02―musik kevin

57 14 9
                                    

"Aneh lo, ngapain bawa payung panas kering kemarau begini?"

Hm. Menglelah.

"Gue mau balikin payung orang. Kemaren gue pinjem." Ngga heran sih, karena payungnya juga berukuran besar. Ngga bisa ditaruh di tas, jadi wajar orang-orang pada bingung.

"Hah? Siapa yang minjemin? Cowok? Ganteng?" Langsung deh. Teman pengagum pria tampan.

"Ck. Biasa aja."
Harus disembunyiin dong.

"Tapi lo dari tadi tenteng payungnya mulu, kaga pegel?"

Aku menggeleng. "Kan supaya payungnya ngga ada yang ambil."

"Ya kaga sampe dibawa ke WC juga kali." Ekspresi Sevina mulai jengkel.

"Oiya, lo kaga pulang bareng lagi?"

"Gua kan mau balikin payung orang."

"Anter payung doang, kan. Gue tungguin."

"Segitu pengen pulang barengnya sama gua?" Aku tersenyum terharuuuu.

Namun wajahnya berubah datar. "Iyaya, siapa juga yang mau culik cewek miskin." Terlalu sarkas!

"Anjir. Nangis banget. Temen biadab pulang sana lu!" Untung akal sehatku masih jalan. Kalau ngga, payung ini sudah menjadi objek pembunuhan Sevina.

🎼

Cklek.

Baru saja pintu terbuka, aku sudah melihat beberapa pria tampan di sana.

Astaga.

Bahkan bertambah jumlahnya dari kemarin.

Mereka cowok, tapi kok aku insecure...

Namun sepertinya aku harus menunggu di sini sebentar. Karena si pemilik payung baru saja memulai lagunya sambil bermain keyboard dengan temannya yang bermain gitar.

Seketika merasa tenang.

Suaranya.

Seolah membuat suara lain bisu.

Kuputuskan duduk di tempat seperti kemarin. Menu seperti kemarin dengan harga masih sama. Dan tugas kemarin yang belum selesai juga.

Tapi pramusajinya kali ini beda. Tampak lebih kalem dari kemarin. Wajahnya lebih adem untuk dilihat.

Boleh selfie bareng ngga, ya?

"Permisi kak, ini pesanannya."

Mata tajamku baru saja meng-screenshot name-tag nya 'Younghoon'. "Makasih, mas."

Porsi roti yang cukup besar. Sudah habis dimakan sendiri. Dari awal aku dateng, sudah habis sekitar 7 lagu dinyanyikan. Ini berasa mini-konser.

Mungkin sedari tadi si pemilik payung ngga sadar presensiku, sehingga enggan berhenti bernyanyi dengan jari-jari yang menari di atas tuts keyboard.

"Eh, Mba yang kemarin, ya?" Eric. Ia sangat ramah dengan senyumnya yang teduh.

"Kalian... saling kenal?" Orang yang menjadi tujuanku, dia datang.

"Iyalah! Ini, kan, Mba yang tidur kemarin sampe kafe tutup." Mampus. Dijelasin aib diri ini.

Aku langsung berdiri tegak lurus. "Ah, iya! Btw! Kita kan, belum kenalan!"
Lebih cepat ubah topik menjadi lebih baik. Karena emang sih, aku bahkan belum tau nama sang pemilik payung.

"Aku Eric! Salam kenal!" Aku tau kok. Sebenarnya bukan kamu. Tapi pria yang di sebelah kamu. :(

"Aku Velin. Salam kenal juga."

"Kelahiran berapa, Mba?" tanya Eric lagi! Dan pria satu lagi hanya tersenyum diam.

"Aku tahun 98. Kalo... kalian?"

"Ah, karena aku kelahiran tahun 00, aku panggil kakak aja supaya lebih akrab gimana?"

"I-iya. Gapapa," jawabku, sambil menggaruk tengkuk.

Dia terlalu terbuka untukku yang canggung kebangetan.

"Halo Velin. Gue Kevin. Salam kenal." Akhirnya dia merespon. Uluran tangannya segera kujabat.

"Kita seumuran, jadi santai aja."

"Iya. Salam kenal juga, Kevin."

Sekilas teringat karakter pemeran utama film Home Alone.

"Ini," aku mengulurkan payung hijau miliknya, "makasih ya udah dipinjemin."

"Eum... Sorry Velin. Sepertinya payung ini gak mau balik ke pemiliknya. Karena di luar hujan lagi."

Sontak indra penglihatanku beralih pada tembok kaca. Benar. Hujan deras menungguku di luar. "Wah, hujan begitu egois dan bengis."















"Mau gua anter ke halte?"

Aku tarik kata-kataku tadi.

[✔] 𝗪𝗵𝗲𝗻 𝗧𝗵𝗶𝘀 𝗥𝗮𝗶𝗻 𝗦𝘁𝗼𝗽𝘀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang