Part 46. Kembali ke rumah

106 35 97
                                    

[UTAMAKAN VOTE SEBELUM MEMBACA!]

Happy reading...

*****

"Kamu dari mana aja Lean?" tanya Maira yang tidak mendapati Lean di kamarnya dan saat keluar kamar ia melihat Lean yang berada di depan pintu.

"Cari udara segar," jawab Lean. Benar apa yang dibilang oleh dokter kalau Lean sedikit kehilangan ingatannya. Lean sama sekali tidak mengingat kenapa dirinya bisa berada di rumah sakit. Dan tentang buku yang disobek oleh omahnya, Lean juga tidak ingat.

"Kenapa gak bilang sama Ibu? Ibu kan bisa temenin kamu." Lean tidak membalas ucapan Ibunya. Maira pun membantu mendorong kursi roda Lean dan membawanya masuk ke kamar.

"Kondisi kamu belum sepenuhnya pulih. Jadi kamu jangan ke mana-mana dulu, apalagi sendirian. Kalau kamu bosen di kamar, kamu bisa minta Ibu, ayah, atau omah buat nemenin kamu." Maira memberi nasihat kepada Lean dengan nada lembut.

Lagi-lagi Lean terdiam tak membalas ucapan Ibunya. Namun Maira memakluminya. Mungkin Lean belum terbiasa dengan hal ini. Apalagi dia yang tiba-tiba berada di rumah sakit dan tidak tau apa penyebabnya.

Semakin Lean mengingatnya, kepalanya pasti selalu terasa sakit.

"Ya udah, sekarang kamu istirahat." Maira menaikkan selimut sampai sebatas pinggang ketika Lean sudah berbaring di tempat tidurnya.

*****

Dua hari kemudian, Ali diperbolehkan untuk pulang ke rumah karena kondisinya yang mulai stabil. Hanya saja tangannya yang masih dipakaikan gips.

Ali juga sudah tidak betah jika harus berlama-lama di rumah sakit. Apalagi senin besok dia akan menghadapi ujian akhir semester.

Saat ini, Anna sedang merapihkan pakaian Ali selama dia menginap di rumah sakit lalu memasukkannya ke dalam tas besar.

"Bang Ali!" Tiba-tiba pintu terbuka menampilkan sosok laki-laki dengan dua perempuan di belakangnya.

Reza berlari ke arah Ali dan langsung memeluknya. Cia, Anna, dan Dita geleng-geleng kepala melihatnya.

Setelah melepas pelukannya, tatapan Reza beralih pada gips yang terpasang di tangan Ali. "Separah itu ya, Bang?" tanyanya sambil meringis pelan.

Ali yang mengerti maksud ucapan Reza langsung terkekeh pelan. "Gak sakit kok. Abang kan kuat," ujarnya sambil memamerkan otot lengan kirinya.

"Mau coba nulis di sini gak?" tawar Ali sambil menunjuk gipsnya. Reza mengangguk dengan cepat. Ali langsung memberikan spidol pada Reza.

Ali sedikit membungkukkan badannya agar Reza bisa sampai tanpa harus berjinjit. Reza pun segera menuliskan sesuatu di sana.

Harusnya yang pertama menulis di gipsnya adalah Cia. Tapi, Ali gengsi untuk mengatakannya pada Cia. Mengingat hubungan mereka sedang tidak baik-baik saja.

Reza ganteng gak ada yang nandingin.

Ali tertawa melihat apa yang ditulis oleh Reza. Ada-ada saja bocah SD itu.

"Kenapa? Gapapa kan nulis ini?" tanya Reza bingung melihat Ali yang malah tertawa.

"Reza ... Reza. Harusnya kamu tulis 'cepat sembuh' buat Ali di sana," ujar Dita memberitahu Reza. Reza menggaruk pelipisnya yang tak gatal sambil tersenyum kuda.

"Udah-udah gapapa. Reza doang nih yang beda dari yang lain," timpal Anna sambil tertawa. Semuanya pun ikut tertawa.

"Oh ya. Cia kamu mau nulis sesuatu juga di gipsnya Ali?" Ucapan Anna membuat Cia menghentikan tawanya dan seketika terdiam. Lalu melirik Ali untuk meminta jawaban apakah boleh atau tidak.

Ali si pemilik gips itu malah mengalihkan pandangannya dari Cia dan tidak menjawab apapun.

"Ayok, Cia," ucap Anna sambil menyerahkan spidol pada Cia. Dengan ragu, Cia berjalan mendekati Anna dan mengambil spidol itu.

Lalu berjalan mendekati Ali. Ali hanya diam saja saat Cia menghampirinya. Sadar kalau dirinya lebih tinggi dari Cia, Ali langsung duduk di atas kasur agar memudahkan Cia untuk menulis.

Tanpa lama lagi, Cia langsung menunduk dan mulai menulis sesuatu di sana.

Diam-diam Ali melirik Cia yang sedang fokus menulis. Rambut Cia yang tergerai dan jatuh ke bawah membuat Ali salah fokus.

Ali langsung mengalihkan pandangannya saat Cia sudah selesai menulis.

"Udah?" tanya Anna. Cia pun mengangguk. "Ya udah, yuk kita pulang," ujarnya dan lebih dulu beranjak keluar ruangan lalu diikuti oleh Dita dan Reza.

Sedangkan Ali dan Cia masih berada di sana. Keduanya sama-sama canggung. Sekilas Ali melirik Cia yang lebih pendek darinya. Lalu Cia pergi begitu saja meninggalkannya.

Ali pun segera menyusul. Sambil berjalan, matanya menunduk melihat kata-kata yang ditulis oleh Cia di gipsnya.

Get well soon, Ali:)
Jangan marah, pliss:"(

*****

Cia termenung di dalam kamarnya sambil memegang sebuah boneka wonder woman pemberian dari Ali tempo hari.

Semenjak pulang dari rumah sakit, Ali tidak lagi mengajaknya mengobrol, menyapa pun enggan. Iyaa, Cia paham. Sikap Ali yang berubah seperti itu pun memang gara-gara dirinya.

Tapi, Cia sudah meminta maaf pada Ali dan merasa sangat bersalah. Cia menghela napasnya panjang. Sepertinya permintaan maaf kurang untuk Ali.

"Arrgghh! Kenapa sih, lo diemin gue, Li? Gak nyaman tau gak? Hidup gue serasa hampa tanpa lo." Cia berbicara pada bonekanya seolah itu adalah Ali.

Jangan katakan kalau Cia lebay, kalau Cia terlalu berlebihan. Saat ini dia memang sedang merasakan hal itu.

"Lo jailin gue lagi juga gapapa, Li. Lo mau bikin gue nangis juga gapapa. Gapapa, Li gapapa. Asalkan lo gak diemin gue kayak gini." Rasanya Cia ingin menangis saja. Tapi air matanya tidak ingin keluar. Alhasil Cia mengeluarkan curhatannya pada boneka itu saja.

Tok tok tok!

"Cia, mamah boleh masuk?"

"Masuk aja!" Setelah mendapat persetujuan dari pemilik kamar, pintu terbuka dan menampilkan Dita yang sedang tersenyum padanya.

Cia langsung menyembunyikan bonekanya di bawah bantal ketika Dita berjalan mendekatinya dan duduk di tepi ranjang.

"Ada apa sih? Mamah denger tadi kamu kayak ngomong sendiri di kamar?"

"Gapapa, Mah," jawab Cia dengan memasang senyumnya.

"Oke kalo kamu gak mau cerita. Oh ya, Mamah mau tanya sama kamu. Kamu lagi ada masalah, ya sama Ali?" Cia diam tidak menjawab pertanyaan Dita.

"Mamah anggap diamnya kamu berarti iya, kamu lagi ada masalah sama Ali. Coba cerita sama Mamah, gara-gara apa?"

Cia rasa ini adalah waktu yang tepat untuk membicarakan masalahnya dengan Ali pada Mamahnya.

Cia menghela napasnya lebih dulu lalu menatap Dita dengan serius. "Mamah tau, ayah Ali itu siapa?" tanyanya membuat Dita langsung terdiam.

*****

Tbc...

ALICIA✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang