3. Rusuh

164 9 0
                                    

Tubuh Bbiya terasa lelah setelah kejadian semalam. Dalam keadaan masih mengantuk, dia berusaha masuk ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya. Pagi ini Bbiya berencana untuk sarapan di restoran.

"Ajak kak Rara seru nih..." Bbiyya bergegas merapihkan rambutnya dan masih menyelesaikan kancing baju bagian atas sambil membuka pintu keluar. Dan seketika Bbiya terkejut teriak. "Aaaaaaaaa, penjahat-----" Bbiya pun mendekap tubuhnya dengan kuat menutupi bagian depan bajunya yang belum dikancingkan.

Lelaki ikut terkejut. Bingung melihat reaksi Bbiya yang berlebihan menurutnya. Matanya melotot serasa tak terjadi kesalahan apapun dan Bbiya masih berteriak sekencang - kencangnya. Melihat sekeliling tetangga kamarnya yang tidak ada respon, barulah sadar kalau akhir pekan memang selalu sepi.

Bbiya langsung menekan bel keamanan yang terletak di dinding dekat pintu kamarnya. Lalu berusaha menghajar pria yang berani-berani menerobos apartemennya. Namun dengan tangkas pria itu menangkisnya dan Bbiya masih berusaha menghajar dengan kedua tangannya, yang sedari tadi masih memegangi pakaiannya yang belum selesai dirapihkan.

Namun tenaga Bbiya tak sebanding, pria itu balik memegang kedua tangan Bbiya sekuat tenaga dan mendorong tubuhnya sampai ke dinding. Seketika tatapannya yang kuat seolah menghipnotis Bbiya, mendebarkan jatungnya.

"Ada apa ini?" suara petugas keamanan apartemen yang baru keluar dari lift.

Lelaki itu mendorong kedua tangan Bbiya menutupi pakaiannya yang belum dikancing. "Sebaiknya kamu pakai pakaianmu dengan benar." hentaknya melepaskan pegangannya pada tangan Bbiya.

Bbiya yang merasa malu karena pakaiannya, masih berusaha tenang dan melaporkan lelaki itu. "Bapak tidak lihat, ada pria ini. Cepat bawa ke kantor keamanan." kata Bbiya membuat pria itu menoleh pada sang petugas.

Setelah melihat wajahnya, petugas itu mengenalinya. "Oh, dia bukan penjahat nona Bbiya."

"Bukan penjahat bagaimana? Bapak sudah lupa kalau di apartemen ini tidak diizinkan ada pria, tempat ini dikhususkan untuk perempuan pak Endang," keluhnya pada security yang sudah lama bekerja di apartemen itu.

"Bapak tidak lupa non, tapi mas ini semalam memang izin untuk tinggal disini."

"Kok bisa?"

"Bisa. Karena Bu Rara yang ajak dia kesini."

"Kak Rara?" pikirnya sedikit tidak enak hati karena sepertinya dia salah sangka. "Suaminya?" tebaknya ragu-ragu melihat potongan pria itu sepertinya berbeda dengan sosok yang selalu diceritakan.

Klakkk. Pintu kamar di sebelahnya terbuka. Rara, tetangga Bbiya itu sepertinya ada di dalam dan mendengar keributan disini.

"Nah bu Rara nya ada disini." tunjuk pak Endang.

"Ada apa ini pak?" tanya Rara dengan suara bindeng, seperti orang sedang sakit. Perempuan itu menatap tajam pada lelaki yang berada di hadapannya sebelum menangkap keberadaan Bbiya. "Kamu buat masalah apa, Nyu."

"Kok gue yang disalahin? Noh tanya perempuan gak jelas itu," ujarnya kesal menatap wajah Bbiya yang masih berdiri di hadapannya. Selintas memorinya berputar. Mengenali paras wajah tak asing di penglihatannya. Samar namun pasti, kejadian semalam.

"Bbiya, maafkan aku. Kamu pasti terkejut dengan kehadiran Banyu. Sudah aku suruh diam di dalam, tapi dia tidak mau mendengarkan."

"Ini suami kak Rara?" tanya-nya ragu, ingin memastikan. Masih menatap sinis pada lelaki yang telah dituduh sebagai penjahat. Semilir rasa tidak enak hati karena sudah menuduh yang tidak - tidak membuat Bbiya sedikit merasa bersalah. Namun rasa gengsinya yang terlalu tinggi mengurungkan niatnya untuk meminta maaf. "Lain kali kakak bisa memberitahuku..." sarannya berusaha tetap pada posisi yang benar.

Rara terkekeh, "Bukan sayang, anak nakal satu ini memang sulit diperintah. Ini adikku, semalam kakak tidak enak badan. Saat mencoba ke kamar kamu sepertinya kamu belum pulang. Jadi, kakak meminta Banyu untuk datang." terangnya.

"Mohon maaf bu Rara, Non Bbiya apa masih ada masalah yang harus saya urus?" kata pak Endang yang masih berdiri menyaksikan kerusuhan.

Rara menggelengkan kepala. "Tidak pak, mohon maaf telah merepotkan."

"Baiklah, kalau begitu saya kembali berjaga. Oh iya, harus dipastikan adik laki-laki bu Rara sudah keluar sebelum jam dua belas siang." tegasnya tentang peraturan yang harus diikuti tiap penghuni apartemen Maryam City.

"Baik pak, terima kasih."

Malas dengan ocehan yang masih berlanjut, Banyu, lekaki yang katanya adik dari Rara itu meleos melewati keberadaan Rara. Kembali masuk ke dalam kamar.

Sementara Rara masih berdiri lemas di depan pintu. "Maafkan kakak yah, membuat kamu terkejut." katanya merasa tidak enak.

Lalu Bbiya mengangguk pelan, mengerti. "Maafin Bbiya juga yah kak pagi - pagi sudah rusuh," ungkapnya. " Oh iya, sekarang keadaan kak Rara bagaimana? sudah baikan? Sebaiknya kakak banyak istirahat. Mau aku pijat?" tawar Bbiya mengajak Rara untuk duduk area living room lantai sebelas.

"Terima kasih ya Bbi. Andai aku punya adik perempuan kayak kamu, uhhh pasti menyenangkan banget. Kalau sakit diperhatiin kayak gini," katanya sambil menyeringai.

"Aku baru tahu kalau kakak punya adik," ujarnya sambil memijat lengan Rara. "Kakak pusing nggak?" tanyanya sudah menyentuh dahi Rara yang terasa hangat. "Kakak demam juga? Sudah sarapan? Sudah minum obat?" tanyanya terdengar benar - benar mengkhawatirkan.

Rara mengangguk pelan. "Sudah Bbi. Kalau soal obat Banyu sama cerewetnya seperti kamu. Tapi, ya namanya juga anak laki, selesai minum obat udah gitu ditinggal. Hehehe" balasnya terkekeh sendiri. "Banyu itu lama di luar negeri. Awal tahun ini dia baru menyelesaikan kuliahnya, namun baru balik kemarin lusa. Katanya banyak hal yang mesti diurus di sana. Katanya dia tidak mau pulang, karena sudah mengajar di sana. Itu pun ayah yang mencoba menghubungi gurunya agar Banyu mau kembali kemari setelah beberapa urusan dengan ayah selesai terserah dia mau kembali ke sana atau tidak."

Kepala Bbiya mengangguk - angguk pelan mencerna cerita dari Rara. Masih sibuk memijat dahi Rara.

Mengingat kembali alasan keberadaan Banyu di Indonesia, Rara semangat bercerita pada Bbiya yang dengan senang hati selalu mendengarkannya. "Kamu tahu tidak? Dia itu belum menikah, padahal usianya hampir menginjak usia kepala tiga akhir bulan depan. Kata ayah, dia harus menikah dengan perempuan pilihan ayah jika ingin kembali ke luar negeri."

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

Alhamdulillah, done!

Semoga lancar terus yah nulisnya. Biar bisa update nemenin malam hari kalian.

Jangan sungkan - sungkan kasih bintang dan komentarnya yah. Dukung karyaku berkembang, bintang dan komentar kalian sangat berarti. Terima kasih.

KALBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang