Caroline mengetuk pintu kelasnya beberapa kali. Mau tahu gadis itu terlambat di pelajaran apa? Yap, matematika wajib!
Bukan Caroline namanya kalo panik sampai lari-lari tangga, dia malah tadi mampir ke kantin bentar buat beli permen. Lagi laper tapi malas makan makanan berat, ya, sudah permen saja.
Makanya sekarang sampai telat sepuluh menit. Deg-degan, sih, penasaran gitu bakal dihukum apaan. Lagi, Caroline juga kangen dimarahi bu Niken-guru BK-nya di sekolah lama, siapa tahu ngobatin rindu, ya, nggak?
"Masuk." Suara dingin menusuk dari dalam terdengar, Caroline tanpa membuang waktu segera membuka pintu.
Caroline menahan tawanya saat melihat ekspresi Lucy yang melotot tajam. Mulut gadis itu bergerak tanpa suara mengucapkan, "Stupid banget, sih!"
"Kenapa telat?" tanya pak Bisma dengan tatapan seakan ingin membunuh Caroline.
"Maaf, Pak," balas Caroline.
"Kamu tidak menghargai saya? Maksud kamu apa telat selama ini? Sepuluh menit lamanya terlambat, sepuluh menit sementara saya disini menjelaskan materi baru secara panjang lebar." Pak Bisma berucap tajam. Dari wajahnya, dan urat-urat yang muncul di dahi, Caroline tahu kalau guru killer-nya itu sedang marah besar.
Caroline membungkuk hormat, lalu menegapkan badannya kembali. "Saya minta maaf, Pak."
"Kamu ituu! Pasti di rumah malas-malasan saja kerjaannya! Kenapa bisa telat selama ini?!"
Caroline menahan dirinya agar tidak berdecak. "Saya ada ... perlu tadi ...."
Pak Bisma mengembuskan napasnya dengan kasar. Tangan pria itu mengepal, memperlihatkan urat-uratnya. "Push up tiga puluh kali hitungan saya, lari dua puluh putaran di lapangan atau kerjakan sepuluh tugas di depan papan tulis ini dalam waktu sepuluh menit."
Caroline mengangguk, lantas melangkah mendekati papan tulis. Memerhatikan sejenak rumus-rumus yang tertera.
Limit Fungsi Aljabar.
Caroline mengambil spidol dari meja guru, melirik pak Bisma yang berdiri tidak terlalu jauh di dekatnya. Walau sepuluh soal sepuluh menit, yang artinya satu soal hanya semenit waktu pengerjaannya, tidak masalah bagi Caroline. Apalagi materinya tentang Limit Fungsi Aljabar, di mana di sekolah lamanya, waktu Caroline masih kelas sepuluh, sering mendapat pelatihan materi itu untuk olimpiade. Belum lagi, ketika soal latihan diberi, batas waktunya terkadang hanya setengah menit.
Bukan bermaksud menyiksa, tapi melatih otak agar dapat berpikir cepat tapi dengan jawaban yang tepat. Tentunya, dengan sistem belajar ketat yang sudah dilalui sebelumnya.
Tidak semua bisa, karena memang tidak semudah itu. Tapi Caroline otaknya dari lahir encer, sih. Jadi, gampang aja, lah.
Buktinya, sekarang dengan otak pintar yang Caroline punya, dalam waktu sepuluh menit kurang tiga detik, gadis itu sudah selesai mengerjakannya. Membuat seisi kelas diam tak berkedip, bahkan pak Bisma nyaris melotot kaget.
"Sudah, Pak," kata Caroline sambil berbalik badan.
"Ya, sudah duduk. Saya periksa dulu."
Caroline tersenyum mendengarnya. Tanpa membuang waktu, gadis itu melangkah mendekati mejanya. Tatapan tajam dari Lucy menyambut ketika Caroline duduk.
"Kok bisa, sih?! Udah tau pelajaran pak Bisma. Lo gak begadang, kan? Jangan keseringan, ah," cerocos Lucy dengan nada suara pelan namun terdengar kesal.
"Aduh, otak gue udah pusing abis ngerjain mtk. Jangan nambah-nambahin sakit kepala gue gara-gara denger lo ngomel!" balas Caroline setengah berteriak. Sontak saja Lucy langsung membekap mulut gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SMA Cogan
Teen FictionIni kisah tentang seorang gadis yang hidupnya dikelilingi para cogan berbeda sifat. Sayangnya, ini bukan cerita gadis polos incaran para cogan. Bukan juga cerita cewek lugu yang terjebak diantara cogan-cogan. Caroline bukan seperti itu. Dia, beda da...