23 - Pengintai

217 25 2
                                    

kindly vote and comment💙

***

Lucy menarik tote bag kanvas berwarna krem dari dalam lacinya. Gadis itu melangkah keluar, menyusul Caroline yang mungkin sekarang sudah berada di lantai satu.

Langkah gadis itu melambat ketika bayangan matanya menangkap siluet seorang laki-laki dari dalam toilet di dekat tangga.

Mungkin jika sosok itu tidak terlihat seperti berdiri mematung di depan pintu sambil menatap ke arahnya, Lucy pasti tidak akan peduli.

Secepat kilat gadis itu menoleh untuk memastikan, tetapi tidak ada siapa-siapa di sana.

Embusan angin dari ventilasi di dekat tangga tiba-tiba mengenai kulit Lucy, membuat bulu kuduknya berdiri. Gadis itu menelan salivanya susah payah.

Lucy yakin-sangat yakin malah-kalau tadi dia tidak salah lihat. Ada orang di depan pintu toilet laki-laki itu.

Tanpa memedulikan apa-apa, gadis itu dengan lari kecil menuruni tangga. Punggungnya seakan dipanggang, terasa panas seperti ada yang memelototinya dari belakang.

Seharusnya ia tadi turunnya barengan Devian dan kawan-kawan. Tapi, sudahlah mungkin hanya perasaan Lucy saja. Buktinya Caroline bisa melewati anak tangga dengan selamat.

Kini, teman sebangkunya yang galak itu berdiri menyender di pintu mobil menunggu Lucy.

Tunggu, Lucy bukannya juga selamat? Kan dia juga sampai di depan Caroline tanpa luka. Apa gadis berwajah dingin tapi manis di depannya ini juga merasakan keberadaan seseorang di toilet tadi?

"Ro," panggilnya membuat Caroline mengalihkan pandangan dari ponsel berlogo apel sedikit tergigit di bagian belakangnya, pada Lucy yang memasang ekspresi serius.

"Kenapa?"

"Di toilet yang deket tangga lantai dua itu, lo ngeliat sesuatu gak?"

Caroline mengernyit sesaat, kemudian menggeleng pelan.

Mendapat jawaban seperti itu dari Caroline membuat Lucy dilanda kecemasan.

Walau berusaha menepis jauh-jauh pikiran aneh-aneh tentang seseorang tadi-yang entah nyata atau tidak, tetap saja akal sehat gadis itu seperti terus berteriak dengan lantang, bahwa ada yang memerhatikannya.

"Kenapa emang?" tanya Caroline membuat Lucy mendongak, ia menggeleng pelan sambil tersenyum. "Gapapa, ayo pulang. Beneran gak ngerepotin, kan, Ro?"

"Apa, sih, nanya gitu? Gue mau sekalian main juga."

Lucy tersenyum tipis, ia mengeratkan jaket kulit berwarna hitam yang dikenakannya dan masuk ke dalam mobil ketika Caroline telah mengeluarkan mobil dari tempat parkir.

Ferrari putih kesayangan Caroline itu pun melaju meninggalkan area parkir SMA Cogan. Tanpa kedua gadis cantik itu sadari, sepasang mata hitam yang setajam elang memerhatikan keduanya.

Seperti singa, yang menemukan mangsa setelah berbulan-bulan tidak makan.

*****

Yuri melangkahkan kakinya bersamaan dengan Ibum yang berjalan di sebelahnya. Kedua laki-laki itu menuruni tangga dengan santai.

"Devian sama yang lain mau main kayak biasa, ya, Yuri?" tanya Ibum menolehkan kepala.

"Iya. Pulang sekolah ini kamu mau ngapain, Bum?"

Ibum menggeleng tanda tidak tahu. "Gimana kalo kita ke minimarket dulu, beli jajan, jadi pas sampe rumah ada temen baca buku," kata Yuri memberi saran.

SMA CoganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang