47. Naren - When will all these troubles end?

13.5K 1.6K 82
                                    

Udah pada baca chapter kemarin belum?

Koridor rumah sakit terlihat lenggang malam ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Koridor rumah sakit terlihat lenggang malam ini. Tidak banyak yang berlalu lalang apalagi di lorong menuju kamar inap VIP. Membuat suara langkahku terdengar cukup jelas saling bersahutan dengan suara nada sambung telepon di telinga.

Kinanti tidak menjawab. Mungkin ia sedang sibuk mengurus kedua anaknya yang—karena keegoisan seorang Alaric Tasa, ditempatkan di dua kamar berbeda. Membuatnya harus bolak-balik, bergantian dengan temannya saling menjaga anak-anak itu.

Terhitung dua hari sejak aku mengantar Kinanti terakhir kali ke sini. Setelah kejadian itu, Kinanti izin tidak masuk kerja untuk beberapa hari ke depan yang tentu saja langsung kuiyakan. Dan malam ini aku perlu menemuinya. Selain untuk mengecek keadaanya, aku juga harus memberitahunya sesuatu. Tentang informasi keberadaan Tara yang entah kenapa sulit sekali dilacak oleh orang-orangku.

Ternyata Jepang bukan tujuannya saat terakhir kali terlihat di bandara, dia tidak ada di semua tempat yang kutahu memiliki kemungkinan akan dia singgahi di negara tersebut. Tidak ada riwayat pemesanan tiket pesawat atas nama dirinya juga, atau atas nama orang-orang terdekatnya yang kemungkinan dia gunakan sebagai identitas. 

Kamera CCTV bandara tidak membantu banyak. Tara hanya sempat terekam di dua kamera pintu masuk sebelum kemudian tidak terdekteksi lagi. Seolah dia tahu cara bersembunyi dari kamera keamanan tersebut. Keanehan lain yang membuatku berpikir... dia tidak pergi sendiri. Mengingat dia bukan tipe orang yang hati-hati dan tahu hal-hal semacam itu, aku yakin ada orang lain di belakangnya, membantunya bersembunyi dari siapapun yang sedang mencarinya.

Tapi, siapa?

Apakah...

Tidak. Tidak mungkin dia.

Bilah pintu ruangan pertama yang kubuka terdorong pelan. Menampilkan seorang anak yang kutahu bernama Raka sedang duduk bersandar di kepala ranjang dengan buku yang disangga lemah oleh kedua tangannya yang terbalut perban. Sendirian. Tidak ada Kinanti ataupun Ran—temannya. Kemudian buku itu jatuh begitu saja di atas pangkuannya saat mendongak, menatapku dengan kepala dimiringkan.

Helaan napas keluar dari bibir kecilnya. "Om salah masuk kamar juga? Mau jenguk Luke, ya?" Dengan dagunya, dia menunjuk ke arah kiri. "Kamar Luke di sebelah. Kayaknya lagi banyak orang. Tadi juga udah ada dua orang yang salah masuk kamar aku. Bajunya persis kayak Om, rapih. Katanya mau jenguk Lucas—Luke. Mungkin teman Om Al. Om juga teman Om Al?"

Aku berjalan sedikit lebih dekat, mendekati ranjang anak itu dengan gerak tubuh kaku. Bingung harus bereaksi seperti apa selain melemparkan satu kata, "Kinanti?"

Aku jarang sekali berhadapan dengan anak kecil, keluarga besar Hanggara belum didatangi lagi keturunan baru setelah anak kecil terakhir menginjak usia remaja. Sepupu-sepupuku yang sudah cukup umur belum ada yang berencana menikah dan memiliki anak. Semuanya masih sibuk dengan karir mereka dan berpikir dua hal tersebut bukanlah sesuatu yang mendesak.

The Home He Lives In [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang