Malik's side story
Dokter bilang, aku sudah tidak ada harapan lagi untuk sembuh. Kankernya kini sudah menyebar lebih jauh lagi. Kedua kakiku bahkan tidak bisa digerakkan, bagaikan lumpuh. Aku tidak bisa merasakan kakiku.
Kini aku berpikir, bagaimana Maya nanti jika aku sudah tidak ada? Apa yang akan dilakukan Maya jika aku sudah tidak ada? Apa Maya akan menangis dan mengurung dirinya di kamar?
Maya, aku ingin sembuh.
"Malik." Aku menoleh. Itu Mama.
Mama duduk di kursi yang ada di samping bangsal. Aku menatap Mama. Wajahnya mulai lelah, namun mencoba untuk menutupi rasa lelahnya.
"Malik." Mama meraih tanganku dan menggenggamnya lembut. "Mama minta maaf ya."
Minta maaf? Maaf untuk apa?
"Buat?"
Mama mencoba untuk menahan air matanya, "Mama... Mama gak bisa melakukan yang lebih baik lagi biar kamu bisa sembuh." Kalimat itu lagi.
"Mama, Mama gak mau kehilangan kamu, tapi Mama juga gak bisa." Suara Mama mulai tersendat-sendat karena hampir menangis juga. Mama akhirnya menangis sambil tangannya mengusap punggung tanganku dengan jempolnya.
"Mama trauma. Mama udah kehilangan Papa kamu. Mama gak bisa juga buat kehilangan kamu," kata Mama.
"Tapi, Mama harus bisa. Mama bilang bakal lakuin apapun biar aku bisa sembuh," kataku.
Mama menangis sejadi-jadinya. Aku salah bicara. Mama akan semakin overthinking dengan perkataan ku barusan.
"Mama udah lakuin yang terbaik buat kesembuhan aku," kataku akhirnya.
"Mama udah sejauh ini, udah 2 tahun juga Mama berjuang buat aku. Aku pernah bilang kan kalo aku udah dewasa, aku bakal bawa mas Sadam sama Mama ke candi Borobudur. Mama ingat aku pernah bilang gitu kan, Ma?"
Mama mengangguk, namun masih enggan untuk menatap padaku. Aku mengerti kenapa Mama seperti ini. Seperti saat kejadian dimana Papa dulu juga seperti ini.
"Mama, jangan sedih lagi ya. Semoga aku beneran bisa sembuh. Percaya sama aku," kataku sambil mengusap punggung tangan Mama.
Aku tidak yakin dengan ucapan ku barusan. Semoga dengan ini, Mama gak sedih lagi.
***
Cuaca hari ini lumayan cerah. Aku hanya bisa duduk sambil memandang ke arah luar. Sudah mau sebulan aku tidak masuk sekolah. Maya juga sudah jarang kesini karena mulai sibuk dengan tugas yang ada. Tapi Maya masih sempat mengabari ku.
Maya, aku merindukanmu.
Tok... Tok... Tok...
Aku menoleh, suara ketukan dari arah pintu. "Masuk aja, gak di kunci."
Pintu terbuka dan menampakkan seorang gadis sebayaku dengan senyuman yang sumringah. "Malik!" Aku tersenyum saat ia memanggil namaku.
Ya, Maya.
"Hai, Maya." Maya berjalan menghampiriku dan kedua tangannya ada di belakang punggungnya. Wajahnya nampak cerah dan, bahagia.
Ya Allah, manis banget.
"Lo bawa apa?" tanyaku padanya.
"Oh, ini? Surprise!" serunya. Ah, aku kurang suka sama surprise.
"Tunjukkin aja sekarang." Maya akhirnya mengeluarkan sesuatu yang ia sembunyikan dibelakang punggungnya. Topi baru.
"Gue gak tau mau ngasih lo apa, tapi kayanya topi baru buat lo lebih bagus. Maaf ya, gue gak ngasih sesuatu yang lebih bagus buat lo," kata Maya sambil memberikan topi itu padaku. Aku tersenyum dan memakai nya di kepalaku yang sudah klimis.
Iya, rambutku sudah habis.
Setelah kedua kakiku sudah tidak bisa digerakkan, kepalaku mulai botak karena rambutku habis karena rontok yang hebat akibat efek obat kemoterapi nya.
Kebetulan sekali, aku butuh penutup kepala yang baru. Topi yang diberikan Maya ini, bagus. Aku suka.
Perihal kakiku yang tidak bisa digerakkan atau dirasakan, Maya belum tau soal ini. Ia baru tau bahwa rambutku telah habis, itu saja.
"Maya."
"Iya."
Aku ragu untuk mengatakan ini tapi, Maya berhak tau. "Kaki gue, udah gak bisa digerakin." Mendengar hal itu, Maya langsung memasang wajah shock nya.
"Apa?"
"Coba lo pijit kaki gue." Maya mulai memijit kakiku. Aku tidak merasakannya.
"Sekarang lo cubit kaki gue." Maya mencubit kakiku. Dan lagi, aku tidak merasakannya.
"Kerasa gak, Malik?" Aku menggelengkan kepalaku sambil tersenyum. Wajah Maya mulai memerah, "kok?"
"Gue juga gak tau. Dokter gak ngasih tau soal ini," kataku sambil mengusap kakiku yang sudah dingin dan kaku.
"Maya, mulai sekarang, kita pake Aku-Kamu aja ya. Gue-elo kayanya terlalu kasar," kataku.
"Mau pake Aku-Kamu aja?" Aku mengangguk. "Oke. Aku juga, kurang nyaman sih ngobrol pake gue-elo sama kamu," kata Maya. Aku tersenyum.
Aku dan Maya mulai terdiam, larut dalam pikiran masing-masing. Aku ingin sembuh, namun dengan keadaan kaya gini, kemungkinan buat sembuh itu kecil banget.
Aku, masih ingin bersama Maya. Banyak waktu yang terbuang untuk bersamanya karena penyakit ini.
"Maya." Maya menoleh padaku. "Kalo aku udah gak bisa melihat kamu lagi, gimana?"
***
14 Mei 2021
Minal aidzin wal faidzin semuanya🙏🏻 maaf jika aku ada salah dalam tulisan dan perbuatan, sengaja mau ga disengaja. Semoga kita bisa bertemu lagi di bulan ramadhan selanjutnya, Aamiinn ya Allah🤲🏻
Sebelumnya, maaf ya aku baru bisa update sekarang. Karena kemarin bulan puasa dan keadaan masih kuliah (libur cuma seminggu), jadi ga bisa update. Masih nungguin kan? Kayanya ngga deh.
Cuma mau ngasih tau. Sekarang udah tanda-tanda mau tamat entah 3-4 chapter lagi. Aku mau bilang makasih banyak sama kalian semua yang mau mampir kesini. Terimakasih buat dukungannya dari kalian❤️
Mungkin segitu aja dari aku. Selamat hari raya idul fitri semuanya😊
KAMU SEDANG MEMBACA
10 Months - jaesunoo[✔]
Historia Corta"10 bulan jatuh cinta, 10 bulan kepergiannya." local short story of Kim Sunoo and Lee Jaehee Start : 3 Januari 2021 Finish : 26 Oktober 2021 © binjinpeach -2021