Selamat hari minggu gais! Sebelum baca, jangan lupa vote dulu ya. Spam komen yang banyakkk💋💋💋
😈😈😈
Elena menggeliat di balik selimut. Merasakan sebuah kain basah seperti handuk melorot tepat menutupi matanya.
Melirik jam menempel pada dinding, ternyata masih menunjukan pukul sepuluh malam. Elena sedikit mengangkat tubuhnya agar menyandar pada punggung kasur, lalu meletakan handuk kecil setengah basah itu di atas nakas.
Tidak ada siapapun di ruangan ini. Sejak Alana pergi beberapa jam yang lalu, Elena sudah tidak tahu apa saja yang terjadi di dalam rumahnya. Matanya menyipit saat melihat jaket kulit berwarna hitam tergeletak manja di atas kursi baca, dekat jendela. Sampai seseorang masuk dengan senyum andalannya.
“Eh, udah bangun,” itu yang dikatakan, “feels better?”
“Ngapain lo di sini?” kata Elena sarkas.
“Sini coba gue cek,” mengabaikan ucapan Elena, laki-laki itu justru memegang kening Elena.
Masih terasa hangat. Dengan cekatan, laki-laki itu meraih thermometer yang tergeletak di atas nakas, lalu mengangkat pergelangan tangan Elena. Dia menyelipkan benda kecil itu di lipatan ketiak Elena, yang sontak saja menimbulkan seruan tidak terima dari si empunya ketiak.
“Gak sopan ya lo! gue aduin mama ntar!”
Laki-laki itu tertawa ngakak, “aduin aja. Menurut lo siapa yang bakalan lebih di percaya sama nyokap?”
Elena menggertakkan gigi. Sabar, sabar, begitu katanya. Yang di bilang laki-laki itu ada benarnya juga. Selama ini, Alana selalu menjadikan laki-laki ini menjadi role model menantu idamannya. Tidak mungkin Alana akan mempercayai Elena dengan mudah. Apalagi Elena yakin, jika kedatangan laki-laki ini di kamarnya ada campur tangan yang mulia Alana.
“Lo kok nyebelin banget sih!” Elena menjatuhkan tubuhnya di kasur lalu menarik selimut hingga menutupi kepala.
“Siniin dulu thermometer nya, gue perlu bikin laporan berkala sama mama mertua.” Elena mengulurkan tangannya dari balik selimut, menyerahkan benda pipih yang mempunyai panjang tidak sampai sepuluh senti.
“Lumayan lah, udah turun 2.” Laki-laki itu bergumam.
“Damon, bisa gak pergi dari kamar gue? gue mau tidur, please!”
Damon menatap buntalan selimut berisi manusia itu dengan senyum terukir di bibirnya. Sejauh ini, Damon tidak tahu ada apa dengan perasaannya. Yang Damon tau, dia menyukai Elena. Tidak tahu kenapa, dan apa alasannya. Padahal Elena tidak pernah berlaku lembut padanya, malah sering berbuat bar-bar, ketus dan menolak semua perhatian Damon.
Saat mendengar kabar Elena sedang sakit, jantung Damon rasanya sudah berhenti berdetak saja. Untuk beberapa menit, Damon merasa dirinya juga ikut sakit. Rasa khawatir yang entah sejak kapan hinggap di relung hati Damon, membuat cowok itu tidak bisa berpikir dengan jernih.
Selama ini, pengendalian diri Damon cukup bagus. Bahkan bisa di bilang sangat tenang. Dia tidak pernah bertindak gegabah, tapi hanya mendengar kabar Elena sakit, Damon bahkan sampai menerobos lampu lalu lintas beberapa kali.
“Damon, please, keluar dari kamar gue,” lirih Elena dari dalam selimut, “gue gak bisa tidur kalau ada orang lain di kamar gue.”
Damon menggeleng tegas, meskipun dia tau Elena juga tidak akan bisa melihatnya.
“Sorry gue gak bisa ninggalin lo. Gue udah janji sama tante Alana buat jagain lo sampe jam jaga selesai. Kalau lo terganggu sama adanya gue, gue hargain kemauan lo.” Damon berjalan mendekat ke sisi ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Damon!
Teen FictionDamon itu pria menyebalkan, pengganggu, dan sedikit Gila. Elena benci Damon. pertemuannya dengan Elena pada saat ulangtahun Caroline juga tanpa unsur kesengajaan. Damon adalah kakak dari Rian Salvazze, cowok yang paling Elena sukai sejak awal masuk...