12. Naluri

121 7 0
                                    

Bbiya sudah memeriksa setiap stok barang minggu ini. Lalu Bbiya menghubungi Fitra, pegawai toko yang siang ini akan kembali kerja.  Kabar Biyan semalam mengharuskan dirinya ikut serta melakukan perjalanan ke Gontor. 

"Sayang....." suara Dafa memasuki toko Bbiya. Pria itu sudah memeluk Bbiya dari belakang.

"Apaan sih Daf, kalau pembeli lihat kan nggak enak. Fitra juga lagi di jalan kesini," ucap Bbiya berusaha melepas pelukan Dafa. Namun sebaiknya, dafa semakin mengeratkan pelukannya.

"Aku nggak akan lepas, sampai kamu batalkan perjalanan kamu. Ngapain coba pergi sampai seminggu. Aku nanti kangen."

"Aku mau nikah..." umbar Bbiya seketika menghentikan gerakan Dafa saat memeluknya.

"Jangan bercanda kamu." sangkalnya membalikan tubuh Bbiya sampai kedua matanya bertemu. Meneliti wajahnya dengan seksama, "Pasti ayah kamu yang minta kan? Kamu harus menolaknya."

Bbiya berdecih tidak percaya, "Kenapa aku harus menolak? Aku bahkan belum menikah, hak itu sepenuhnya milikku. Kamu bahkan masih suami Tari, untuk apa kita terus menjalani hubungan ini."

"Kamu bersabar sebentar lagi aku akan ceraikan Tari." ucapnya sembarangan.

Bbiya menderukan nafasnya kasar, tidak percaya kalimat yang baru saja Dafa katakan. Mudah sekali pria itu mengatakan hal tersebut. Membuatnya semakin terlihat tidak bertanggung jawab sebagai seorang pria dan suami.

"Aku sayang sama kamu Bbi, sungguh apapun itu tidak akan ada yang menghalangi kisah kita lagi." sesumbarnya kembali memeluk Bbiya, erat.

Pandangan Bbiya membelalak saat menangkap keberadaan Banyu di depan toko, menyaksikan dirinya sedang bersama Dafa. Namun ia sendiri tak mampu melepaskan pelukan Dafa, karena pria itu sudah menguatkan pelukannya. Terbesit satu rasa yang menyelinap di dadanya saat melihat raut wajah Banyu yang samar di balik jendela.

Banyu terlihat melangkah pergi menyisakan sesal dalam hatinya. Namun, pengunjung yang datang cukup menyelamatkan Bbiya untuk melepaskan pelukan Dafa. "Ada pengunjung, sebaiknya kamu pergi." bisiknya memaksa Dafa menjauh dari tubuh Bbiya meski menampilkan wajah memberengut, Bbiya tak menghiraukannya. Berjalan menghampiri pengunjung yang hendak melihat - lihat.

Tak lama kemudian, beberapa pengunjung kembali memasuki tokonya. "Tumben pagi -pagi udah rame banget," pikir Bbiya dalam benaknya. Namun dia merasa senang saat sibuk melayani pelanggan. Bbiya memberikan beberapa rekomendasi pada mereka yang kebingungan memilih dan mengantarnya langsung untuk melakukan pembayaran.

Kesibukan dan kehadiran pelanggan membuat Dafa risih karena perempuan itu benar benar abai. Tidak peduli. Kemudian Dafa pergi meninggalkan toko. Tidak melihat keberadaannya lagi, membuat Bbiya lega sampai pengunjung yang melakukan pembayaran terakhir. 

Matanya berkeliling mendapati keberadaan Banyu di balik jendela. Sudah berjalan masuk ke toko. Ekspresi wajahnya datar, menyulitkan Bbiya untuk mengetahui apakah laki-laki itu sedang marah, kesal atau bahkan benci setelah melihat apa yang terjadi di antara dirinya dan Dafa.

"Pagi kak Bbiya...." suara riang yang dikenali Bbiya menyeruak, Fitra. "Maaf yah telat, tadi ojek online Fitra bannya bocor. Oh iya, kakak jadi pergi bareng calon suami kakak?" katanya tak menghiraukan ekspresi Bbiya yang malu di hadapan Banyu. Gadis itu melirik antusias saat sadar arah bola mata Bbiya. "Masya Allah, cakep banget calon suami kak Bbiya. Tinggi lagi, buat perbaiki keturunan yah kak." kelakarnya sudah tak bisa dihentikan. Fitra memang terbiasa ceplas - ceplos, jiwa mudanya yang ceria memang tak memandang siapa yang sedang ditemui meski tak kenal.

"Memangnya Bbiya bilang kalau akan pergi dengan calon suaminya?" tilik Banyu pada Fitra, antusias untuk mendengar jawaban Fitra. Namun Bbiya segera berdiri di depan Banyu, memamerkan isyarat dari wajahnya pada Fitra.

KALBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang