22 - Pertimbangan

226 30 1
                                    

Bel istirahat berbunyi, menyebabkan seluruh siswa SMA Cogan berteriak heboh. Tidak terkecuali, anak-anak IPA 1.

Setelah pak Bisma keluar kelas, suasana kelas IPA 1 yang tadinya sunyi kini ramai dengan teriakan kebahagiaan.

"WOOHOOOOO! GILA GUE SENENG BANGET!! Canteen, I'm coming!" seru Felix sambil memukuli meja dengan brutal saking bahagianya.

"SETELAH EMPAT JAM BELAJAR SAMA PAK BISMA, AKHIRNYA GUE BISA NGEHIRUP UDARA SEGER!!" tambah Erik memegangi dadanya penuh drama.

"MERDEKA!" teriak Aaron mengangkat satu tangan terkepal yang dijawab teriakan serempak dan lantang seisi kelas, "MERDEKA!!"

Tentunya, Caroline, Lucy dan Devian tidak ikut-ikutan.

Hari ini pak Natan sedang ada urusan, yang di mana itu akan membuat pak Bisma selaku pengajar jam ketiga dan keempat mengambil waktu bahasa Inggris yang harusnya jamkos untuk belajar matematika.

Menyebalkan memang, tapi sekelasan tidak ada yang berani protes.

"Pas sesi ditanya-tanya tadi gue deg-degan, woi, udah kayak ikut adrenalin aja!" kata Erik sambil melangkah keluar bersama yang lain.

"Gue sampe panas dingin, sial! Aura pak Bisma nyeremin banget heran," sahut Felix yang kini beriringan langkahnya dengan Caroline.

"Udah, deh, berisik lo pada," kata Lucy malas.

"Yeee, Odel sayang," Felix menanggapi dengan senyum menggoda, sengaja memancing emosi Aaron. Sesuai dugaan, laki-laki itu terpancing juga.

"WOI, LAH, JANGAN GITU!"

Erik tertawa keras di samping Felix. Namun tawa itu luntur ketika mengingat sesuatu. Ia berjalan mundur dan menahan tangan Caroline membuat gadis itu menoleh begitu pun yang lain.

Damn, gue mau ngomong sama Caro, woi, napa pada semua noleh, kepo emang!

Erik mendekat lalu berbisik pada Caroline membuat ekspresi Devian dan Felix berubah, sementara yang lain menatap keduanya penasaran.

"Beb Caro masih suka sama Aaron?"

Caroline melotot, reflek memukul bahu laki-laki di depannya ini. "Apaan, sih! Siapa yang suka diaaa??" Balasnya berbisik, dengan nada suara jengkel khas Caroline.

Please, deh, ya, itu cuma salah paham doang. Bisa-bisanya si Erik masih nyangka beneran! Tenggelamkan Caroline ke Palung Mariana sekarang, ceffat!!

"Seriozna?" tanya Erik pelan. Caroline mendengkus. "Sekali lagi lo ngomong gitu, gue terjunin lo ke bawah!"

Erik tercengir lebar. "Beneran enggak, kan?" Caroline mengangguk pelan sambil memaksa senyum. "Berarti gue ada kesempatan?"

"Kesempatan apaan? Mau gue patahin kepala lo, hah?!" tanya Caroline jengkel.

"Ngalangin jalan," kata Devian sambil menarik pergelangan tangan Caroline tiba-tiba.

Erik mendengkus. "Main tarik aja lo, Yan."

Kesembilannya pun kembali melangkah, memenuhi koridor dengan sesekali candaan dari Felix, Aaron dan Erik terdengar.

"Masih aja, tuh, tangan gandeng tangannya beb Caro," sindir Erik sambil bersiul memerhatikan posisi Devian yang berjalan di depan Caroline sambil memegangi tangan gadis itu. "Kayak ada lemnya aja."

"Sewot aja lo," kata Freedy sambil mengusap wajah Erik.

"WOI, LO ABIS NGAPAIN FRED?! BAU SIAL TANGAN LO!!"

"Enak aja!" bantah Freedy tidak terima.

"Abis makan terasi ahahahahah," ucap Felix dengan tawa lepas.

"MANA ADA, SIALAN!"

"Ya, ampun, Freedy jorok," ucap Yuri sambil menutup hidung. Ibum mengangguk menyetujui dengan dahi berkerut. "Baunya sampe sini!" ucapnya bercanda.

"Sial," kata Devian ber-smirk menahan tawa.

"BWAHAHAHAHAHAH! CUCI SANA TANGAN LO, DY!!" tambah Aaron berteriak.

Keributan ini menggema dari kelas paling ujung 11 IPA 1 sampai kelas 11 IPS 4 yang berada di ujung juga. Menyebabkan kesembilannya mendapat perhatian lebih dari anak laki-laki di sekitar.

"GUE GAK ADA MAKAN TERASI, DAMN!!"

"BWAHAHAHAHAHAHAHAH!!"

Caroline memerhatikan delapan temannya ini dengan senyum tipis, seminggu tidak masuk sekolah, rasanya benar-benar ... bagaimana, ya, gadis itu menjelaskannya. Seperti ada yang kurang saja gitu dari kesehariannya. Padahal dulu, Caroline malah mau libur terus.

Rasa aneh yang semingguan Caroline rasakan tapi berusaha ia abaikan kini seakan menguap. Tidak ada lagi gelisah atau perasaan sepi. Semua seperti terganti dengan kehebohan tujuh laki-laki yang menerobos masuk ke hidupnya, dan seorang gadis jutek yang imut pagi ini.

Rasanya kangen gini ..., ya?

"Diem aja, kenapa?" tanya Devian sambil memelankan langkahnya agar beriringan dengan Caroline. Gadis itu mengerjap, memerhatikan yang lain, ternyata sesi tawa dan ejek-mengejek tadi sudah usai. Ia kemudian menggeleng pelan, berusaha menepis hal bodoh yang ada di pikirannya.

Gue biasa aja. Iya, biasa aja.

Caroline melepas genggaman tangan Devian dari pergelangan tangannya. Gadis itu menghentikan langkah, hingga berdiri di belakang sendiri. Membuat yang lain mengernyit dan ikut menghentikan langkah.

"Kenapa?" Devian mengangkat sebelah alisnya.

Aaron menoleh ke belakang dengan kedua tangan di saku. "Kenapa, Ro?"

"Beb Caro kenapa?" tanya Felix mengernyit.

"Beb Caro? Bang Erik bercandaan doang tadi, gak usah dipikirin," ucapnya merasa tidak enak.

Freedy menyederkan tubuhnya ke dinding kelas IPS. "Lo kenapa?"

"Caro kamu kenapa?" Yuri memiringkan kepalanya.

"Caro kenapa? Kok berhenti?" Ibum mengembungkan pipinya.

Dan terakhir, Lucy yang ikut bertanya, "Ro, are you okay?"

Ke delapan teman satu kelasnya itu bertanya bersamaan dengan gayanya masing-masing.

Sebuah hal yang dulunya Caroline anggap biasa dan cenderung mengganggu, tapi sekarang rasanya sangat menyenangkan melihat perbedaan yang ada.

Entah berlebihan atau bagaimana, tapi menurut Caroline, orang-orang seperti ke delapan orang di depannya ini, baru kali ini gadis itu temui.

Membuat Caroline yang dulunya galak dengan segala sifat yang kata orang dingin, tidak tersentuh, bar-bar, hilang berganti dengan dirinya yang lain, sama seperti ketika dia bersama mama, papanya, and absolutely Reina.

Enam belas tahun bernapas di bumi, dan ini juga pertama kalinya Caroline menerima orang baru dan membiarkan mereka masuk ke hidupnya selain Reina.

"Ro, kenapa diem?" tanya Lucy menghampiri.

Caroline tersenyum tipis sambil menggeleng pelan. Ia menggandeng lengan Lucy lalu menyenderkan kepalanya di bahu gadis itu. Memerhatikan ke depan, dengan tidak lupa menampilkan seulas senyum menawan.

"Just wanna say, thanks."

***

karena eer gabut pas jamkos, jadi up deh :ppp ayo ramein!! eer maksaa :(

salam, eerchim ibu negara di hati enchim🧕🏻💜

SMA CoganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang