"Kak, aku mau gombal. Apa perbedaan kakak sama kuyang? Nih aku kasih tau jawabannya..Kalau kuyang melayang di udara, kalau kakak melayang di hatiku, hehe..."
"Bacot."
Tentang Watanabe Hartono, eh typo, maksudnya tentang Watanabe Haruto, cowok kela...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Setelah hampir kurang seminggu berada di rumah, akhirnya tubuh gue kembali fit. Perban perban di tubuh gue sudah bisa dilepas. Berbeda dengan fisik gue yang sudah membaik, mental gue masih takut. Ada secempil rasa trauma yang masih menggerogoti diri gue karena insiden hampir diperkosa tempo lalu.
Gue menghembuskan nafas berulang kali, berusaha tenang sebelum masuk ke gerbang sekolah. Jira dan Ryujin yang ada di samping gue pun merasakan kegelisahan gue langsung berusaha menenangkan.
"Di sekolah ga bakal ada Changbin sama Yoonbin kok. Lo aman, Him. Jangan takut."
"Tetep aja gue ga tenang." lirih gue.
"Ada kita, Him. Lo aman. Udah ya jangan gelisah terus, lawan rasa trauma lo." Ryujin menepuk bahu gue.
"Hima!" Gue, Jira, dan Ryujin pun menoleh kala seseorang dari jauh sana memanggil nama gue. Gue terdiam kala kak Jeno berjalan ke arah gue.
Jira dan Ryujin yang melihat kehadiran Jeno pun langsung berdecih sinis. Dulu, duo setan itu begitu kagum sama Kak Jeno, tapi kini setelah apa yang terjadi sama gue, mereka langsung membenci kak Jeno mati-matian.
"Bisa tolong tinggalin gue sama Hima? Gue pengen ngomong sesuatu." ujar Jeno ke Jira dan Ryujin.
"Ck, jangan lama-lama." Jira memandang Jeno sinis dan mereka berdua melenggang pergi meninggalkan gue dan kak Jeno. Gue ga mengucapkan apa apa, dan enggan pula melihat wajah dia. Gue cuma memalingkan wajah ke arah lain.
Jujur ya, gue sebenarnya ga benci-benci amat sama Kak Jeno. Jika kalian mengira gue sakit hati sama dia, maka kalian salah. Gue sama sekali ga sakit hati.
Kenapa?
Ya jelas karena gue dari awal emang ga suka sama dia.
Jadi, separah apapun kak Jeno mempermainkan gue, pun gue biasa aja. Toh gue ga ada perasaan sama dia.
"Gue malu sebenarnya nemuin lo setelah apa yang terjadi. Kalau gue ngelasin semuanya, Lo juga ga akan percaya kan?" Kak Jeno tersenyum miris, ada kesedihan di matanya. "Gue minta maaf Him. Lo berhak marah sama gue sekarang. Lo boleh maki maki gue. Lo boleh nampar gue. Gue berhak dapetin itu semua." Kak Jeno menunduk.
"Gue ga mau buang buang waktu gue buat maki maki atau nampar lo kak. Ga penting. Lo pasti mikir gue bakal sakit hati, tapi Lo salah besar kak. Lo ga bersepengaruh itu buat diri gue. Dari dulu gue ga pernah main perasaan sama lo. Jadi, jika lo emang mainin gue, ya gue biasa aja."
Kak Jeno memandang gue penuh penyesalan. "Still, gue merasa bersalah, gue minta maaf..."
"Gue bukan Tuhan yang maha pemaaf, jadi ga gue maafin." Gue menatap dia datar sebelum melenggang pergi. Tapi sebelum itu, gue menyempatkan diri untuk menoleh.