Usai perjalanan dari Gontor, Rasyad dengan pasti menentukan tanggal kedatangan mereka pada Kamis malam ba'da Isya. Bbiya dilarang keluar rumah oleh ayah dan bundanya. Katanya pamali bagi seseorang yang hendak menikah sebaiknya tidak banyak melakukan kegiatan di luar rumah, jadi dia harus tetap di rumah. Biasanya empat puluh hari menjelang hari pernikahan membuat Bbiya bingung karena acara terdekat hanyalah lamaran. Memang secepat itu akan melangsungkan akad? pikirnya.
Bbiya yang tak boleh keluar dengan senang hati menghabiskan waktu di kamar. Namun suara Biyan memanggilnya begitu keras membangkitkan tubuhnya dengan malas.
"Bbiya... Bbiya... Bbiyaaa..." Teriaknya cukup mengganggu Bbiya hendak membuka pintu, namun dengan kecepatan entah dari mana Biyan sudah di hadapannya sangat mengejutkan.
"Ada apa sih kak. Teriak, teriak di dalam rumah. Berisik tahu..." Keluhnya tak dihiraukan.
"Jelaskan video ini? Apa yang kamu lakukan?" Katanya kasar, membentak.
Bbiya yang terhenyak seketika mendebarkan detak jantungnya panik, sekilas latar belakang tempat pada video itu tidak asing. Lidahnya terasa kelu menatap raut wajah Biyan yang penuhi amarah. Tak sempat dirinya untuk menjelaskan, Biyan yang tak terkendali sudah melayangkan telapak tangannya di pipi Bbiya.
PLAKKKKK
Hanya satu kali, namun terasa begitu menyakitkan dan membekas. Belum sempat wajahnya kembali pada raut semula, Bbiya semakin terkejut karena Rasyad dan Annisa pun berada tepat di balik tubuh Biyan yang sudah dipenuhi rasa kecewa. Ingin rasanya Bbiya berlari bergelayut pada lengan sang bunda, meminta pengertian untuk menjelaskan. Lagi-lagi Biyan mengutarakan kalimat dari benaknya.
"Kakak kecewa sama kamu de. Kakak bahkan ayah kasih kebebasan untuk kamu agar kamu bisa hidup lebih baik, bukan untuk datang ke tempat terlarang itu. Apalagi bersentuhan dengan pria yang sudah beristri. Kamu tahu apa hukumnya kan de?" Bentak Biyan seolah belum puas dengan tiap kata yang disampaikan.
"Dan... Kenapa harus Dafa? Kamu bahkan tahu dia sudah memilih wanita lain. Kenapa kamu melakukan hal terlarang seperti itu," sungguh amarah Biyan memuncak.
Bbiya yang terdiam kaku tak kuasa menahan tangis. Dalam hidupnya tak pernah melihat Biyan apalagi kedua orangtuanya marah dan kecewa seperti itu. Sadar bahwa dirinya melakukan hal yang salah, semakin menciutkan keberaniannya untuk memberikan penjelasan.
"Harusnya kamu berpikir sebelum bertindak. Apa kamu tahu apa yang akan terjadi pada keluarga kita? Bagaimana tetangga akan menghormati ayah. Dan... Bagaimana dengan keluarga paman Rasyad."
"Iya aku salah. Bbiya tahu Bbiya salah..." ujarnya dipenuhi tangisan. Terisak merasakan sesak dalam dadanya. Tak mampu menampakan kembali wajahnya.
"Apakah yang ayah ajarkan kepadamu selama ini nak? Apa ayah salah memberikan setiap pengertian untuk hal-hal yang harus kamu lakukan dan dilarang? Maafkan ayah nak, sudah salah mendidikmu..." kalimat ayah yang merasa bersalah pada diri sendiri semakin menyakitkan bagi Bbiya. Lebih baik ayah marah semarahnya, memukul pun rasanya tak apa agar dirinya tersadar akan tiap kesalahan yang dilakukan.
Bbiya semakin terisak. Saat Annisa pun membisikan kalimat "Bagaimana kita menjelaskan semua ini pada keluarga mas Rasyad, yah?" Pada Rasyid yang masih terpancar jelas raut wajah kecewa teramat dalam pada Bbiya.
"Seharusnya kamu bersyukur Banyu mau melamarmu..." sindirnya kasar meninggalkan Bbiya sendirian. Rasanya tak ada lagi yang peduli membuat Bbiya merasa semakin tak berguna.
Menit-menit waktu itu begitu kejam. Seolah tak ada hal baik yang pantas diterimanya. Adzan Maghrib yang berkumandang menjadi waktu paling tepat dalam bersimpuh memohon ampunan. Dalam sujudnya dipenuhi tangisan tak ingin lagi membuat kedua orangtuanya kecewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALBU
SpiritualAbbiya hanya ingin mencurahkan isi hatinya. Meski lelaki yang bersamanya kini tak seharusnya bersama dirinya, Dafa. Lelaki yang pernah singgah dan memilih Bbiya menjadi kekasihnya kini sudah memilih wanita lain sebagai pasangan. Setahun setelah pern...