Sayaaaaa hadirrrr kembali kawann🤭
So, bagaimana cerita ini?
Sebelum baca, make sure kalian udah kasih vote ya buat aku😍
Selamat membacaaaa❤️💋❤️
😈😈😈
“Maaf pak, saya permisi.”
Secepat kilat Elena memungut ponselnya yang tergeletak di lantai dan bergegas pergi dari kantin. Tidak peduli tatapan guru baru itu atau teman sebayanya yang lain. Elena hanya ingin segera pergi dari kantin.
Sampai di kelas, Elena langsung duduk di kursi biasanya. Dilihatnya dua temannya itu sudah duduk manis sambil bermain ponsel. Ada juga teman-teman yang lain sibuk dengan kegiatan masing-masing.
“Dari mana lo? Ngos-ngosan banget.”
Elena menoleh. “Kantin.”
“Terus ngapain lari-lari?”
“Lo inget gue tabrakan sama orang di supermarket waktu itu?” tanyanya pada kedua temannya.
Rose tampak diam saja dan tidak berniat untuk menyahuti ucapan Elena. Sedangkan Caroline masih asik bermain ponsel.
“Dia guru baru di sini.”
“HAH?!” teriak Caroline lebay. Pandangan matanya sudah beralih dari ponsel ke Elena.
Elena mengangguk. Malu sekali kalau ingat kejadian itu.
“Biarin lah El ada. Lagian udah lewat juga.”
Elena menghembuskan napas pelan, lalu mengeluarkan buku-buku yang menjadi mata pelajaran jam pertama.
😈😈😈
“Jadi gimana?”
Baru saja mendapat pertanyaan, pria yang terlihat beberapa tahun lebih muda itu menatap dengan sorot yakin. Selama beberapa hari terakhir, ia tidak pernah berhenti untuk memantau dan terus mencari informasi tentang targetnya.
“Mereka bersekolah di SMA Radana 3, Bang. Dan benar kalau cowok yang bersama perempuan itu adiknya Damon.”
Pria lain itu mengangguk paham. Ia tahu langkah apa yang akan diambilnya setelah ini. Pertama-tama, ia harus berada dekat dengan korban.
Bukankah pepatah pernah mengatakan jika cara menyakiti seseorang paling dalam adalah dengan berpura-pura menjadi orang terdekat? Maka, dengan senang hati pria itu akan masuk pada lingkungan target.
😈😈😈
Hampir satu jam berada di lapangan dengan terik matahari yang begitu menyengat, membuat peluh mereka hampir membanjiri seluruh tubuh. Rasanya setiap inci kulit mereka nyaris terbakar karenanya.
“Break dua puluh menit!”
Usai mengatakan itu, seluruh barisan murid langsung berhamburan ke segala arah. Ada yang langsung berteduh di bawah pohon, ke pinggir lapangan, kantin, dan kembali ke kelas.
Untuk Ian sendiri lebih memilih melipir ke kantin seorang diri. Rasa haus akibat bermain sepak bola pasca olah raga membuat keringat di tubuh dan hausnya meningkat berkali lipat.
“El!” sapa Ian saat tidak sengaja melihat Elena mengantri di tempat yang sama sepertinya.
Cewek itu sedang mengantri di tengah kerumunan kedai soto sembari terus berusaha berjinjit agar keberadaannya dapat di lihat. Tubuh kecil Elena jelas kalah jauh dengan tubuh teman-temannya yang jauh lebih bongsor dan besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Damon!
Teen FictionDamon itu pria menyebalkan, pengganggu, dan sedikit Gila. Elena benci Damon. pertemuannya dengan Elena pada saat ulangtahun Caroline juga tanpa unsur kesengajaan. Damon adalah kakak dari Rian Salvazze, cowok yang paling Elena sukai sejak awal masuk...