Playlist: One Direction - Love You Goodbye
• • •
• TITANIA •
Aku tidak pernah menyangka bahwa Ben datang ke apartemenku dan dengan tiba-tiba dia menanyakan apakah aku mempunyai perasaan untuknya—dan memintaku untuk mencoba sebuah hubungan dengannya. Dia benar-benar sudah gila, sepertinya penyakit patah hati yang ia alami sudah begitu akut hingga dia mengatakan hal gila semacam itu.
Dia memintaku mencoba, dia pikir hatiku mainan yang bisa dicoba sesuka hati, dan dibuang saat segalanya tidak berhasil? Dia meminta itu tanpa mengatakan bagaimana perasaan yang dia miliki untukku. Jelas dia tidak mengatakan, karena memang dia tidak memiliki perasaan apa pun, dia hanya ingin mencoba dengan benar, ada atau tidaknya rasa itu urusan belakangan, yang penting mencoba.
Hal yang lebih gila lainnya adalah dia menciumku ketika aku menangisi pengakuanku bahwa aku memang memiliki rasa untuknya dan aku mencintainya selama ini, bahwa aku terluka atas sikapnya yang selalu menceritakan kisah-kisah indahnya bersama Alia tanpa memedulikan perasaanku. Entah aku yang terlalu bodoh atau memang aku menunggu-nunggu momen itu, ketika dia menempelkan dan menggerakkan bibirnya di bibirku, hal yang selama ini hanya mimpi untukku, meskipun aku pernah menciumnya singkat saat dia tertidur di sofa ruang tamu apartemenku.
Aku tahu pada akhirnya kami akan seperti ini, maksudku—persahabatanku dengannya pasti akan berakhir seperti ini saat aku mengatakan dengan jujur bagaimana perasaanku yang sebenarnya. Aku tidak bisa lagi terus berpura-pura seolah aku memiliki pilihan. Pilihan untuk terus mencintainya tanpa ada yang tahu atau mengikuti permintaannya untuk mencoba menjalin sebuah hubungan yang aku sendiri tidak tahu akan berakhir seperti apa.
Pada akhirnya, sekalipun aku memilih untuk mencoba menjalin hubungan dengannya, hatiku yang tetap akan menjadi korbannya. Hatiku yang akan tetap berdarah-darah mencintai lelaki yang belum tentu mencintaiku—dan masih bingung pada perasaannya sendiri.
Aku menatap pantulan diriku di cermin. Setelah mengompres mataku yang cukup bengkak karena efek menangis semalam, aku membubuhkan concealer di kantung mataku yang terlihat cukup menghitam.
Sialan! Karena sibuk menangisi kegilaan Ben, aku baru bisa tidur pukul dua pagi. Dan Sekarang pukul enam pagi aku sudah memarkirkan mobilku di garasi rumah Alia. Semalam dia menanyakan kenapa aku tidak jadi datang, dan tentu saja aku harus berbohong untuk menjawabnya. Aku bilang kalau aku lembur di kantor sampai larut malam sampai lupa untuk menginap di rumahnya.
Aku masuk ke dalam rumah, menuju ke kamar Alia. Rumah masih sangat sepi, belum ada tanda-tanda kehidupan. Mungkin Om Abram masih di kamarnya, pasti anaknya juga begitu. Begitu sampai di pintu kamarnya yang tertutup, aku tidak mengetuknya dulu, melainkan langsung memutar handle, dan benar saja, Alia masih tertidur lelap dengan selimut yang membalut tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between the Lines [COMPLETED]
RomanceReuben Rasya Atmadja, bertahun-tahun mencintai Alia-sahabatnya. Dan dia berpura-pura ikut bahagia atas kebahagiaan sahabatnya yang sudah menjalin cinta dengan seorang dokter bedah saraf yang menyelamatkan Papanya. Di sisi lain, ada seorang Titania A...