[fh · 19] - are you waiting for another surprises?

51 11 0
                                    

And I might never get there,
but I'm gonna try.
If it's ten thousand hours
or the rest of my life. [1]

***

Pertengahan November, 2021.

Terlampau panjang jarak yang diulur nyatanya malah makin membuat seseorang tergerus rasa percayanya. Meskipun sebelah sisi hatinya berkata jika sang kekasih baik-baik saja atau tetap pun menaruh setia yang sama, tetap saja ada sudut lain yang berkata sebaliknya. Bahkan ketika kita tahu bahwa seseorang yang sudah jelas baik-baik saja pun, tidak ada yang pernah berjalan dengan tepat semestinya.

Malam masih terlalu dini, bahkan garis-garis jingga yang tergambar di balik jendela setengah terbuka itu masih tampak sedikit-sedikit. April belum pulang, katanya masih sibuk mengerjakan laporan bersama teman-teman sekelompoknya. Jadilah Fira yang sendirian di asrama. Mengerjakan tugas juga, tetapi secara mandiri.

Kamarnya sama sekali tak hening, ada berbagai macam nada yang mengudara di sana. Gesekan pensil dengan kertas, kaki kursi yang tak sengaja menggores diri ke ubin kayu, siulan angin yang menampar ranting-ranting ke jendela, serta ... denting piano dan bait-bait nada yang mengudara dari gawainya.

Dan ponselnya melantunkan lagu 10,000 Hours.

Tidak. Gadis itu mungkin terlihat masih dengan gadis yang sama dengan gadis yang sebulan lalu masih meratapi kepergian kekasihnya. Namun, sekarang ia sudah sedikit berbeda. Padahal, sebelumnya Fira hanya memutar lagu-lagu milik Ariana Grande, Demi Lovato, Taylor Swift, Olivia Rodrigo atau apa pun yang penyanyinya wanita. Bisa-bisanya sekarang malah memutar lagu penyanyi pria.

Gawainya pasti sedang punya masalah sendiri hingga harus mengudarakan lagu itu lagi setelah sekian lama.

Fira berhenti menggores pensil, kepalanya tertarik menoleh pada ponselnya yang tergeletak di atas ranjang. Perasaan itu datang lagi. Rindu menyelimutinya kembali. Namun ia hanya menatap, tak berniat menghentikan atau menukarnya.

Angin di luar kamar bertiup agak riuh, mengembalikan kesadarannya dengan cepat. Jendela terbuka-tertutup terburu-buru, tirai putih bergambar bunga lily mengayun ke sana-kemari, dan kertas-kertas desain setengah jadinya ikut berhamburan ke ubin kayu.

Fira buru-buru menutup jendela, menatap sekilas pada langit yang gelap; tak ada bintang dan bulan. Sepertinya hujan akan turun deras malam ini mengingat beberapa hari terakhir hujan batal menangis. Entah juga jika menunggu momen yang tepat lagi, menunggu insan berselimut duka kembali.

Ada helaan napas berat begitu menatap ubin kamarnya yang benar-benar berantakan. Gadis itu mengumpulkan dengan sekali hentakan dan menumpukannya bersama diktat kuliah di sudut meja.

Baru saja hendak kembali menyamankan diri di kursi, pikirannya tertuju pada April. Sahabatnya itu belum pulang jam segini, padahal hujan sepertinya akan menghujam bumi hingga esok hari. Fira bangkit lagi, menghampiri gawainya yang sekarang tak lagi mengudarakan lantunan lagu apa pun. Sepertinya sudah selesai mempermainkan hati seseorang.

"Kamu di mana, April?" Fira mendengar suara sahabatnya yang berceloteh panjang, ia berdecak sekali. "Nggak takut. Cuma udah mau hujan, nih."

Gadis dengan rambut berkucir itu mendesis tak suka sembari merotasikan matanya. "Dibilangin juga. Kamu nggak bawa payung, tuh." Ia menatap sudut di dekat pintu, dua payung tergeletak di sana. "Kalau kamu basah sampai asrama, aku nggak kasih kamu masuk."

Napas dihela lelah kembali, Fira menatap layar gawainya yang sudah menunjukkan sambungan terputus. Jika sudah mengomel, ia yakin seratus persen April akan cepat sampai di asrama. Namun, lebih dari itu, ada hal lain yang tertangkap di matanya.

Forever Hours [ completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang