2. Kebencian Yang Terpendam

200 8 0
                                    

Nafasnya berhamburan, langsung menyandarkan diri pada jok mobil taksi yang diberhentikan Bbiya di depan Club. Tangan kanannya sudah meremas sebagian rambutnya yang terurai. Menu duk sejenak, berusaha menenangkan diri.

"Ya Tuhan, aku tahu yang aku lakukan ini tidak benar. Maafkan!" gumamnya sendiri sudah menghela nafasnya dalam-dalam. Memandang suasana malam jalanan.

Flasback On

"Maafkan aku Bbi, aku capek jalanin hubungan sama kamu." keluh Dafa pada Bbiya di salah satu restoran di dekat kampus.

"Kok kamu ngomongnya gitu sih? Kamu nggak lupa kan janji kamu nikah sama aku setelah wisuda." kata Bbiya yang berusaha menahan tangisnya. Saat Dafa mengatakan untuk mengakhiri hubungan dengannya. Padahal bukan hitungan bulan, lima tahun. Harusnya waktu yang cukup untuk saling mengerti dan berjuang bersama.

Namun Dafa tetap pada pendiriannya. Dengan berbagai macam alasan. Dafa mengatakan bahwa dirinya tidak yakin kalau Bbiya benar-benar mencintainya karena Bbiya selalu menolak untuk disentuh Dafa. Lalu respons paman Rasyid, ayah Bbiya semakin membulatkan keinginan Dafa untuk putus dengannya. Pasalnya lelaki paruh baya itu terlihat tidak senang dengan kehadirannya saat Bbiya memperkenalkan keduanya. Ditambah lagi begitu banyak peraturan yang diberikan paman Rasyid semakin membuat Dafa muak.

"Aku doakan semoga kamu mendapat lelaki yang lebih baik dari aku," ungkapnya merendah namun tak dapat dicerna dengan baik oleh Bbiya.

Perempuan itu beranjak dari tempat duduk, saat Dafa meninggalkannya. Berusaha menahan Dafa dengan menarik lengannya. "Kamu satu-satunya pria yang aku cinta, dan kamu janji kita bakal nikah setelah wisuda."

"Tapi aku nggak bisa Bbi. Aku nggak bisa nikah muda sama kamu, aku belum mendapatkan pekerjaan. Dan aku masih ingin menikmati masa muda aku." tegasnya meninggalkan Bbiya sendirian.

tangisnya tak mampu tertahan, kecewa sekaligus tak percaya cara seperti itu yang dilakukan Dafa untuk meninggalkannya. Membiarkan dalam kesedihan di hal layak ramai.

Flasbask off

"Sudah sampai mba," kata pengemudi taksi saat tiba di depan pintu masuk apartemen Maryam City. Menyadarkan Bbiya dari lamunan-lamunannya.

Bbiya segera memberikan uang tunai dan turun dari mobil setelah mengucapkan terima kasih. Kakinya mantap untuk segera tiba di kamarnya yang berada di lantai sebelas. dengan santai Bbiya berjalan menuju lift. Seperti biasa, Bbiya sering pulang larut namun tak merasa risih berada di lantai atas. Iya, Apartemen Maryam City ini memang diperuntukan untuk penghuni perempuan saja. Apartemen yang memilik lima belas lantai, yang dilengkapi swimmingful di rooftop, di lantai 15 dan tiga resto yang terletak di lantai tiga belas, lantai tujuh dan di lobi apartemen. Nyaman dan tentu saja memperkuat izin Rasyid untuk membiarkan anak perempuannya hidup mandiri alias tinggal jauh dari orang tua.

Di setiap lantai apartemen hanya terdiri delapan sampai sepuluh unit kamar. Di bagian tengah disediakan mini living room untuk penghuni di setiap lantai saling menyapa dan mempererat silaturrahmi. Ditambah tersedianya pojok literasi yang semakin membuat betah bagi seseorang yang senang membaca, atau sekedar melihat-lihat buku untuk menghilangkan rasa bosan.

Tentu saja Bbiya kenal semua penghuni di lantai sebelas, meski hanya ada satu atau dua yang lebih akrab. Kak Rara misalnya, salah satu penghuni lantai sebelas yang tepat di sebelah kiri kamar Bbiya. Perempuan berusia tiga puluh satu tahun itu selalu memberinya makanan dan terkadang main di kamar karena tidak suka sendirian. Dia seorang istri yang ditinggal dinas luar negeri oleh suaminya. Sifat kedewasaannya membuat Bbiya nyaman, merasa memiliki seorang kakak perempuan. Berbeda dengan Arbiyan Bani Al Rasyid, kakak Bbiya. Lelaki itu selalu usil dan mengganggu kesenangannya. Termasuk tentang Dafa.

KALBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang