Sebuah Hubungan

11 2 0
                                    

Setelah tadi sempat terjebak macet akhirnya mobil Dewa sampai di depan rumah Tabia. Sepanjang perjalanan hanya keheningan yang menyelimuti mobil roda empat itu.

Dewa sedikit menyesal karena gegabah mengutarakan perasaan terhadap Tabia. Pembicaraan di mall tadi bahkan di luar kehendak Dewa. Dewa sudah lama tidak mendekati gadis makanya saat Tabia menanyakan maksud dirinya mendekatinya secara spontan dia mengatakannya.

Sedang Tabia tak tahu harus bersikap seperti apa. Tabia tahu kalau Dewa menaruh rasa terhadap dirinya. Dan hal ini terjadi bukan salah Dewa ini karena dirinya yang memulai situasi ini.

Tabia memutuskan turun karena dia takut jika nanti ayah atau bundanya tahu bisa panjang urusannya. Dewa pun ikut turun dari mobil.

"Jangan terlalu dipikirkan." Ucap Dewa menenangkan.

"Maaf kalau perasaan gue jadi beban buat Lo, tapi satu hal yang perlu Lo tahu. Sejak pertama kali ketemu Lo gue ngerasa ada yang beda dari gue. Merasaan ingin melindungi selalu datang saat gue ngeliat Lo. Gue selalu enjoy ngobrol sama Lo walau Lo jarang bales dan cenderung diam. Tapi buat gue semua itu gak masalah. Lo yang ada di sebelah gue aja, gue udah seneng banget."

" "

"Gue gak maksa harus jawab sekarang, Lo boleh jawab kapan aja."

"Aku masuk dulu, kamu hati-hati,"

Tanpa menunggu jawaban dari Dewa, Tabia mulai masuk ke dalam. Entah kenapa saat melangkah masuk ia teringat ucapan dokter Abi.

"Membuka hati tidaklah salah, mencoba menerima orang lain untuk terus bersama kita tidak salah Tabia."

"Langkah awal untuk itu kamu bisa mulai dengan percaya dengan orang lain."

Dewa adalah lelaki pertama yang Tabia izinkan dekat dan berinteraksi dengan dirinya. Dewa baik dia selalu membuat Tabia merasa nyaman di dekatnya. Berusaha menjadi teman bicara yang baik dan Tabia mengakui kalau memang Dewa adalah teman bicara yang baik.

Apa Tabia bisa percaya dengan Dewa? Apa ini waktu yang tepat untuk percaya dengan Dewa?

"Percaya Tabia, saya yakin kamu bisa"

"Dewa"

Dewa yang akan memasuki mobil berbalik karena mendengar Tabia memanggil dirinya dan memilih mendekat.

"Percaya kalau orang sekitar sayang sama kamu"

"Dewa maaf. Bagaimana dengan berteman."

Dewa terdiam mendengar ucapan Tabia. Masih mencerna dengan baik situasi di depannya.

"Boleh?" Anggukan kepala Tabia membuat Dewa tak bisa menahan untuk berseru senang.

"Jadi kita sekarang teman yaa." Ucap Dewa..

"Jadi boleh aku panggil bia?"

"Hah?"

"Aku temanmu kan? Banyak sering manggil kamu bia,"

"Tabia aja."

"Ya udah kamu masuk aja, besok aku jemput kita berangkat bareng yah," Tidak harus menjadi pacar kan untuk berangkat bersama.

"Aku masuk dulu."

"Bentar," cegah Dewa.

"Good night, aku balik dulu" ucap Dewa dengan senyum dan lambaian tangan.

"Good night, hati-hati di jalan." Balas Tabia dengan melihat laki-laki yang barusan menyatakan cintanya itu beranjak pulang.

Setelah mobil Dewa sudah hilang dari pandangan Tabia masuk ke dalam rumah. Ah rasanya hari ini tubuhnya lelah, Tabia sudah merindukan kasur empuknya.

Merakit CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang