Harta yang sesungguhnya kita punya bukanlah materi, melainkan sebuah rasa sayang dari orang yang dikasihi.
***
Akhir Oktober, 2021.
Sebenarnya April tidak bisa marah berlama-lama seperti ini pada sahabatnya. Ia hanya ingin Fira menyadari kesalahannya saja untuk beberapa hari. Akan tetapi, sudah seminggu dan April baru memulai kalimat pertamanya tadi pagi.
Aprilia Faranisa memang marah, tetapi kasih sayangnya lebih banyak. Ia ingin memulai kata lebih dulu, tetapi tetap saja egonya meminta mengulur waktu lebih lama. Namun, untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun bersahabat, baru kali ini ia terlalu mengkhawatirkan Fira.
Sore belum terlalu menua, bahkan garis-garis jingga di sela-sela mega belum juga kelihatan. Gadis berambut pendek itu ingin sekali memperbaiki hubungannya dengan Fira. Ke kafe. Mungkin kesempatan yang diajukan sahabatnya itu bisa menjadi salah satu solusi. Ia akan mengejutkan sahabatnya itu dengan panggilan tiba-tiba.
Namun, ada satu hal janggal. Selama di kampus, April sama sekali tak melihat atau menemukan Fira di mana pun. Padahal ia tahu sendiri jika Fira punya beberapa kelas hari ini. Gedung fakultas mereka juga tidak terlalu jauh. Belum lagi biasanya Fira yang selalu berusaha berbaikan padanya. Tidak mungkin, kan, gadis itu tiba-tiba saja menjadi makhluk tak kasat mata hari ini?
Di ambang pintu kamar asramanya, sebelah tangan April menggenggam gawai, sedangkan tangan yang lain hendak menggapai handle pintu yang tertutup rapat. Jika memang Fira tidak bisa ditemukan di setiap sudut kampus, maka pilihan satu-satunya adalah menghubungi. Biar saja ia kena ledek habis-habisan. Lagi pula tidak ada yang akan merasa dirugikan kalau mereka berbaikan, kembali seperti dulu.
"Nomor yang Anda tuju tidak dapat menerima panggilan-"
Dahinya berkerut. Gawai diturunkan, layarnya yang masih menyala diperhatikan lamat-lamat. Tidak biasanya Fira mengabaikan panggilan April seperti ini. Gadis itu lantas mencoba beberapa kali sembari memasuki kamar, tetapi tetap saja panggilannya berakhir dengan suara operator wanita.
"Apa Fira masih ada kelas?" ucapnya dengan kerutan di sekitar dahinya yang masih belum juga meluntur.
April mendesah lelah, masih terus berusaha menghubungi Fira sebab seketika teringat jika gadis itu tak pernah punya kelas hingga sesore ini. Belum lagi dadanya terus menyeruakkan kekhawatiran yang amat sangat kentara. Namun, begitu menatap ke arah meja belajar, matanya membelalak. Bingung sekaligus terkejut.
Di bawah meja belajar, di sela kaki-kaki meja dan kursi, sesuatu mengeluarkan cahaya; seperti layar gawai. April berjalan mendekat, diam-diam berharap jika penglihatannya tak menafsirkan jika benda tersebut benar-benar ponsel milik Fira.
Sayangnya, hal tersebut memang benar. Begitu April mencoba menghubungi Fira lagi dan benar saja, gawai yang masih tergelatak di sela-sela kaki-kaki kursi dan meja itu menunjukkan namanya. Tidak ada dering panggilan, ponselnya dalam mode diam.
"Kenapa HP-nya ditinggal?"
Dengan pikiran dan dada yang berkecamuk, gadis berambut pendek itu mengambil dan mengamati gawai Fira lamat-lamat. Kekhawatiran yang terus membayangi selama di kampus semakin menjadi-jadi saja.
Sementara di luar jendela yang tertutup rapat dengan tirai yang tersingkap, angin mencoba menggedor-gedor kaca jendela melalui ranggasan ranting pohon yang daunnya hampir seluruhnya berjatuhan. Menghantarkan lebih banyak kegelisahan ke dalam kamar yang hening itu.
Aprilia Faranisa menaikkan wajahnya, menatap jendela dengan air muka berkerut risau yang kentara. Kamu ke mana, Ra?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Hours [ completed ]
RomanceZhafira Freya pikir hubungannya yang berjalan terlalu mulus dengan Arya Alvaro adalah sebuah kabar baik. Nyatanya, hubungan jarak jauh adalah jatuh yang paling cocok untuk mereka. Tanpa panggilan masuk, tanpa panggilan keluar, atau pun pesan yang se...