Tadinya Tama, Satria dan Jovan berencana membolos pelajaran saja dan keluar sekolah lewat jalan pintas di area belakang sekolah yang biasa digunakan untuk keluar sekolah saat akan membolos pelajaran, dari pada kembali ke kelas dengan keadaan Satria yang sedikit babak belur dan Tama yang berantakan kan? Lebih baik mereka membolos. Namun hal itu tentu saja ditentang keras oleh Daru. Ketiga orang ini benar-benar gila, mereka dengan tanpa beban merencanakan taktik bolos didepan Sekretaris Umum Osis yang jelas-jelas memegang Death Note nya Sekolah alias 'Buku Merah'.
Setelah ketiga-nya mendapat bentakan dan ceramah panjang lebar dari seorang Akang Osis yang terkenal galak seantero sekolah. Keempat-nya memutuskan untuk pulang dengan cara siswa teladan seperti seorang Daru Raditya Caka. Daru memutuskan untuk meminta izin Petugas Piket Sekolah agar mereka bisa pulang tidak mengikuti jam pelajaran dengan izin dari Sekolah.
Karena Daru yang meminta izin mereka ber-empat diizinkan untuk pulang tanpa banyak pertanyaan. Membuat ketiga orang lain dibelakang Daru berdecak. Bisa-bisanya jika Daru yang meminta izin segalanya dipermudah. Coba saja jika yang meminta izin Tama, Satria dan Jovan. Sudah pasti mereka akan diminta kembali ke kelas atau yang lebih parah akan di hukum karena masih berkeliaran saat bel masuk sudah berbunyi sejak 30 menit yang lalu.
"Pilih kasih banget sih Bu. Giliran Daru yang izin langsung diizinin, dulu saya minta izin pulang gak segampang ini" Satria mulai berkomentar.
"Tau tuh si Ibu, Pancasila point ke-5 hanya berlaku bagi Osis di sekolah ini" Jovan Ikut berpendapat.
"Masalahnya kalian ber-tiga sudah izin ke Petugas Piket sebanyak 30 kali lebih, bahkan Ibu sampai hafal Nama, Kelas dan alasan kalian izin" Ibu yang menjaga Ruang Piket di meja depan tampak menjawab dengan wajah datarnya.
"Ya tapi kan-" Tama sudah bersiap menyanggah ucapan Ibu itu namun kembali disanggah,
"Kalian ber-tiga mau saya izinkan pulang atau cuma Daru? Diam atau saya cabut izin kalian?" Ibu ini mengancam dengan wajah galaknya, membuat ketiga pemuda dihadapnnya mengangguk patuh.
Kemudian Ibu Penjaga Piket barusan beralih menatap Daru, mengganti wajah galaknya dengan senyuman manis yang tentram sambil menyodorkan Surat Perizinan itu "Daru ini suratnya, jangan lupa yang satu di antar ke kelas dan yang satu lagi dibawa kerumah ya"
"Terimakasih sudah dizinkan Bu, kami ber-empat izin pamit ke kelas ya Bu" Daru menjawab dengan senyum ramah dan diakhiri dengan menyalimi tangan Ibu tadi dan sedikit membungkuk, benar-benar murid teladan.
Baru saja Tama, Satria dan Jovan hendak beranjak menyusul kepergian Daru, langkah mereka terhenti oleh tatapan galak si Ibu tadi, "Kalian gak salim sama saya?".
"Ah iya bu" Mereka menjawab dengan cengiran canggung dan dilanjut menyalimi tangan si Ibu.
Baru saja mereka akan kembali beranjak tatapan horor si Ibu mengarah pada baju seragam ketiganya yang tidak dimasukan "Masukan seragam kalian sekarang, cepat" dengan malas ketiganya menuruti perkataan si Ibu dan beranjak pergi dari sana untuk pergi ke kelas sebelum mereka pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Tanpa Rencana
Teen Fiction"Denger baik-baik ya tuan Bagaskara, gue normal dan akan tetap begitu" -Daru Raditya Caka "Inget ini ya calon nyonya Bagaskara, gue bakal berjuang sampe lo bener-bener jadi pihak bawah" -Satria Bagaskara "Disekolah ketua angkatan 97, diluar sekolah...