuh makanan berat untuk menyelesaikan kertas-kertas sialan ini." Aku mendesah. Tumpukan kertas yang tidak ada habisnya ini, bila aku hargakan dengan uang persampulnya, bisa membangun satu-dua restoran Cina di kawasan paling strategis di ibu kota. Dan totalnya ada 12 sampul lagi yang harus aku rampungkan hari ini juga.
"30 menit, Bos. Aku akan memesan makanan di restoran depan. Apa ada makanan tertentu yang ingin kau makan?"
Makanan Cina. Tapi itu terlalu lama dan aku tidak butuh waktu lama untuk makan jika ingin segera selesai berkecimpung di meja ini. "Nothing."
"Oke. I'll be right back."
Gara pergi dan ruangan kembali hening. Sesekali suara gerak jarum jam dan pena yang beradu dengan permukaan kertas saat aku membubuhkan tanda tangan menemani kesendirianku di ruangan ini. Setelah dua menit berlalu, Gara kembali memunculkan setengah tubuhnya di pintu dengan ekspresi cerah.
"Bos, jika kau tidak tidak keberatan, aku akan membatalkan pesanan karena Kinanti datang membawa makan siang. Sepertinya dia tahu kita tidak bisa keluar meski hanya untuk makan sebentar."
Kinanti? Menjelang siang tadi aku memintanya bertemu dengan sekretaris Gubernur untuk membicarakan jadwal meeting lanjutan mengenai proyek kami. Aku tidak tahu dia selesai secepat itu. Tugasnya di kantor tidak banyak, pending schedule alihan dari Lane bulan lalu sudah selesai. Sesekali aku memintanya menggantikanku bertemu klien atau sedikit membantu Gara disini. Selebihnya ia mengurus hal-hal mendesak diluar kantor.
"I don't mind. Aku bisa makan apa saja saat mendesak."
"Baik, Bos. Aku akan menyuruhnya masuk."
Aku mengangguk singkat tanpa melihat atau menjawab Gara. Setelah halaman terakhir dokumen ke-9 aku baca habis, pintu ruangan kembali terbuka dan menampilkan Kinanti dalam balutan setelan formal warna biru indigo. Salah satu tangan rampingnya menjinjing kantong kertas yang diluarnya terpampang nama restoran dalam dua bahasa; Mandarin dan Indonesia. Darahku berdesir membayangkan isi dalam kantong kertas tersebut. Well, kebetulan yang menyenangkan.
"Saya membawa mapo tofu, sesame chicken, dan egg roll untuk makan siang Anda, Sir. Semua menu ini atas rekomendasi Hilma dan sedikit improvisasi dari saya." Kinanti berucap ringkas dan menyiapkan semua makanan itu di atas meja yang biasa aku gunakan untuk menerima tamu.