[fh · 34] - the wind may give you too much strength to keep running

39 8 1
                                    

Awal Maret, 2022.

Langkah-langkah diayun terlalu kuat, jejak-jejak di atas tanah mengudarakan debu lantas ikut dibawa pergi bersama angin yang bertiup riuh dan terlalu cepat. Ada apa dengan langitnya? Ke mana hilang cahaya mentarinya? Baik untuk wajah maupun nabastala, seharusnya tidak ada yang perlu menangis sekarang juga.

Zhafira masih tidak mengerti. Ia tidak mendengar retakan di hati, tetapi nyeri terus-menerus menggerogoti. Kaki-kakinya ingin terus berlari, ke mana saja asal pergi jauh sekali. Ke mana saja, asal menghindar dari wajah yang dulu melanglang sekarang telah kembali. Fira hanya ... masih belum menyiapkan diri untuk ini.

Gerumuhnya adalah pertanda tangis akan segera luruh, jatuh. Lantas ketika kilat di angkasa tampak mengakar menemui bentala, gerimis luntur, setitik air merosot pula dari mata. Fira berdiri di bawah sebuah pohon bintaro yang tumbuh di tepi trotoar. Kakinya lelah, tetapi masih tetap ingin terus berlari. Ia ingin meraung sejadi-jadinya, tetapi barangkali berlari adalah hal yang tepat untuk mengubur pekiknya yang perih.

Ada apa dengan semesta hari ini? Mengapa tiba-tiba membuatnya terus berlari? Mengapa membuat matanya menganak sungai tak henti? Padahal, sebenarnya semesta hanya mengabulkan salah satu dari sekian banyak mimpi. Seharusnya Fira tidak menjadi seperti ini.

"Rara ...." Ada getar di suaranya. Napas itu barangkali ikut tercekat sebab masih tak percaya dengan apa yang terpampang nyata di depan mata. Sama halnya seperti Fira.

Ini salahnya angin, dia yang memberi Fira kekuatan untuk menjejakkan kaki terlampau cepat untuk meluruhkan emosi yang terlalu menyakiti. Padahal, ketika nama panggilan khusus itu disebut, Fira ingin menghambur, meleleh di dalam dekapan ayahnya yang setelah sekian lama akhirnya dipertemukan kembali. Namun, tidak. Kata sebelah bagian dari sudut hatinya yang bersarang laba-laba, Fira belum siap untuk itu. Jadi, ia harus berlari dari mimpi yang nyatanya harus kembali menunggu.

Gadis itu tentu masih ingat kapan terakhir kali ia menatap manik mata yang hampir serupa tumpahan madu, wajah yang meskipun tak marah atau tersenyum tetap saja kerut-kerutnya tampak jelas. Terakhir kali saat ia menginjak kelas tiga sekolah menengah pertama. Alasan kepergian itu adalah ingin mencari pekerjaan yang lebih baik, tetapi setelahnya dia menghilang seperti asap yang tertiup angin.

Ayahnya kembali setelah sekian waktu yang terlewat bergerak terlampau perih.

Bukankah seharusnya Fira tak lari seperti ini? Terseok-seok di trotoar yang memanjang lurus dengan wajah terus meluruhkan banjir, berdesersi seperti orang yang tidak mengerti di mana jalan pulang sesungguhnya. Fira seharusnya mendekap tubuh itu, menyalurkan rindunya yang terus tertumpuk tinggi, tetapi kakinya malah memilih berlari menjauhi. Sayang sekali, rindunya berubah kian menyakiti hati.

Langkah yang bergerak terlalu cepat membuat suara gaduh pada ubin kayu di bawah kaki. Fira berhenti berlari begitu sampai di tikungan dekat kamar asramanya. Napas tidak beraturan, wajahnya menganak sungai, merah dan bengkak menghiasi. Sesekali isak-isak ngilu yang lolos dari bibirnya menodai siulan angin yang membawa guyuran gerimis lembut.

Sudah sejauh apa sebenarnya ia berlari? Saking tak sadarnya, gadis itu bahkan sudah menginjak lantai asrama yang kecoklatan. Mengayunkan langkah pelan pada seorang gadis lainnya yang tangannya hendak mencapai hendel pintu. April terpaku, barangkali masih tak percaya jika Fira berdiri di hadapannya dengan kondisi hampir serupa dengan hari ketika ia menghilang saat kabar bundanya meninggal membubung, meski keadaannya hari ini tidak seburuk itu.

"Fira?" Jelas, ada risau yang terlalu kentara di suara dan gurat-gurat halus wajahnya. Dua pasang kaki melangkah saling mendekati. "Kamu kenapa? Randi mana? Bukannya kamu---oh." Gadis berwajah oriental itu menarik Fira, tangan lainnya membuka daun pintu. Membawa gadis itu masuk dengan cepat sebab berbicara di luar saat ini seolah memang bukanlah waktu yang tepat.

Forever Hours [ completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang