Setelah makan malam Tabia langsung pamit untuk masuk kamar. Makan malam tadi hanya dirinya dan Bianca, sedang Nata belum pulang sedari sore sejak keluar dengan Abi. Tabia menatap ponsel yang menampilkan pesan dari Dewa yang meminta maaf karena membiarkan dirinya pulang sendiri.
Menyampingkan pesan itu, Tabia sedang terpikirkan mengenai ucapan Abi dan Bianca hari ini. Dimulai penyambutan Bianca kepada dewa yang terang-terangan tidak suka dan permintaan Bianca yang menyuruh dirinya untuk jangan sering main dengan Dewa.
Dan juga sikap Abi tadi, secara tidak langsung membuat untuk tidak sering bertemu dengan Dewa. Sikap Abi yang tiba-tiba berubah setelah mendapat telfon entah dari siapa.
Abi mengurai pelukan mereka ketika merasakan getar pada ponsel di sakunya. Melihat siapa orang yang menelfon ia langsung beranjak pergi ke balkon Tabia sambil menatap ke arah Tabia yang duduk di ranjangnya.
Cukup lama Abi mencerna pembahasannya dengan si penelepon akhirnya masuk kembali kedalam. Terlihat Tabia yang masih belum beranjak dari posisinya.
"Dari rumah sakit?"
"Dari bang Fandi, kenalan lagi ada perlu."
"Bi, kamu deket ya sama Dewa?"
"Biasa aja, dia seru jadi temen ngobrol walau.."
"Kadang aku ngerasa kalo Dewa itu seperti misterius."
"Bi, kita nggak bisa nolak orang lain untuk mendekat sama kita tapi kita berhak untuk menjauh dari mereka. Bukan karena mereka jahat tapi kadang mereka harus berada jauh untuk melindungi diri kita, khususnya perasaan dan hati kita."
"Mengenal banyak orang bukan sesuatu yang buruk, tapi yang terlihat tidak buruk belum tentu benar-benar baik. Bahkan yang baik pun kadang belum tentu tepat buat kita."
"Maksud dokter, dewa itu.."
"Kamu tahu Bi, semua yang aku lakuin itu untuk kebaikan kamu. Aku mau kamu tidak terlalu dekat dengan Dewa."
"Kenapa?"
"Aku mau tahu alasannya. Dokter Abi nggak kenal Dewa tapi,, dokter kenal sama Dewa?"
"Aku nggak kenal sama dia,"
"Lalu kenapa bisa dokter bilang kalo dewa nggak baik. Dia cuma temen aku kalo dokter cemburu tenang aja akuu.."
"Kita bahas itu nanti ya, aku harus pergi."
"Dokter belum kasih aku jawaban."
"Untuk sekarang aku belum bisa kasih apa-apa ke kamu, tapi nanti saat semua sudah jelas. Aku akan jadi orang pertama yang akan ngasih tahu kamu. Untuk sekarang percaya sama aku, om Nata, dan Bunda. Oke?"
"Aku pergi dulu."
Oleh karena itu saat Bianca menyuruhnya untuk menjauh dari Dewa, dia mengiyakan begitu saja. Tak lama terdengar ponselnya berbunyi, ternyata Vira langsung saja ia menekan tombol terima.
"Halo"
"Bi, Lo bisa kesini nggak?"
"Kemana?"
"Ke rumah sakit ayah Lo."
"Lo sakit apaan?"
"Gw takut."
"Tenang dulu, aku kesana sekarang."
Setelah menutup panggilan Vira, Tabia langsung berganti baju dan mengambil tas, dompet dan juga ponsel dan beranjak dari kamar. Sampai dapur ia melihat Bundanya yang sedang mengobrol dengan mbak di rumah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Merakit Cerita
General FictionCerita pertama aku. Kehilangan sahabat membuat Tabia kehilangan dirinya sendiri. Kejadian itu mengantarkan dirinya bertemu dengan dokter Abi. Banyak menghabiskan waktu bersama membuat hubungan keduanya di tingkat lebih dekat. Jalan tak selamanya lur...