Mulai hari ini Tabia sudah dibebaskan dari tugas kuliah, karena kemarin hari terakhirnya Ujian semester. Hanya tinggal menunggu nilai di input oleh dosen. Semester depan ia akan menjalani KKN dan juga magang maka liburan kali ini akan ia manfaatkan untuk mencari judul untuk tugas skripsinya. Dia ingin lulus lebih cepat, oleh karena itu ia ingin mencuri start dalam menyelesaikan pendidikannya.
Sedari pagi tak banyak kegiatan yang Tabia lakukan hanya memilah bahan kuliah. Beberapa waktu lalu Abi mengabarkan kalau dirinya baru saja memesannya Tabia sesuatu katanya Tabia akan suka, dan saat Tabia menuruni tangga untuk mengambil paket makanan yang dikirim Abi untuk dirinya. Dibawah hanya ada ibunya, mungkin ayahnya tidak akan pulang untuk makan siang.
"Bun, udah ada paket belum?" Tanya Tabia saat melihat ibunya yang sedang sibuk menggoreng dengan Mba Anna di dapur.
"Paket? Bunda taruh kulkas Bi," Jawab Bianca yang masih sibuk dengan acara memasaknya.
"Kamu beli kue?" Tanya Bianca yang melihat anaknya sedang asik memakan kue dengan bermain ponsel.
"Enggak. Dokter Abi yang ngasih." Sahut Tabia yang masih asik.
"Enak Bun, mau?" Tawar Tabia.
"Kamu aja," Bianca kemudian melanjutkan memasaknya.
Setelah makanan habis Tabia tak langsung beranjak dari meja makan, dirinya masih larut dalam telfon genggamnya itu. Bianca yang menyadari tingkah anaknya mendekat dan memberikan tugasnya kepada mba ana.
Tabia bukan seseorang yang sering main ponsel tapi akhir-akhir ini kebiasaan itu sepertinya berubah. Sebenernya Bianca enggan untuk bertanya mengenai suatu hal yang akhir-akhir ini ia bicarakan dengan suaminya. Tapi Bianca sudah tidak menahannya lagi.
"Bi, nak Abi apa kabar? Udah beberapa hari nggak liat." Bianca menyadari kalau Abi tidak terlihat dan dirinya juga tidak berhubungan dengan laki-laki itu. Hampir tiga hari ini tiap menjelang siang dan malam akan ada kiriman makanan untuk Tabia.
"Baik Bun, dokter Abi ke Bogor makanya beberapa hari nggak keliatan." Tabia tahu, karena tiga hari yang lalu saat mengantarkan dirinya menjenguk Rangga, Abi mengatakan jika dirinya ada dinas ke Bogor selama empat hari.
"Pantesan, trus kapan baliknya?"
"Harusnya hari ini udah balik," Hari ini, harusnya hari ini Abi kembali ke Jakarta.
"Bi, hari ini.."
"Bunda mau nanya apa?" Potong Tabia.
"Oh itu," mengalihkan perhatian ke arah teh yang mulai mendingin Bianca sedikit ragu tapi dia sudah penasaran.
"Kamu sama Abi, itu gimana?" Tanya Bianca dengan mendekatkan diri ke arah Tabia sambil melirik ponsel yang sejak tadi dimainkan anaknya itu.
Room chat.
"Gimana apa Bun?" Tabia tahu, tapi sekarang belum waktunya.
"Kapan?"
"Nggak tahu, lupa." Goda Tabia melihat ibunya yang tiba-tiba cemberut tidak terima.
"La kok gitu sih, dari kemarin bunda tuh udah nungguin kamu buat cerita tapi nggak cerita-cerita. Kalian itu sebenarnya..."
"Ibu, ada tamu di depan," Beritahu mang Arif, sopir keluarga.
"Siapa mang?" Tanya Bianca, hari ini dirinya tidak ada janji dengan siapapun.
"Namanya sih Calvin Bu, yang rumahnya di seberang." Mendengar penjelasan mang Arif raut muka Bianca berubah.
"Tabia, naik ke atas." Suruh Bianca lalu pergi ke depan diikuti mang Arif.
Tanpa membantah ucapan Bianca, Tabia menaiki tangga untuk pergi ke kamarnya. Tabia menyadari perubahan suasana hati Bianca. Ini gawat, dirinya harus menelfon ayahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Merakit Cerita
General FictionCerita pertama aku. Kehilangan sahabat membuat Tabia kehilangan dirinya sendiri. Kejadian itu mengantarkan dirinya bertemu dengan dokter Abi. Banyak menghabiskan waktu bersama membuat hubungan keduanya di tingkat lebih dekat. Jalan tak selamanya lur...