[fh · 10] - tell me not to fall, but you don't fall either

78 13 2
                                    

Pertengahan Oktober, 2018.

"Ini udah malem, Arya. Kamu kesambet apa?"

Udara dingin yang membekukan kulit masih terasa akibat hujan yang turun sepanjang hari. Di bawah naungan langit malam berhias bintang satu dua, mereka duduk di pinggir lapangan sepakbola beralaskan rerumputan lembap. Dengan penerangan yang berasal dari tiang lampu terdekat, sesekali dua remaja itu mendengar kumpulan jangkrik bersuara saling bersahutan; memecah heningnya malam yang dingin.

"Enggak pa-pa. Aku cuma rindu kamu aja." Seolah tak ada beban saat Arya melontarkan sahutannya.

Lelaki itu menoleh sebentar pada Fira lalu kembali memaku tatap pada langit. Gadis itu melihat sekilas jika sudut bibir Arya naik sedikit. Bintang tak lagi muncul satu dua, awan berarak menjauhi lalu berganti cahaya-cahaya bintang yang sedikit memberi warna di pucuk kepala mereka.

Fira menggeleng tak habis pikir, tetapi seulas senyum tipis muncul di bibirnya. Sejak beberapa pertemuan terakhir, Arya seolah selalu memberinya godaan-godaan yang membuat pipinya memanas. Gadis itu benar-benar tidak tahu apa isi kepala Arya.

Bahkan hari ini, Arya tiba-tiba sudah ada di depan pintu rumahnya saat senja baru saja habis. Padahal, Fira baru saja pulang dari tempat kerja bundanya untuk membantu. Setelah meminta izin pada Nita, di sinilah kedua remaja itu sekarang. Duduk bernaung pada gelapnya nabastala yang memunculkan satu persatu bintangnya, beralas rerumputan lapangan yang tak jauh dari rumahnya, sama-sama membaui petrichor yang menenangkan jiwa.

"Lagipula ini belum malem banget. Bahkan belum jam tujuh," lanjut Arya yang masih menatap hamparan langit di atas sana; memeluk lutut dengan ulasan senyum tipis yang seolah urung meluntur.

"Oh, iya. Aku ada sesuatu."

Arya merogoh tas kecil yang ia bawa. Lantas dengan cepat, membuat tangan Fira menengadah. Dua kuntum bunga kamboja merah merona sudah ada digenggamannya. Bunga yang hampir sama dengan yang beberapa waktu lalu gadis itu terima. Fira menatap bunga yang kelopaknya bergerak-gerak akibat tiupan angin ringan, lalu beralih pada Arya. Gadis itu tersenyum, tetapi juga berkerut heran.

"Malem-malem gini? Kamu enggak takut didatengin kuntilanak?" Fira menaikkan alis kirinya; bersuara dengan nada main-main.

Lelaki dengan tubuh berbalut kemeja hitam putih kotak-kotak itu menderaikan tawa. Matanya sampai menyipit. "Kamu masih percaya sama mitos itu?" Arya berdeham. "Aku enggak ngambil dari kuburan, kok."

"Tapi ngambil dari luar pagar pemakaman umum," sambung Fira.

Arya tertawa lagi, memecah hening komplek di dekat rumah Fira yang selalu berselimut sepi kala malam sudah menjelang. Biasanya para penghuni lebih memilih mengistirahatkan diri di dalam rumah atau barangkali baru pulang tengah malam dari tempat kerjanya.

"Kenapa kamboja, Ya?"

Derai tawa berhenti mendadak. "Hah? Gimana?"

Fira masih betah menatap helai kelopak kamboja yang bergoyang-goyang di genggamannya. Semilir angin sedari tadi tak henti bertiup lembut, membuat tak hanya bunganya yang bergoyang, anak-anak rambut gadis itu juga ikut bergerak kesana-kemari.

Kepalanya tergerak menoleh pada Arya yang dahinya berkerut. Gadis itu menghela napas pendek sebelum bersuara. "Kenapa ngasih kamboja di saat cowok lain ngasih mawar?"

Arya bergumam panjang, pandangannya menerawang. "Mawar itu terlalu umum. Nggak asik." Ia menatap langit sebentar, lalu memaku tatap pada gadis di sebelahnya. "Lagipula aku juga udah bilang, kan, filosofinya sama kamu."

Forever Hours [ completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang