chapter kali ini tuh panjangggg banget, jadi kalian bacanya pas lagi santai aja, pelan-pelan okay?🥰💙
sebelum baca jangan lupa
vote!
komen!
follow eer juga😩
share atau bantu promo cerita ini biar rame-tapi jangan di lapak penulis lain hehe
kalo rame yang entah itu vote, komen atau sekadar bertambah view, gapapa. serius, mood banget😭💙
kan kalo mood eer bagus, bisa up cepet deh😋
sekian, and-
happy reading!<33
***
Caroline terus melayangkan pukulan pada samsak tinju model berdiri di depannya. Sesekali gadis itu menendangnya, yang menyebabkan benda berisi pasir dan serbuk gergaji itu terjatuh.
Keringat mengucur deras dari pelipis gadis yang sekarang rambutnya terkuncir satu itu. Setelah menjatuhkan samsak yang kesepuluh kali dalam latihan di hari pertamanya ini, Caroline mendudukkan dirinya di rumput hijau dengan kaki diselonjorkan.
"Nih," Caroline mendongak, tersenyum tipis kala melihat Reina menyodorkannya sebotol air mineral. "Makasih."
Setelah berdiskusi lewat chat kemarin malam bersama Reina, Caroline memutuskan untuk berlatih di rumah teman kecilnya itu saja. Berhubung Reano-kakak laki-laki Reina-juga seorang athlete taekwondo yang tentunya memiliki berbagai macam alat bela diri.
Lagian, kalau di rumah Reina, kan, tidak terlalu ketahuan mama papanya.
Kalau kalian tanya dulu Caroline belajar bela diri dari siapa, maka jawabannya sang papa, tepat saat gadis itu berumur empat belas tahun. Dan itu hanya sebatas bekal untuk jaga-jaga kalau terjadi sesuatu. Lebih dari itu, Caroline belajar sendiri diam-diam, dengan ditemani Reina tentunya.
"Widiii, kenapa gak di dalem aja, nih, latihannya? Tempat latihan bang Rean aja sana, Ro, mauan di luar sini," ucap seorang laki-laki di pintu belakang rumah megah Reina.
"Gak usah, Bang. Di sini aja, sejuk soalnya," balas Caroline sambil menoleh pada Reano. Menurut gadis itu jika latihan di halaman belakang rumah, ia merasa tenang. Suasana sekitarnya terasa rindang menenangkan, apalagi selesai latihan gini. Beuh, enak banget, anginnya banyak di sini.
"Ya, udah." Reano mengangguk pelan. Netranya berpindah menatap sang adik. "Rei, gue keluar bentar. Kalo mama pulang terus nanya gue kemana, jawab aja ke tempat temen."
Reina menoleh pada Reano dengan jempol dan jari telunjuknya membentuk huruf o seraya berucap, "Oke."
Setelah kakaknya beranjak dari halaman belakang, Reina mengalihkan pandangannya pada Caroline.
"Katanya lupa cara bela diri, eh, taunya ngejatohin tuh samsak sepuluh kali," ucap Reina meledek sekaligus takjub.
"Kan bisa gitu karna seharian ini gue latihan mulu!" sahut Caroline tak santai.
Please, lah, ya, Caroline udah latihan dari jam 07.00 a.m. sampe jam 05.00 p.m. Bayangin aja, woi, dari pagi sampe sore, ya, kali dia masih kaku gerakannya, masih stuck di satu tempat!
"Ya, kan, gue ngira lo kaku gerakannya, taunya cuma butuh latihan dikit doang. Lagian, itu cukup kali buat ngelawan si penguntit, lebih dari cukup malah menurut gue," tutur Reina sambil merebahkan diri di rerumputan.
Melihat itu, Caroline melakukan hal yang sama. "Itu, mah, menurut lo, menurut gue gak. Karena gue gak tau si penguntit pinter bela diri apa enggak."
KAMU SEDANG MEMBACA
SMA Cogan
Teen FictionIni kisah tentang seorang gadis yang hidupnya dikelilingi para cogan berbeda sifat. Sayangnya, ini bukan cerita gadis polos incaran para cogan. Bukan juga cerita cewek lugu yang terjebak diantara cogan-cogan. Caroline bukan seperti itu. Dia, beda da...