Chapter 17

2.2K 330 7
                                    

Happy Reading!

Jangan lupa vote dan comment, terimakasih

-----------
Medex
-----------

Pagi-pagi sekali Jaydan sudah berpenampilan rapi dengan seragam pilotnya. Laki-laki itu bersenandung kecil, memperhatikan pantulan dirinya di dinding lift sembari menunggu mencapai lantai dasar apartemen, yang merupakan tempat parkir mobilnya dan mobil penghuni apartemen yang lain.

Sebenarnya hari ini dan beberapa hari ke depan Jaydan masih dalam masa libur. Tapi karena ada jadwal Medex atau Medical Exemination, mau tak mau Jaydan harus merelakan seharian penuh masa libur untuk kegiatan itu. Medex ini istilah lain dari tes kesehatan untuk para calon siswa penerbangan. Bukan hanya para calon siswa, Medex juga di wajibkan bagi pilot, co-pilot, dan para crew pesawat.

Sebagai seorang pilot Jaydan wajib mengikuti seluruh rangkaian kesehatan yang di jadwalkan setiap 6 bulan sekali. Dari mulai cek fisik, cek laboraturium, tes mata, tes jantung, EEG hingga rontgen. Pemeriksaan ini semata dilakukan untuk menjaga kesehatan para awak kabin yang berkaitan langsung dengan pesawat udara.

Jaydan memasang safety belt lalu mengemudikan mobilnya keluar dari baseman dan bergabung dengan padatnya lalu lintas jalanan Ibukota. Sebelum mencapai tempat diadakannya Medex yang berlokasi di balai kesehatan khusus, di sekitaran Kemayoran. Jaydan menyempatkan untuk menjemput Netta dulu karena searah.

Laki-laki itu memarkirkan Tesla merah miliknya di halaman rumah Netta. Ini bukan pertama kali Jaydan mampir ke rumah gadis itu. Mungkin sudah ke-3 atau ke 4 kalinya, dan sebab itu Jaydan hafal, pasti ada sosok laki-laki setengah paruh baya duduk di teras. Laki-laki itu tersenyum, membuat Jaydan yang baru keluar dari mobil itu ikut menyunggingkan senyum manis.

"Mau jemput Netta?"

Jaydan mengangguk pelan, lalu ikut duduk di kursi panjang sebelah laki-laki itu.

"Langsung ke dalam, ikut sarapan bareng Ibu sama Netta sana."

"Nggak perlu, saya sudah sarapan tadi."

"Gimana kabarnya, Om?" Jaydan balik bertanya.

"Jangan bilang kamu udah diceritain sama Netta, soal penyakit itu."

Jaydan jelas kaget dengan kalimat yang dilontarkan sama Ayah Netta. Laki-laki itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal dan kemudian tertunduk. Bingung ingin menanggapinya seperti apa, jelas maksud pertanyaan Jaydan hanya menanyakan kabar, bukan kesehatan.

"Benarkan? padahal orang rumah nggak ada yang tahu, bisa-bisanya yang dari luar rumah udah tahu duluan." Tebaknya, kemudian menyeruput secangkir kopi hitam yang masih mengepulkan asap tipis.

"Maafin Om, saya nggak ada maksud buat ikut campur,"

Faris mengangguk mengerti sembari menepuk bahu Jaydan pelan, laki-laki paruh bayah itu berucap. "Iya saya tahu, Netta udah cerita. Mungkin kalo bukan kamu yang kasih pengertian ke Netta waktu itu, Netta nggak akan berani nanya keadaan saya. Di samping itu, saya juga sadar, sembunyiin penyakit saya nggak akan ada untungnya. Dan serapi apapun saya sembunyiin bakal terungkap juga."

"Setelah kemarin bicara sama Netta, saya jadi tahu masih ada yang peduli dengan saya setelah apa yang saya lakukan selama ini." Lanjut Faris dengan raut wajah yang tidak bisa diartikan. Yang Jaydan tangkap ada setitik penyesalan disana.

"Terlepas dari apa yang dilakukan Om dimasa lalu. Kebaikan akan selalu datang dari segi manapun. Seperti yang Om rasakan, sekarang misalnya dikelilingi sama keluarga yang kasih dukungan penuh buat kesembuhan Om."

My Pilot: Loveholic | Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang