[fh · 37] - where could i move on to?

66 10 0
                                    

but forgetting someone
may not be as simple as you'd imagine.
to get you off my mind
is not the same as just hitting delete.
i need some time
for the wound to heal a bit.
[1]

***

Maret - April 2022.

"Fira!" pekik seseorang dari kejauhan. Lantas kemudian, dengan cepat derap-derap langkah yang mencumbui paving block terdengar mendekat. "Fira ..., tunggu." Itu katanya ketika setelah berhenti berlari, memegangi pinggang, dan berusaha mengatur napas yang berantakan.

Zhafira Freya mengembuskan napas terlalu panjang dan berat. Ia pusing sebab semalam mengerjakan tugas-tugas dengan tenggat mendadak dan belum cukup tidur. Ia pening dan laki-laki di depannya ini pasti akan berusaha mengacaukan hatinya lagi. Sial sekali tidak ada April atau pun Randi bersamanya. Fira akan sulit melewati laki-laki keras kepala ini.

"Aku panggilin kamu dari tadi, tapi kamu nggak nyaut juga," gerutu Arya.

Laki-laki dengan jaket denim kebiruan, pun celana denim berwarna senada itu berusaha mengatur napasnya lagi meski tidak seberantakan beberapa waktu lalu. Ransel hitamnya disampirkan ke depan. Setelah merogoh-rogoh, ia mengeluarkan sebuah botol kaca bening dengan beberapa kuntum kamboja merah muda di dalamnya.

Arya tersenyum simpul, menyodorkan botol itu pada Fira. Namun, tangannya hanya dibiarkan mengambang lama tanpa diberi aksi apa pun kecuali tatap yang terlalu lama.

Hari beranjak siang. Meski mentari betah bersembunyi di balik kungkungan mega sesekali, tetap saja hari masih bisa dikatakan cerah. Koridor kampus memang tidak ramai, tetapi perlakukan Arya jelas mengundang perhatian para mahasiswa yang lewat di sana.

"Kenapa, Arya?"

Sejujurnya, Fira bukan hanya sekadar ingin mendapat sepenggal jawaban terlampau singkat. Ia ingin penjelasan panjang lebar mengapa bisa-bisanya laki-laki itu masih melakukan hal yang sama serupa ketika mereka masih sekolah menengah.

"Kenapa kamu masih ngelakuin hal kayak gini?" tanya Fira lagi. Maniknya berkilat penuh penuntutan, membuat senyum di wajah Arya perlahan meluntur.

Lebih dari itu, Fira juga ingin tahu mengapa. Apa yang membuat laki-laki itu tidak dapat ditebak pemikirannya? Bukankah di awal Februari lalu Arya baru saja mematahkan harinya dengan mendekap kekasih baru? Lantas mengapa sekarang ia malah diperlakukan seolah ingin dibawa kembali menjadi pemeran utama?

Fira tahu jika sepersekian detik sebelum senyum lembut itu terulas di wajah Arya, ada binar kebingungan yang berkabut di matanya. Terlampau bangat binar di manik jelaga itu berubah hangat dan sarat akan permohonan, terutama ketika sebotol penuh berisi kamboja merah muda kembali diangsurkan.

"Aku udah bilang, kan? Aku masih sa---"

"Arya," potong Fira. Gadis itu mendesah panjang, bentuk lain dari protes ketika laki-laki di depannya ini datang tanpa harap. Lebih dari itu, sebenarnya Fira hanya masih takut. "Kamu nggak bisa ngelakuin hal ini, Ya. Jangan pernah lagi."

Zhafira Freya menatap singkat saja kala wajah yang dipahat riang itu sekonyong-konyong beralih menjadi agak kecewa. Dua tiga mahasiswa yang melewati mereka berganti menjadi tak terkira, menatap dengan pandangan yang gadis itu takutkan sejak lama. Langkah hampir diayun menjauh, tetapi sepenggal ucap membuat Fira kembali memaku. Ia gemetaran; takut dan risau di saat bersamaan.

"Kenapa?" Nadanya terlalu tinggi, bentuk keluhan yang seharusnya lebih baik dilontarkan untuk dirinya sendiri. Botol kaca tak lagi berusaha diangsurkan, dibiarkan digenggam sebelah tangan di samping tubuh. Barangkali Arya hampir menyerah karena Fira tak juga kunjung menerima. "Seharusnya masih ada kesempatan buat memperbaiki semuanya, kan, Ra? Aku seharusnya masih punya kesempatan itu. Aku yakin kamu mau ngasih, tapi kamu cuma ragu."

Forever Hours [ completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang