12

574 66 18
                                    

MALIK DAN PELIK

Hari itu, dimana Satria mengantar pulang Daru selamat sampai pintu rumah Daru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari itu, dimana Satria mengantar pulang Daru selamat sampai pintu rumah Daru. Tidak terjadi apa-apa seperti yang Daru harapkan. Rumahnya pun tampak kosong tanda tidak ada orang di dalam.

Sejak saat itu juga hubungan ke-6 anak adam yang awalnya sangat gencar berselisih mulai terlihat hilal damainya, tapi belum bisa disebut sepenuhnya berdamai. Mungkin sedang berproses.

Seperti saat ini Tama dan Joan tampak berpapasan dengan Jovan dan Elang yang sedang mengantri membeli makanan. Joan terlihat menyapa Jovan yang dilihatnya masih mengundakan alat bantu penyangga tangan dan beberapa perban kecil di wajah.

"Udah mendingan Jov?" tanya Joan sambil memperhatikan perban ditangan Jovan.

"Lumayan. Ini bisa sekolah Kang"

"Bisa jalan?" tanya Joan lagi.

"Bisa lah, yang patah tangannya bukan kakinya" ini bukan jawaban dari Jovan, melainkan dari Tama yang menjawab dengan nada kesal khas-nya, merasa kesal dengan pertanyaan tak masuk akal dari Joan.

"Gue nanya Jovan, bukan lo"

Jovan hanya terkekeh, kemudian menjawab pertanyaan Joan seadanya "Bisa".

"Ya udah, kapan-kapan jalan yuk"

Elang yang sedang mengantri somay gilirannya sambil asik menegak minuman isotonic ditangannya, jadi tersedak, merasa kaget dengan kalimat yang dilontarkan oleh Joan. Bukan hanya Elang dengan ekspresi berlebihannya, kini Tama pun ikut merasa mual dan menunjukan ekspresi siap muntah, merasa jijik dengan ucapan sahabatnya itu.

"Lo tuh kesini mau beli somay apa ngegombal sih anying?" dengan kesal Tama menoyor kepala Joan.

"Ngapa sih lo sensitif amat kayak pantat bayi?" Joan menjawab dengan bersungut-sungut, tak terima kepala gantengnya terkena toyoran Tama.

"Yuk balik meja Jov, muka si Fauzan udah sepet nunggu kita kelamaan" ajak Elang sambil sesekali melirik ke arah meja anggota CAU 97.

Jovan jadi ikut melirik, dan benar saja tatapan Fauzan sudah seperti anak kecil yang kesal tak dibelikan kinderj*y, "Kita duluan Kang".

Namun langkah Jovan di hadang oleh Joan, membuat Elang maupun Tama berdecak merasa kesal, Mau apa lagi manusia setengah tiang listrik ini?

"Et bentar dulu dong buru-buru amat"

"Itu anak-anak udah nunggu di meja Kang, gak enak kalo kelamaan" jabwab Jovan, berusaha mati-matian menjawab dengan halus.

Joan jadi melirik ke arah meja anak-anak CAU 97, dan terlihat dengan jelas bahwa mereka sedang melihat ke arahnya dengan ekspresi kesal.

"Oh itu, ya udah gabung aja sama meja anak BK96" Joan berucap dengan enteng, berbanding terbalik dengan reaksi 3 orang lainnya yang tampak terkejut kemudian melongo tak percaya dengan ucapan Joan.

Ruang Tanpa RencanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang