Cinta. Sebuah kata yang meringkas habis kebahagiaan dunia, kisah yang semua manusia pernah alami dan akhiri. Serta kisah tentang pengkhianatan cinta itu sendiri.
Jay tak percaya adanya cinta. Menurutnya, cinta adalah musibah. Tak ada kebahagiaan di dalamnya, hanya ada kesedihan dan penyesalan di belakangnya. Cintanya tak berjalan mulus, Jay seperti dikutuk dengan ikatan bernama cinta.
Kenapa Tuhan menciptakan cinta, jika sebenarnya Ia tau, cinta itu hanya sementara dan berakhir berpisah. Menyakitkan.
Jay menyesap segelas es Americano dengan pandangan lurus, menatap hamparan taman di depan cafe langganannya. Sore ini, Jay berencana untuk menjemput seseorang di bandara. Anak tetangganya, teman masa kecilnya yang 4 tahun ini melanjutkan pendidikan di negeri sebrang.
Panggilan telpon membuat atensi Jay teralihkan, dirogohnya saku celana jeans tuanya, memandang nama seseorang yang tertera di layar sebelum menggeser panggilan pada tombol hijau yang tertera.
"halo, Kak Jay!"
Suara itu, suara yang Ia rindukan 4 tahun ini, suara yang selalu menenangkannya saat sedang dalam pengaruh kesedihan. Suara seseorang yang Ia selalu jaga layaknya barang yang mudah pecah, Suara yang kini sedikit memberat dari terakhir ia mendengarnya.
"Jungwon?"
"ya, aku Jungwon. Kakak jadi jemput ke bandara kan?"
Jay mengangguk, menjawab pertanyaan itu, meskipun tau orang di seberang sana tak melihat anggukannya.
"Dua menit lagi aku tiba"
Dengan gesit, Jay memutuskan panggilan itu, kaki jenjangnya berjalan menuju kasir guna membayar segelas americano yang tadi dipesan. Tak lama, Ia pergi meninggalkan cafe, melesat dengan kecepatan sedang untuk menjemput kesayangannya.
A N D E R S
"Sudah lama menunggu?"
Suara berat dari arah belakangnya membuat pemuda berpipi tembam dihiasi lesung pipi dalam itu terkejut. Matanya membola, hendak memprotes manusia tak sopan di belakangnya, gerakan bibirnya terhenti kala melihat pemuda jangkung dengan rambut blonde yang tak asing di penglihatannya.
Itu Jay, tetangga yang telah merambat menjadi sahabatnya.
"Kak jay?!"
3 Tahun mereka tak bertemu, membuat Jungwon sangat merindukan pemuda didepannya, dengan raut senang Ia melompat kedalam pelukan Jay, membuat sang empu sedikit terhuyung ke belakang karenanya.
"Hey, calm down Jungwon"
Senyuman mereka terbit, netra keduanya bertubrukan, saling mendalami netra masing-masing dengan tatapan rindu yang menggebu, rangkulan mereka terlepas, fokusnya hanya pada mata kelam keduanya. Sebelum yang lebih muda tersadar dan memutus pandangannya.
"Ayo pulang"
Keduanya berjalan beriringan, meninggalkan bandara dengan senyuman dan kedua tangan yabg saling bertaut.
A N D E R S
Setelah mengantar Jungwon pulang, Jay kembali ke rumahnya. Mengurung diri dikamar, sambil menikmati hamparan bintang yang terlihat dari atap transparant kamarnya. Kegiatan yang sehari-hari ia lakukan, tanpa bosan dan tak mengingat malam yang semakin menggelap.
Jika bisa, Jay ingin meraih bintang itu. Menjadikannya cahaya yang dapat menerangi kehidupannya, menjadikannya orang yang paling bahagia karena dapat memilikinya, imajinasinya terhadap bintang terlalu tinggi, hingga ia melupakan fakta bahwa ia dapat membuat bintang hidupnya sendiri, dengan cinta.
Tapi, Jay tetaplah Jay. Pria yang hatinya telah hancur dan belum terbenahi secara utuh. Pemuda hampir sempurna, yang dikalahkan oleh goresan-goresan masa lalu.
Pintu kamarnya di ketuk, seseorang pemuda mungil memasuki kamarnya, dengan hoodie kuning serta celana training putih yang menutupi tubuh kecilnya. Menyapa Jay sambil mendudukkan dirinya disamping tubuh Jay yang tengah berbaring.
"Lihat bintang, ya?"
Hanya anggukan yang dapat Jay berikan, dirinya terlalu malas untuk membuka mulut. Membuat yang muda pun mengangguk paham.
"kakak kenapa suka bintang? Padahal bulan lebih cantik"
Pertanyaan Jungwon membuat Jay tersenyum tipis, melirik sekilas kepada tetangga manisnya yang tengah menatapnya dengan raut muka penasaran.
"Tidak ada alasan khusus. Aku hanya kagum sama mereka"
"kagum?"
"Ya, bintang itu kecil tapi ia mampu menerangi seluruh wilayah bumi dengan cahayanya yang tak seberapa dibanding bulan. Tapi yang perlu kamu tahu Won. Bintang itu mandiri, ia bisa menghasilkan cahayanya sendiri untuk diberikan keindahannya kepada makhluk bumi.
Sedangkan bulan. Ia indah, tapi sayang ia meminjam cahaya matahari untuk keindahannya sendiri."
Jungwon mengangguk paham, matanya ikut memandang hamparan bintang itu, sedikit membenarkan perkataan Jay tentang keindahan bintang.
"Tapi, aku suka bulan"
"Bulan sendirian tapi ia tak pernah terlihat redup dan kesepian. Aku iri, bulan kuat dengan berdiri sendiri. Sedangkan aku? Sepertinya gak bisa"
Jay mengangguk, menatap kedua manik doe coklat gelap milik Jungwon yang juga sedang menatapnya. Memberi senyuman sekilas yang tulus kepada Jungwon, membuat jungwon sedikit merona, detak jantungnya berdenyut tak beraturan,
"Seharusnya, bulan lah yang iri sama kamu Won"
Alis Jungwon terangkat,
"Iri sama aku? Kenapa?"
Keduanya terdiam, Jay tak kunjung menjawab pertanyaannya membuat Jungwon penasaran. Apa yang ada dalam dirinya, sehingga bulan merasa iri?
"Kamu punya aku disampingmu, sedangkan bulan tidak."
to be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
ANDERS - END
أدب الهواةJay terlalu denial, untuk jungwon yang menderita hanahaki karnanya. WARNING ! - Bxb ( no homophobic ) - jay!dom , jungwon!sub - 100% fiction - semi baku - hurt/comfort cr. wonxview