Chapter 9 (REVISI)

35.1K 4.7K 96
                                    

Mohon koreksinya kalau ada typo atau tataan bahasa yang salah.

Thanks for support and love, enjoy the story.

Reminder: POV orang ketiga akan selalu menggunakan nama Joy, dan nama Calista hanya muncul pada dialog atau POV tokoh lainnya.

.

.

Seminggu telah berlalu, selepas kejadian di mana laki-laki yang bernama Tyo itu datang menemuiku dengan alasan ingin mengajak kerja sama untuk pameran furniture, tak di sangka ternyata itu hanya kedoknya yang berakhir dia menyayat leher ku. Tapi beruntung selepas laki-laki gila itu menyayat leher ku para antek-antek Felix datang dan aku segera di bawa ke rumah sakit. Yang ku dengar aku hampir tak selamat jika saja tidak terlambat sedikit lagi, karna di perjalanan saja aku sudah kehilang banyak darah dan denyut nadi ku sudah melemah.

Terkait laki-laki yang bernama Tyo, sepertinya aku pernah membaca sesuatu hal terkait Tyo dalam novel tapi aku tak begitu ingat tetang apa itu. Lalu bukankah ini tidak adil? Ia memiliki masalah dengan Felix tapi kenapa harus aku yang jadi sasarannya? 

Kalau punya masalah sama Felix selesaikan saja dengan laki-laki kaktus itu.

Keberadaan Felix yang tidak aku lihat keberadaannya selama sebulan bahkan saat aku di rawat di rumah sakit karena luka di leher ku kini ada di samping ku, sambil menyantap makanannya dengan sa~ngat tenang. "Setelah jahitannya sembuh, kau bisa pergi ke Neerland. Aku akan menghubungi dokter untuk membantumu menghilangkan bekas jahitan operasi." Ucapnya di sela-sela makan.

"Kenapa? Bukan kah bagus jika meninggalkan bekas? Jadi kau bisa terus mengingat salah satu dosa mu padaku." Jawab ku lalu memasukan satu suap makanan ke dalam mulut ku.

Aku melirik Felix setelah mendengar helaan nafasnya, "aku akan menyuruh beberapa orang untuk menjaga mu, jadi hal ini tid-"

"For what ?" potong ku, hal seperti itu terlalu berlebihan dan bukan yang aku inginkan. Terlihat jelas sekali  Felix yang mengerutkan kedua alisnya, aku melanjutkan ucapan ku. "Buat apa repot-repot nyuruh orang mu untuk menjaga ku? I guess I already told you this many times, just let's divorce dengan begitu musuh-musuh mu itu pasti tidak akan menya-"

Clak

Aku berhenti bicara saat suara sendok di tangan Felix di letakan di atas piring dengan kasar. "Don't act like you know everthing about my enemy."

Aku menatap Felix yang bangkit dari kursinya, aura yang dia pancarkan benar-benar buruk. Seperti ingin membunuh siapapun sekarang, itu sebabnya aku tidak melanjutkan ucapan ku ataupun membantah ucapan laki-laki itu, dan membiarkan dia yang tiba-tiba pergi.

"ck.." Aku sudah hampir di puncak putus asa membuat laki-laki itu mau menceraikan ku.

~~**~~

Waktu terus berjalan, sebulan telah terlewati sejak kejadian itu, Felix ingin sekali mengirimku ke Neerland yang mana itu adalah kota kecil diperbatasan, tentu saja aku menolak hal itu karna aku perlu mengurus bisnis di Ibu kota. Karna hal itulah akhirnya Felix menempatkan banyak antek-anteknya disekitar ku, orang-orang yang ingin bertemu denganku juga melewati pemeriksaan terlebih dahulu.

Saat ini aku berjalan menaiki tangga menuju lantai tiga, tujuan ku adalah bar di rumah ini. Minum sedikit sebelum tidur tidak masalah bukan? mungkin hanya dua gelas saja cukup. Akhir-akhir ini aku memiliki kesulitan tidur, mungkin saja dengan minum sedikit alkohol bisa membuatku lebih mudah untuk tidur. 

"Sepertinya aku salah jam," ucapku setelah melihat pemandangan yang ada di bar. Ya, mungkin aku harus kembali besok saja. Aku berbalik untuk pergi, ya aku tidak mungkin mengganggu waktu teman-teman Felix dan juga laki-laki itu sendiri yang sedang bersenang-senang dengan jalang di sekeliling mereka. Sekarang aku mengerti, meski hidup dengan banyak perempuan cantik dan sexy. Seorang Felix setidaknya harus punya satu perempuan yang bisa ia pamerkan dengan bangga di depan publik.

Queena Calista, perempuan ini nyaris di katakan sempurna. Pintar, berprestasi, cantik, kaya, baik hati, ia juga mempunya lekuk tubuh yang sempurna. She's the true definition of a perfect ten.

Aku melangkah pergi dari lantai tiga setelah gagal minum. Satu-satunya cara yang paling ampuh untuk membuat seseorang tertidur dengan cepat itu adalah 'membaca buku.' Apa di sini ada perpustakaan ? Ay, tidak mungkin di sini ada tempat seperti itu.

"Oh? Revan!" Aku melihat laki-laki itu menoleh setelah ku panggil, kemudian ia berlari kecil ke arah ku.

"Iya nyonya, anda membutuhkan sesuatu?" tanyanya.

"Hmm.. aku tidak bisa tidur, apa ada obat tidur di rumah ini?" Ya, ini hanya pertanyaan asal ku saja, walaupun di beri obat itu. Aku mungkin tidak meminumnya juga.

"Obat tidur?"

"Iya, apa ada?"

"Anda tidak bisa tidur ya? Dari pada minum obat tidur, anda bisa berjalan di taman belakang. Mungkin kalau anda lelah, anda akan lebih mudah tidur."

Itu terdengar seperti saran bagus juga, "Oke, kamu harus menemaniku kalau begitu," ucapku dan berjalan terlebih dahulu, sedangkan Revan, tentu saja ia tak bisa menolak dan mengikutiku dari belakang. Sesampainya aku di taman belakang, aku terus berjalan menelusuri taman. Cukup banyak tanaman di sini, tempatnya juga luas, aku bertanya-tanya seluas apa tanah di rumah ini? Apa bisa untuk bermain golf di sini ?

"Sudah berapa lama kau kerja di sini ?" tanyaku menghilangkan suasana hening.

"Hampir tiga bulan nyonya."

Tangan ku sibuk menyentuh bunga-bungan yang ku lihat, jadi aku hanya mengangguk saja saat ia menjawab. "Kenapa kamu bisa kerja disini ? Apa sebelum kerja di sini, kau tau sedang bekerja untuk siapa?" tanyaku dan aku melirik ke Revan menanti jawaban laki-laki itu.

"Paman saya merekomendasikan saya kepada tuan Felix, saya juga sudah tau tuan seperti apa yang akan saya layani." Jawabnya.

"Hmm.. jadi begitu, padahal ku rasa kau lebih baik bekerja di tempat yang tidak mengancam nyawa mu. Bukankah itu lebih baik?"

"Itu betul nyonya, tapi nyonya bukankah setiap yang hidup akan mati?"

Dia tidak takut mati rupanya, pantas saja dia mau kerja dengan Felix.

"Lagi pula tuan orang yang baik, setiap setelah ada perkelahian tuan selalu menanya siapa saja yang masih hidup? Siapa yang saja yang terluka? Setelahnya tuan akan membiayai pengobatan kami dan memberikan uang kompensasi pada keluarga dari pekerjanya yang mati."

"Itu hal yang wajar, memang siapa yang mau memperkerjakan orang-orang tidak sehat, uang kompensasi itu hanya agar ia tidak di tuntut atau setidaknya menjaga nama baiknya," jawab ku.

Karna tak ada jawaban, aku meneruskan langkah ku, sesekali aku menatap langit yang kosong tanpa bintang, hanya bulan purnama yang terlihat di langit. "Kenapa anda berpikir kalau tuan orang yang buruk?" Tanya Revan.

"Memang apa yang baik dari bajingan itu?"

"Nyonya, anda sepertinya tidak tau kalau tuan sang-"

"Kita balik saja, aku sudah lelah."

Aku memotong ucapan Revan karna tidak ingin mendengar apapun tentang laki-laki itu, Revan ataupun yang lain bisa berpikir kalau Felix orang baik hanya karna mereka orang yang bekerja dan di gaji oleh Felix.

Aku dan Revan memasuki rumah, awalnya masih biasa saja. Tidak ada hal aneh yang terjadi tapi sesampainya di ruang tengah aku berhenti, dan langsung aku menutup mulut dan hidung ku dengan satu tangan. Aroma darah menyeruak di ruang tengah, begitu pula dengan tubuh orang-orang yang berserakan di lantai. Sepertinya mereka sudah menjadi mayat.

Beberapa orang mengangkat mayat-mayat itu keluar. Mereka mati? Kenapa? Siapa mereka? Kenapa aku tidak bisa mendengar suara tembakan dari taman? Melihat hal ini kurasa, aku akan mempunyai phobia darah setelah ini.

TBC

ANTAGONIST (DALAM REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang