Payung hijau yang mengatup tanpa terlipat itu basah kuyup. Cukup besar untuk menumpang dua orang, meski begitu bahu Kevin tetap basah karena terlalu membagi ruang denganku.
Kami memutuskan menunggu bus terakhir di halte.
Sepi.
Duduk.
Hanya berdua.
"Kita duduknya kayak orang musuhan gak sih?" heran Kevin, saat melihat jarak duduk antara kita.
Iya. Soalnya kita duduk di masing-masing ujung bangku gitu. "Ngga ada juga yang bilang musuhan."
Sesaat Kevin duduk mendekat di sampingku. Persis. "Kalo tempat tengah kosong, nanti didudukkin setan."
"Tapi ini deket banget, gila. Engap gua." Saking dekatnya, tanpa jarak, kalau nengok sedikit aja ke dia, mungkin bisa bertemu sama batang hidungnya. Jadi, aku hanya menatap lurus ke depan.
"Ck! Lagian lo kenapa gak pernah bawa payung sih?" Kevin bertanya lagi.
Dengan suara hujan yang bersaut-sautan bersama petir kecil.
"Heh! Gue juga ngga pernah minta lo pinjemin payung kali."
"Gak gitu... Gua cuma nanya kenapa lu gak pernah bawa payung, kali." Tiba-tiba suaranya memelan. Padahal tadi galak.
"Emang ngga biasa aja bawa payung," balasku seadanya, "repot."
"Kok repot?"
Aku bersiap mengambil napas panjang untuk menjelaskan secara spesifik slice of life.
"Nih ya, kalo hujan deres bawa payung, nanti payungnya kebawa angin terus jadi kebalik. Kalo payungnya basah, jadi ribet ngelipetnya. Dan lagipula kaki kita juga tetep bakal basah pake payung."
Itu hanya keluh kesah kekanakan. Namun masih selalu menghantui kala hujan.
"Apa lo suka main hujan?"
Aku sedikit senyum.
"Justru gua benci hujan."Kevin terdiam penuh tanya.
"Hujan membuat gua merasa kesepian. Karena itu, gua mencoba ngga terus bersembunyi di bawah payung." Aku menatap lekat matanya yang tajam.
"Tapi kemudian, lu dateng dan tawarin gua payung untuk pertama kalinya," sambungku.
Fakta. Sering rasa kesepian menghampiri meski di tengah keramaian. Seperti saat hujan, orang-orang akan menjemput anaknya di halte atau kekasihnya untuk saling berbagi payung. Sementara aku, seorang diri, hanya menunggu redanya hujan yang tak pasti.
Saat di rumah sendiri, mengapa hujan senang membawa kegelapan bahkan di malam hari? Meski suka sendiri, aku benci kesepian.
"Gua ngga butuh payung, kenapa lu tawarin kayak ojek payung?"
"Apaan sih? Gue bukan ojek payung!"
"Lah, lagian tiba-tiba nawarin payung gede gitu sampe anterin ke halte." Aku bersikeras menuntut penjelasan.
"Kalo ojek payung, nawarin ke semua orang. Kalo gue kan, cuma sama lo," kata dia tersenyum simpul.
Yang semula duduk di sampingku, Kevin berdiri. Jari telunjuknya mengarah pada rembulan di atas sana.
"Lo liat kan, bulan itu?
Lo gak akan pernah sendiri karena kehadiran bulan."Masih pada posisi awal.
Aku tidak bereaksi.Ia menerka, "Jangan-jangan lo juga gak suka bulan?"
Lalu kubalas bertanya, "Bulan itu ngga setia. Muncul pas maunya aja, padahal langit gelap setiap malam. Lagipula untuk apa suka sama benda mati?"
Sementara Kevin? Ia tertawa dengan bibir tipisnya, seolah aku baru saja berkata hal bodoh.
"Serumit apa pun asumsi lo tentang Bulan, lo harus suka sama Bulan." Ia menjeda sejenak. Tak ragu menatap lekat manik mataku, bahkan jaraknya sangat dekat. "Karena nama gua Kevin Moon."
Apa hubungannya? (┛❍ᴥ❍)┛彡┻━┻
"By the way, gue belum punya nomor hp lo," ungkap Kevin segera memberi ponselnya tanpa basa-basi.
"Ada keperluan apa minta nomor gua?" tanyaku heran, tapi tetap mengetik nomorku di kontak ponselnya.
Kevin cuma senyum-senyum. Terus sesekali mengintip. "Oh sekalian, nitip alamat rumahnya ya, mba."
"Lu... creepy banget sih." Sebenarnya ada rasa sedikit sesal pas balikin ponselnya setelah isi nomorku. Tapi yang udah dikasih, ngga bisa ditarik lagi.
Tepat bus terakhir datang.
Aku otomatis berdiri. Kevin ikut berdiri seraya memegang payung hijau miliknya. "Payung, gue titip Velin sama lo ya."
Apaan dah ni orang? "Cinta banget ya sama benda mati."
"Nih," lagi-lagi ia menyerahkan payung itu, "gue udah kasih wejangan ke si payung buat lindungin lo sampe rumah."
"Dih, si payung yang lo damba-dambakan ini cuma benda mati kali," sergapku tertawa remeh, tetapi tetap menerima payungnya.
Dengan menegapkan badan, tersenyum lugas seraya mengusak rambutku, Kevin bilang, "Tenang. Ada saatnya gue yang gantiin tugas si payung."
Sebenernya,
kalimat yang ia lontarkan sulit terdefinisi olehku.
Tapi,
kalimat tersirat tadi, kuharap aku ngga tau maksudnya.
...
xixixi
kok gemes sendiri ya :)
-kuinach
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] 𝗪𝗵𝗲𝗻 𝗧𝗵𝗶𝘀 𝗥𝗮𝗶𝗻 𝗦𝘁𝗼𝗽𝘀
Fanfiction❝Semoga hujan malam ini tak sekedar menciptakan genangan, tapi juga kenangan.❞ Perihal kebucinan Kevin, yang entah jadi hobi atau tabiatnya. Bertemu gadis di antara hujan, yang entah hobi atau ngga punya uang buat beli payung. Perkara hujanlah, mere...