chapter empat

3.6K 336 52
                                    

Sebelum baca pada kasih vote dulu lah, follow juga ya.

Happy reading!

.

.

.

Hoekkssss....

Tzuyu membuka matanya lalu melompat turun dari atas sofa tempat ia beristirahat begitu mendengar suara Sana. Masih dalam keadaan setengah sadar kakinya melangkah cepat keluar dari kamar. Dapurlah yang Tzuyu tuju.

Pelayan yang berada di sana terkejut melihat kedatangan Tzuyu yang terlihat panik itu.

"Ada yang bisa saya bantu Tuan?"

"Ah tidak perlu Bi, aku hanya butuh teh hangat saja."

"Biar saya buatkan."

"Tidak usah, aku bisa mengerjakannya. Terima kasih." Tzuyu tersenyum hangat lalu bergegas membuat minuman hangat yang di peruntukan untuk istrinya.

Setelah selesai dengan urusannya, Tzuyu kembali ke kamarnya dengan secangkir teh hangat di tangannya.

Saat dia masuk ke kamar bersamaan pula dengan keluarnya Sana dari kamar mandi. Tzuyu buru-buru menyusul Sana yang wajahnya pucat itu. Di bantunya wanita itu untuk duduk kembali di tepi ranjang.

Sana memegangi kepalanya yang terasa terus berputar-putar.

"Minumlah dulu, Nona."

Sana menatap tanpa minat teh yang di sodorkan oleh suaminya. Segala hal yang terjadi membuat Sana menahan egonya, di terimanya minuman hangat itu dari Tzuyu kemudian menyesapnya perlahan. Dan itu cukup membantu mengusir pening yang menyerangnya.

"Terima kasih." Ucap Sana sembari mengembalikan cangkir itu pada Tzuyu.

Tzuyu hanya menatap diam pada Sana yang menyanggah kepalanya sambil di pijit lembut.

"Mau ku pijit Nona?"

"Tidak usah." Sana bangkit lagi dan berjalan menuju kamar mandi. Tzuyu mengekor di belakangnya.

"Anda ingin mandi? Tunggulah saja di tempat tidur, biar ku siapkan dulu air untuk anda."

"Tidak perlu." Balas Sana memilih bergegas masuk ke dalam kamar mandi.

Tzuyu hanya bisa menatap nanar pintu kamar mandi yang sudah di tutup oleh Sana. Kepergian istrinya itu membuat Tzuyu mengacak kesal rambutnya.

Sekarang Tzuyu bingung sendiri dengan sikap Sana padanya. Harusnya disini dia yang marah, dia yang pantas mendiamkan Sana. Tetapi yang terjadi sekarang justru Sanalah yang mendiamkannya. Bila dulu mungkin Tzuyu akan merasa bersyukur Sana mau mendiamkannya, tetapi semua itu tidak berlaku setelah dia tahu bila Sana kini sedang mengandung. Jujur saja yang Tzuyu khawatirkan sama sekali bukan Sana, namun hanya anaknya yang masih ada di dalam kandungan Sana.

Tzuyu sungguh memilih di bentak, di hina atau di suruh-suruh sesuka hati oleh Sana seperti dulu dari pada di diamkan seperti ini. Memang Sana tidak benar-benar mendiamkannya dengan tak mau bicara sepatah kata pun, tetapi masih mau berbicara namun hanya seperlunya saja. Jelas itu bukan seperti gaya Sana.

.

Duduk di depan cermin, Sana merias dirinya. Bukan riasan mencolok seperti biasanya, hanya bedak tipislah yang ia pakai. Sana meraih tasnya lalu keluar dari kamar.

Di anak tangga Sana berpapasan dengan Tzuyu.

"Oh Nona, anda sudah siap? Ayo Nona."

"Tidak perlu di antar." Sana kembali melewati Tzuyu begitu saja. Tzuyu tahu hari ini Sana akan memeriksakan kandungannya ke dokter.

Mademoiselle - SATZU (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang