sixteen

2.8K 254 56
                                    

Kedua pemuda itu berlari dengan kesetanan, langkah besar mereka membimbing keduanya menuju ruang ICU yang terletak di ujung koridor Rumah sakit. Keringat yang bercucuran pada tubuhnya tak mereka hiraukan. Kini, yang ada di otak keduanya adalah Jungwon, dan keadaannya.

Jay, menjadi salah satu orang yang paling merasa bersalah. Karenanya Jungwon sakit. Dia merasa menjadi orang yang paling berdosa. Coba kau bayangkan, seseorang yang biasanya memberimu kenyamanan, dan selalu ada disaat kalian butuhkan, justru Ia lah yang seharusnya di selamatkan.

"Kak Hee, gimana Jungwon? Jungwon baik-baik aja kan?"

Sunoo menangis, ya apalagi yang ia lakukan? Sunoo itu lemah jika menyangkut Jungwon, sahabat satu-satunya. Sementara pemuda di sebelahnya hanya terdiam, lidahnya keluh kala bersitatap dengan teman lamanya itu. Jay hendak meminta maaf, namun kali ini Ia tak bisa berkata apa-apa.

"Tenang dulu, Noo. Sabar. Kita berdoa buat Jungwon disini"

Pemuda manis itu hanya mengangguk, dirinya terduduk paksa pada kursi panjang di depan ruangan menyeramkan itu.

'Jungwon, aku tau kamu kuat. Ayo sembuh'

Suara langkah kaki kembali terdengar di sekitar mereka. Langkahnya ramai, bisa dilihat ada Sunghoon, Jake, Ni-ki serta Ibunda dari Heeseung dan Jungwon yang baru datang. Jake dan Ni-ki yang membopong tubuh bunda yang melemah, menguatkan dan memberi pesan bahwa anaknya akan baik-baja. Semoga.

"Heeseung, adikmu?"

"Belum ada kabar ma, dokter masih di dalam. Mama duduk dulu ya, Jangan nangis. Nanti adik sedih"

Jay yang melihat pemandangan itu terenyuh. Keluarga Jungwon serta Jungwon adalah orang baik. Jay harus meminta maaf.

"Tante, Hee"

Dua kata yang berhasil menginterupsi keduanya. Jay dengan mata berkaca-kacanya berjalan perlahan ke arah ibunda dari teman kecilnya. Tubuhnya merosot tak mampu menyanggah beban. Beruntung bunda tegap untung menangkapnya. Jay dengan segala perasaan salahnya, berani berlutut di depan bunda. Dengan tangisan yang kini tak bisa di tahan.

"Maaf. Maaf. Seharusnya Jungwon gak pantas mendapat semua ini. Seharusnya Jay, bunda. Seharusnya Jay yang kini sedang memperjuangkan hidup di dalam, bukan Jungwon"

Bahu tegap Jay di tepuknya pelan. Bunda tersenyum dalam tangisannya, terlihat menyakitkan jika di bayangkan.

"Jay, ini karena takdir. Bukan karena kamu. Jungwon berjuang itu atas pilihannya sendiri. Jangan kaya gini, nak."

Sudah dikatakan, keluarga Jungwon itu tak mengenal kata dendam, Mereka hidup dengan damai tanpa adanya amarah yang terpendam. Itu yang membuat Jay merasa sangat bersalah, dan kecewa pada dirinya sendiri.

"Tapi bunda, Jay gak berhasil jaga Jungwon"

"Kata siapa Jay gak berhasil? Jay berhasil. Kamu tau, alasan Jungwon bisa sampai di titik ini karena kamu. Jungwon mau mengejar kamu. Itu motivasinya untuk hidup akhir-akhir ini"

Semua kembali sunyi, tak ada yang membuka pembicaraan, kini fokus mereka hanya kepada Jungwom di dalam. Beberapa menit setelahnya, bel ruang operasi menyala,

Merah.

Jay takut, takut jika Jungwon meninggalkannya. Tubuhnya menegak, menghampiri seorang dokter yang baru saja keluar dari ruangan dengan muka sayunya.

Dokter kelelahan, iya kan? Jungwonnya baik-baik saja kan?

"Pasien Yang Jungwon mengalami Hanahaki desease/ penyakit paru-paru kronis dan kehilangan oksigen saat tiba di rumah sakit. Kami, tim dokter telah melakukan usaha semaksimal mungkin, tetapi Yang Jungwon, meninggal dunia"

A N D E R S

"Makan dulu, kamu belum makan dari kemarin" ucapan dari Sunghoon tak dihiraukannya. Jay masih tetap terdiam, menenggelamkan kesadarannya pada pikiran yang lambat laun mulai memutar memori lamanya. Tentang kebersamaannya dengan Jungwon, pertemuan pertama mereka, dan kejahatan-kejahatan yang selama ini Ia lakukan pada pemuda manis itu.

Bahkan, Jay tak mau mengantar Jungwon ke pemakaman, pikirannya kalut. Baru kali ini Ia merasakan kehilangan yang begitu dalam.

"Jay, makan. Jungwon gak bakal suka kalau kamu gini!"

"Keluar"

"Makan dulu, tolol!"

"KALAU LO GABISA KEMBALIIN JUNGWON, MENDING PERGI!!"

Tentu Sunghoon marah. Sunghoon tau seberapa bersalahnya Jay kepada mendiang Jungwon. Tapi Sunghoon tak menyangka, bahwa Jay akan bertindak sejauh ini. Sunghoon pun sedih, tapi menurutnya, Jay tak pantas seperti ini.

Pukulan keras telah Ia berikan kepada sahabatnya. Membuat tubuh Jay tersungkur lemas pada dinginnya lantai kamar. Setidaknya itu bisa membuatnya sedikit sadar.

Bahwa yang mati, tak akan bisa kembali.

"Gue tau apa yang lo rasain sekarang. Gue tau! Tapi dengan lo kaya gini, lo pikir semua akan kembali seperti dulu? Enggak!

Lo merasa gagal kan jaga Jungwon? Jadi tolong jangan bikin lo gagal untuk jaga diri sendiri. Disana, Jungwon udah bahagia. Disana, Jungwon gak akan lagi merasa kesakitan. Kalau lo terus salahin diri lo sendiri, sama aja lo menunda kebahagiaan Jungwon disana. Lo egois"

Perkataan Sunghoon telak membuatnya terdiam. Jay tak bisa berkata apa-apa lagi. Toh memang benar. Dari dulu dia pun sudah egois bukan?

Sunghoon melangkah keluar dari kamarnya, sejenak melemparkan amplop putih kecil kepada Jay sebelum membuka gagang pintu pada kamar tersebut.

"Kamu baca isi surat itu. Gue mau kebawah, mau ngambilin makan"

A N D E R S

Jay kembali menangis, kertas putih di genggamannya pun sudah mengusut. Pesan yang ditulis Jungwon kembali membuatnya bersalah. Dadanya sesak hanya dengan membayangkan segala sakit yang selama ini diderita Jungwon.

Surat digenggamannya, adalah surat yang di tulis oleh mendiang sahabatnya, tepat satu hari sebelum dokter mengatakan 'tak berhasil'.

Bahkan dikala sesaknya itu, Jungwon masih bisa memikirkannya. Tersenyum dengan tangan yang tak diam mencoretkan satu persatu kata diatas kertas putih yang kini di genggaman Jay.

"Jungwon. Hukum aku. Pukul aku. Tapi tolong, jangan tinggalin aku kaya gini"

Terlambat. Jungwonnya sudah pergi. Rembulannya telah redup, menyisakan gelap yang mengerikan. Kini, Jay hanya bisa menyesal atas semua kebodohannya. Menyesal atas sikapnya yang membuang berlian hanya demi kepingan kaca.

Bodoh, dan malang.

- TAMAT -

Woah gak kerasa book ini udah mencapai kata 'tamat'. Terimakasih buat kalian yang udah nungguin book ini sampai ending. Terimakasih bangetttt!

Aku sadar kalau masih banyak tulisan atau kataku yang salah, karena aku masih belajar juga huhu. Makanya aku gak bisa jamin kalian bakal dapet feel nya :(

Aku itu orang yang sering takut buat ngembangin ide. Takut kalau ideku cuma sampah, takut kalau gak ada yang suka dan sebagainya. Tapi disini aku mencoba buat pede, dan aku gak nyesel buat bikin book ini. Terimakasih kalian♥️ ketemu di book aku selanjutnya yaa! ti amo <3

Boleh minta kritik dan saran tentang cerita ini nggak? Aku mau baca baca hehe😁

Dan yang terakhir, mau baca suratnya Jungwon enggak? 👀

ANDERS - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang