Chapter 10 (REVISI)

33.6K 5.1K 148
                                    

Mohon koreksinya kalau ada typo atau tataan bahasa yang salah.

Thanks for support and love, enjoy the story.

Reminder: POV orang ketiga akan selalu menggunakan nama Joy, dan nama Calista hanya muncul pada dialog atau POV tokoh lainnya.

.

.

Aroma darah menyeruak di ruang tengah, begitu pula dengan tubuh orang-orang yang berserakan di lantai. Sepertinya mereka sudah menjadi mayat. Ku lihat beberapa orang mengangkat mayat-mayat itu keluar. Apa mereka mati? Kenapa bisa ? lalu siapa mereka? Kenapa aku tidak bisa mendengar suara tembakan dari taman? Melihat hal ini ku rasa, aku akan mempunyai phobia darah setelah ini.

"Nyonya, lebih baik kita lewat jalan lain menuju kamar anda, mari saya antar." 

BRUK

Saat ingin pergi tiba-tiba sesuatu jatuh tepat di sebelah ku, "Aaaaaaaaaa!!" Aku berteriak setelah melihat apa yang jatuh barusan. Sebuah tubuh laki-laki jatuh dengan leher tergorok, bahkan aku rasa kepala itu hampir terlepas dari badannya.

Revan kemudian berdiri di depanku menutupi pandangan ku dari pandangan yang mengerikan. Tubuhku jelas begetar, rasanya lututku tidak bisa menompang beban tubuhku. Bahkan aku yakin Calista yang asli akan ketakutan seperti ku jika melihat pemandangan seperti ini.

"Revan..a..aku tidak sanggup berjalan," ucap ku sambil menarik lengan jas yang ia kenakan.

"Kalau begitu saya ijin menggendong anda ke kamar nyonya," ucapnya sambil menahan tubuhku yang hampir merosot ke bawah.

Ketika aku ingin mengangguk, sorot mataku menangkap sebuah tangan lain yang berlumuran darah memegang tangan Revan.

"Minggur, biar aku yang membawa istriku ke kamar," ucapnya sambil lepaskan tangan Revan dari tubuh ku.

"Apa kau gila!?" ucapku menepis tangan Felix yang mau menyentuhku. Jangankan aku, para jalangnya saja enggan di sentuh laki-laki yang terdapat bercak darah di wajah, baju dan tangannya.

"Aku akan di antar Revan." Ucap ku padanya.

"Tidak boleh."

"Felix, lihat dirimu! Sangat kacau! Kau pikir aku mau di antar dengan penampilan menyeramkan seperti itu ? Jangankan aku para jalang yang kau sewa juga akan ketakutan melihat mu." Aku tidak melepas pandangan ku dari mata Felix, lalu beberapa detik kemudian matanya melihat ke arah baju dan tangannya yang berlumuran darah.

"Kau benar, aku terlihat seperti monster bukan?"

Deg

Kenapa jadi aku tidak enak hati setelah mendengarnya berucap seperti itu, tapi bukan maksud ku mengatainya monster hanya saja itu terlihat menakutkan.

"Bu..bukan begitu, maksud ku-"

"Tunggu di sini, aku akan membersihkan diriku lalu mengantarku ke kamar," ucapnya lalu berbalik badan entah kemana, "Tidak perlu, aku akan per-"

"Tidak ada penolakan, kau dengar!" Wajah Felix jelas menggambarkan bahwa aku tak boleh membantahnya

"Nyonya sebaiknya kita sedikit menjauh dari sini, pemandangan ini tidak layak untuk anda lihat" Aku hanya mengangguk dan mengikuti Revan yang membawaku sedikit menjauh.

~~**~~

"Ayo." Aku yang terduduk di teras belakang, mendongakkan kepala. Terlihat Felix jauh lebih bersih dari yang ku lihat tadi. Aku berdiri dari duduk ku dan berniat untuk melangkah pergi tapi lenganku tiba-tiba di cegat oleh Felix.

"Apa lagi?" tanyaku padanya. Mata Felix melirik ke arah Revan, "Kau bisa pergi."

Revan mengangguk patuh dan pergi dari hadapan kami, "Apa lagi?" tanyaku lagi pada Felix.

Bukannya menjawab pertanyaan ku, ia malah mengangkat tubuh ku. Persis sedang menggendong anak kecil, bukan modelan bridal style. Secara reflek tangan ku meremas kerah bajunya

"Felix, apa-apaan ini!? Turunin aku sekarang!" Kupastikan bahwa suaraku cukup keras dan Felix tak mungkin tak mendengarnya tapi memang dasarnya laki-laki ini kepala batu, dia tidak mungkin mendengarkan ucapan ku.

Sialan memang si Felix, dia justru melewati kembali ke tempat kejadian pembataian tadi, padahal bisa saja lewat arah yang lain. Kini aku membuang jauh gengsi yang ku punya. Aku memeluk Felix dan menyembunyikan wajahku di leher laki-laki itu. Aku mengerti sekarang, kenapa dia menggendong ku. Lantai masih banyak bercak dan genangan darah dan juga masih ada beberapa mayat meski tak sebanyak tadi.

Aku tidak tau sebanyak apa orang yang mati malam ini, tapi dengan waktu yang singkat mereka bisa membantai orang sebanyak ini. Itu menakjubkan sekali. Entah apa cuma perasaan ku saja, kalau perjalanan ke kamar ku sedikit lebih lama dari pada biasanya.

Aroma tubuh Felix, terus masuk dalam indra penciuman ku. Entah parfum apa yang ia pakai tapi aromanya sangat enak untuk dihirup. Karna aku masih menyembunyikan wajah ku di tengkuk leher laki-laki itu aku tidak tau sudah sampai mana Felix membawaku, namun aroma tubuh Felix seperti pengantar tidur untuk ku. Perlahan mata ku tertutup, tubuh ku juga mulai melemas dan kesadaran ku juga sudah mulai hilang.

Dengar keadaan setengah sadar, aku masih bisa mendengar suara pintu terbuka, apa sudah sampai kamar? Sepertinya iya karna tak lama aku merasa tubuh ku di baringkan di atas kasur, lembut dan empuk. Menambah rasa kantuk ku. Tanpa ingin membuka mata aku seperti membiarkan Felix menyelimutiku dan mengelus rambutku.

Tunggu? Mengelus rambutku? Apa aku sedang berhalusinasi sekarang? Aku membuka sedikit mataku, meski tak jelas aku sedikit bisa melihat Felix di hadapanku.

"Good night, sayang," ucap nya.

Cup

Sebuah kecupan singkat mendarat di keningku, ah sepertinya aku benar-benar sedang berhalusinasi atau sedang bermimpi. Tapi kalau bukan, aku suka perlakuan Felix seperti ini. Ini seperti sisi manis Felix.

TBC


ANTAGONIST (DALAM REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang