Chapter 19 - The Thing Called 'Love'

4.9K 685 19
                                    

Playlist:  Passenger | Beautiful Birds feat. BIRDY

Ada yang masih melek jam segini?

• • •

• BEN •

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

• BEN •

Suara alarm di ponselku seperti mengingatkanku bahwa aku masih terjaga setelah penerbangan dari Myalup ke Perth, lalu lanjut ke Jakarta tanpa tidur. Seharusnya sekarang aku pingsan di kamar apartemenku, tetapi tujuanku datang ke Indonesia untuk menghadiri pernikahan sahabat terbaik sepanjang hidupku, Alia.

Tiap kali aku mendatangi pesta pernikahan aku selalu berpikir – karena mereka bahagia sekarang – berarti mereka berada dalam hal yang disebut 'cinta' and it's supposed to keep them happy together forever is a joke. It's sickening, if I'm honest, tetapi melihat senyuman tulus yang Alia berikan pada pria yang kini sudah resmi menjadi suaminya itu, ditambah senyum haru yang ditampilkan ayah saat melihat anak semata wayangnya berdansa dengan menantunya, mengubah pandanganku bahwa pernikahan yang sempat kuangggap hanya sebagai status, is a real thing from a thing called 'love'.

Aku datang sejak tadi tetapi aku sengaja tidak menyapa Alia dan keluarganya dulu, sampai aku selesai menyaksikan first dance sepasang pengantin yang sedang berbahagia, hingga akhirnya kuputuskan untuk menemui MC dan mengatakan bahwa aku ingin mengatakan sesuatu pada mempelai wanita dan menyumbangkan sebuah lagu. Aku menyanyikan lagu yang mungkin tidak tepat untuk dibawakan di pesta pernikahan. But I've heard that song, I've read the lyrics and I'm going to be honest with that song. Alia, finally found someone who loved her—deeply.

And I saw Tita, dia tertawa dengan banyak orang yang mungkin teman-teman kerjanya di Smart Life, bahkan mungkin pada percakapan yang paling membosankan sekalipun—dia mengibaskan rambutnya ke belakang, cekikikan, melepaskan salah satu dari dua tangan yang sedang memegang gelas wine, untuk berbicara dengan menggerakkan satu tangan sebagai penunjang ekspresinya dan membuat orang tersebut merasa seolah-olah mereka memiliki perhatiannya penuh.

Aku masih melihatnya ketika aku bernyanyi, dia tetap fokus pada Alia dan Daffa, tapi yang kulihat bibirnya ditekan menjadi garis tegas. Aku tidak tahu kenapa ekspresinya berubah seperti itu, mengingat aku lost contact dengannya lebih dari satu setengah tahun. Setelah selesai bernyanyi dan mengucapkan selamat pada pengantin dan keluarganya, aku mencari Tita. Namun, ia tak ada di dalam ballroom. Aku melihat mami dan papinya, tapi aku merasa belum cukup kenal untuk sekedar bertanya di mana anaknya itu, hingga akhirnya aku bertanya pada salah satu temannya yang tadi sempat kulihat juga, Billy. Dia bilang Tita pamit keluar sebentar untuk menghirup udara segar dan mungkin yang dituju halaman dekat kolam renang.

Dan benar, aku melihat Tita sedang duduk di kursi malas kolam renang yang sangat sepi, ditambah lagi rintik-rintik gerimis sudah mulai turun. Aku mendengarnya bergumam untuk berhenti menangis, aku ingin tahu siapa yang membuatnya menangis, tetapi dia menolakku untuk mendekatinya, aku tak mengerti kenapa dia melihatku seperti virus mematikan? Aku tak menghiraukan, karena aku tetap mendekatinya.

Between the Lines [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang