.
.
.
Sunghoon sibuk pada layar komputer, sampai tidak sadar ada dua mahkluk imut yang kebosanan karena dikurung tidak boleh keluar ruangannya.
Bukan Jungwon kalau tidak pintar, balita itu mengelilingi ruangan Sunghoon entah mencari apa yang pasti itu akan menjadi kasus kenakalannya hari ini bersama kembarannya.
"Tut tut tut nayik keyeta apiii~" mata bulat jernihnya itu sesekali melirik sang ayah.
Sunoo ikut dibelakang adiknya yang mengendap menuju kontak listrik yang menjadi penyambung segala alat elektronik yang sedang Sunghoon gunakan.
"Ke badung~ sulabaya~" Sunoo menyambung nyanyian Jungwon yang tersendat.
"Yung tayik ini kecang kecang janan kasih kedol." Bocil satu ini menyerah kabel hitam diameter sebesar jari tangan mereka.
"Janan kasih kendol uwon cini yung talik," Mereka seperti main tarik tambang dan kontak listrik berhasil terlepas.
Lampu ruangan padam serta komputernya sedikit eror membuat Sunghoon bingung.
"Kenapa ini?" Sunghoon berdiri mencari sebab apa penyebab listrik padam.
Menuju kontak listrik ternyata ada dua bocil memakai kemeja putih sedang cekikikan Sunghoon langsung paham dan menarik kerah kemeja dua bocah itu.
Sunghoon menarik si kembar menjauh dan membawa keluar ruangan.
"Ayah bilang apa?" Sunoo selaku paling tua tampak ingin menjawab.
"Kita mici negala!" Sunghoon emosi, itu tadi berbahaya.
"Misi negara?! Itu bahaya Sunoo Jungwon!" Tanpa sadar Sunghoon membentak anak-anaknya.
Lorong sekitar ruangan sepi wajar sih karena hanya ada ruangan Sunghoon dilantai 15, dan ayah muda itu mengeluarkan nafas kasar.
"Ayah bilang apa tadi!" Dua bocah itu menunduk.
"Janan mayin detat lictik....." suara Jungwon bergetar.
Tidak lama isak tangis pilu terdengar seketika Sunghoon sadar telah kasar pada anak-anaknya. Pria tampan mapan itu berjongkok dihadapan si kembar.
"Ayah sayang kalian baby, itu bahaya ayah takut kalian celaka dengan siapa ayah hidup?" Sebenarnya Sunghoon tidak tahu apakah si kembar benar-benar paham.
"Ayah takut kalian tinggalkan ayah.... ayah sayang kembar."
Merasa Sunoo berhenti menangis walaupun masih isak tangis, Sunghoon menghapus airmata yang mengalir dipipi gembil itu.
"Bagaimana kalau ayah buat misi negera dengan kalian baby?" Jungwon langsung berhenti menangis.
"Mici negaya uwon ciap!"
"Mici negala donu ciap!"
Sunghoon menyeringai tampan dua anaknya ini takut pada salah satu pegawainya Shin Ryujin, jadi hukuman mereka adalah...
"Ambil berkas rahasia diruangan tersangka aunty ujin!" Bocil-bocil itu langsung diam.
"Dak bica bos donu takut!"
"Nado!!"
"Ya sudah kita tidak jadi makan es krim pulang kerja." Sunoo menggeleng lalu menggandeng tangan sang adik.
"Kita halus bica. ec klim halus mam!" Sunoo membara.
"Bayik bos uwon belsediya!!"
Sunghoon menuntun si kembar ke lift menuju ruangan manager keuangan itu, tampak si kembar ketar-ketir.
"Kita halus kalahkan unti ujin," Jungwon menatap pantulan dirinya didinding lift tangan mungil itu membentuk sebuah pistol.
.
.
.
"Terima kasih nona, aku akan bekerja mulai besok," Jake merasa lega akhirnya bisa mendapatkan pekerjaan, meskipun hanya menjadi babysitter anak kembar. Jake selesai sesi wawancara.
Ryujin tersenyum, "Tapi anak boss nakal sekali, aku beritahu biar kamu bisa berpikir lagi, si kembar nakalnya bukan main, ini kali ke-empat mereka berganti pengasuh," Jake mengangguk paham.
"Aku coba dulu nona, mung-
"HIYAAA CELANG UNTI UJIN RGGGH!" Baru ingin menyelesaikan bicaranya dua anak-anak datang berteriak kencang.
Ryujin terkejut tak lama wanita itu menyeringai kemudian menyingsing lengan jas dan kemejanya.
"Rwwar!! Aunty mau makan anak monster! Sini kalian!!" Wanita itu berlari mengejar dua balita berbadan gembul itu menyisakan Jake dan satu pria dewasa diruangan.
Merasa tidak enak berlama-lama Jake menatap pria itu.
"Tuan katakan pada bu Ryujin saya pamit, permisi ...."
Sunghoon mengangguk kaku pada gadis cantik itu dan minggir karena tubuhnya menghalangi pintu.
"Iya nona," Jake berbalik.
"Saya laki-laki tuan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Babysitter In Love [sungjake]
FanfictionJake yang mencintai ayah dari anak-anak yang dia asuh, duda keren mengguncangkan dirinya.