Playlist : Taylor Swift - Blank Space
• • •
• Titania •
Apakah aku terlihat menyedihkan ketika cintaku tak berbalas? Jawabannya tidak. Aku bisa menyimpan baik apa yang kurasakan tanpa terlihat oleh orang lain. Yeah, I'm a good liar.
Orang-orang menyebutku sebagai pribadi yang riang, cerewet dan selalu menguarkan aura bahagia. Ya, mereka benar, tetapi tidak semuanya. Aku memang berusaha untuk terlihat biasa-biasa saja pada setiap permasalahan yang datang di hidupku.
Dunia nyata ini sudah cukup pelik, jadi tidak perlu untuk menjadi sosok pemikir yang berlebihan, aku bisa gila membayangkannya. Namun, sepupuku—Alia adalah pribadi yang seperti itu, pertimbangannya yang rumit membuatnya menjadi seorang overthinking, dan aku tidak bisa menyalahkan keputusannya menjadi seperti itu. Semua orang punya pemikiran sendiri untuk menjalani kehidupannya.
Aku memanipulasi perasaanku sendiri selama aku menjalani hubungan dengan beberapa pria, dan aku rasa itu adalah pilihan yang terbaik. Sejak aku dan Ben lulus MBA di Umich, aku benar-benar ingin rasa cintaku padanya terkubur dalam. Aku berusaha membuang perasaan itu, karena selama dua tahun kondisi hatiku sungguh tersiksa. Aku tidak bisa menghindari perasaan yang datang lebih dalam bila aku dekat dengannya. Sejak awal Ben jujur padaku tentang perasaannya pada Alia, aku sudah tahu kalau hatiku pasti akan berdarah-darah karena perasaan yang kumiliki untuknya, karena aku tahu, aku tidak memiliki kesempatan itu, lebih tepatnya Ben enggan memberikan kesempatan membuka hatinya untukku, karena lagi-lagi, dia hanya menganggapku sebagai teman baik. Dan kurasa, dia kesulitan untuk jatuh cinta lagi, di saat cinta pertamanya sudah dihancurkan oleh Alia.
Pada dasarnya, aku dan Ben sama. Kami sama-sama terluka oleh cinta pertama kami. Aku yang terluka olehnya, dia yang terluka karena Alia.
Jadi, bagaimana caraku untuk mengendalikan this shitty feeling? Tentunya berpacaran dengan lelaki lain. Kira-kira sudah dua setengah tahun ini, aku menjalani hubungan dengan beberapa lelaki, mungkin lima? Atau enam? Entahlah untuk apa pula aku menghitung banyaknya mantan, mungkin sebutan mantan terlalu bagus karena aku tidak menyerahkan hatiku pada mereka. Aku menyebutnya sebagai pelarian. Mungkin terdengar kejam, aku tahu.
Terkadang sesekali kita perlu menjadi sosok antagonis untuk menghadapi kenyataan pahit. Karena kita tidak hidup dalam kisah dongeng, yang selalu menjanjikan akhir bahagia pada setiap tokohnya.
Setelah putus dari Rifky—bajingan beruntung yang untungnya bisa kuputuskan karena aku memergokinya dengan mataku sendiri kalau dia berselingkuh di salah satu hotel. Sekarang, pelarianku selanjutnya adalah head marketing dari PT Earthu Pack—salah satu calon vendor di kantor tempatku bekerja. Aku bekerja di Smart Life, perusahaan FMCG multinasional. Aku bekerja sebagai supervisor di divisi pengadaan barang.
Dan dari semua lelaki yang menjadi pelarianku—head marketing itu termasuk calon yang ... terbaik.
Dia—Bara Ardinoto Wisesa, wajahnya pribumi, kulitnya sedikit kecoklatan, ketika dia tersenyum, aku bisa menyebutnya manis. Karena dia memang manis saat tersenyum. Pantas saja Bu Jenny, atasanku begitu antusias tiap menyebut nama perusahaan tempat Pak Bara bekerja. Yeah, semoga saja Bu Jenny tidak memiliki ketertarikan yang sama denganku. Masa aku harus bersaing dengan atasanku sendiri? Apalagi bu Jenny seorang janda, beliau jelas lebih berpengalaman dibandingkan denganku. Ditambah dengan pepatah sekarang yang menyebut janda selalu di depan.
Eh, tapi sepertinya aku overconfident, iya kalau Pak Bara masih jomblo. Kalau tidak? Semoga saja dia masih single, karena aku tidak melihat cincin melingkar di jarinya. Aku berharap dugaanku benar.
Aku dan Bara sedang berada di ruang meeting untuk membahas penawaran
"Untuk sample yang tim Bapak berikan ke kami, sudah kami tinjau, dari tim PPIC, project, dan business development kami, sih, sudah oke pak. Tapi kami ada kendala harga." Aku berkata sambil menyodorkan beberapa lembar price list dengan angka-angka yang sudah kulingkari dengan stabilo warna-warni.
Sebenarnya dari segi harga sudah oke, tapi sudah menjadi tugasku untuk selalu menawar sampai di titik harga terendah, karena pembelian yang nantinya akan berjalan kuantitasnya sudah bisa dipastikan banyak, dan continue. Mengingat produk Nature Earth banyak diminati.
Kening Bara mengernyit, dan entah mengapa gelombang kerutan di dahinya itu membuatnya semakin terlihat seksi.
"Masa, sih? Kendalanya di harga yang mana, Bu?"
Yeah, aku sudah terbiasa dipanggil Ibu untuk formalitas padahal aku lebih suka dipanggil nama saja, aku kan belum setua itu.
"Yang ukuran besar, Pak." Aku meringis. "Packaging untuk body wash, body lotion dan shampoo. Untuk face wash dan hand wash dari segi harga kami sudah oke, tapi alangkah baiknya kalau dari pihak bapak bisa menurunkan beberapa persen lagi."
Bara menghembuskan napas sambil memijat pelipisnya, ia memandangku sebentar. "Bu Jenny seharusnya sudah tahu perihal ini, sebenarnya untuk harga packaging yang ramah lingkungan, Earthu Pack sudah yang paling murah, kualitasnya juga tidak diragukan lagi. Bu Tita tahu kan produk kami sudah dipakai oleh banyak perusahaan besar dengan skala Internasional selain Smart Life?"
Aku mengangguk, lalu menampilkan senyuman termanis yang kubisa, negosiasiku kali ini harus berhasil.
"Quantity yang kami pesan nanti banyak lho, Pak. Pak Bara sudah tahu kan perhitungan yang kami berikan sebelumnya saat kami meminta quotation?"
Bara mengangguk pasti. "Iya, Bu. Memang banyak sekali, saya tahu." Ia mengusap wajahnya sebentar. "Baiklah, saya perhitungkan dulu, mungkin bisa turun tapi nggak banyak, around 2-3 %, saya belum bisa pastikan."
Aku bernapas lega. "Terima kasih, Pak atas pertimbangannya. Saya tunggu kabar baiknya segera. Untuk email perhitungan detailnya, sudah saya email ya, Pak."
Pak Bara bangkit dari kursi. "Oke. Kalau gitu, meeting selanjutnya bisa kita bahas perihal deal-nya ya, Bu? Juga masalah Term of Payment-nya?"
Aku ikut bangkit. "Masalah ToP sudah saya jelaskan juga di email sekaligus perhitungan detailnya, Pak. Jadi next meeting kita tinggal bahas kontrak dan pengiriman."
Kakiku bergerak menuju pintu ruang meeting, hendak membukakan pintu untuk Bara namun aroma parfum dan hembusan napasnya menerpa jelas indraku. Posisinya berdiri begitu dekat di belakangku, dan dengan setengah berbisik ia berkata, "Senyuman manis yang kamu kasih ke saya tadi, bukan hanya tipuan supaya saya bisa mengurangi harganya, kan, Titania?"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Between the Lines [COMPLETED]
RomansaReuben Rasya Atmadja, bertahun-tahun mencintai Alia-sahabatnya. Dan dia berpura-pura ikut bahagia atas kebahagiaan sahabatnya yang sudah menjalin cinta dengan seorang dokter bedah saraf yang menyelamatkan Papanya. Di sisi lain, ada seorang Titania A...