14. Manisnya kasih sayang

101 7 0
                                    

Biyan sudah mengantar Bbiya ke sebuah taman untuk bertemu Banyu. "Kita sudah sampai," Biyan membuka kunci pintu mobilnya.

"Kakak udah nggak marah?" tiba - tiba suara Bbiya menghentikan gerakan Biyan. Sadar betul kesalahanya tidak semudah itu dimaafkan. Sebagai kakak laki - laki, wajar sekali bersikap posesif pada adik perempuannya. Bbiya pun senang dengan perlakuan Biyan, kecerewetan lelaki itu selalu membuatnya hangat dan merasa aman. Namun tak pernah sekali pun dirinya menyaksikan kemarahan Biyan seperti halnya kemarin.

Nafasnya nampak jelas terhela dalam, terdapat kemarahan yang tersisa namun berusaha untuk disingkarkan. "Sekarang tidak penting kakak masih marah atau tidak, yang harus kamu ketahui bahwa kakak selalu memaafkan kamu. Asalkan kamu mau menjadi pribadi yang lebih baik lagi, untuk diri kamu sendiri Bbi. Dunia ini hanya sementara, jadi kakak mohon kamu bisa menjauhi hal - hal yang dilarang Allah, kakak, ayah dan bunda tidak selamanya mampu membimbing dan menjaga kamu." tatapnya lekat pada wajah Bbiya, "Dek, saat ini kakak, ayah dan bunda tidak berniat memaksa kamu untuk menikah dengan Banyu untuk kepentingan keluarga. Dengan semua yang terjadi, kakak yakin Allah sudah memberikan petunjuk untuk kamu mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Bismillah, niatkan semuanya untuk ibadah." petuah sang kakak dengan lembut mengelus rambutnya.

Bbiya hanya mengangguk pelan, berusaha memahami setiap maksud dari perkataan sang kakak. Kemudian ikut turun dan keluar dari mobil. Berjalan menghampiri Banyu yang terlihat menikmati indahnya alam, nampak sawah - sawah menguning mendekati panen. Angin pagi ini masih terasa sejuk, matahari terbit dengan hangatnya menyapa.

"Assalamualaikum Nyu," sapa Biyan membalikan badan pria itu.

"Wa'alaikum salam, apa kabar?" Sapanya dengan akrab.

"Kamu sudah menunggu lama? Tim WO nya belum datang yah?" Tanya Biyan mendapat gelengan kepala dari Banyu. "Aku coba hubungi dulu yah, khawatir mereka tidak tahu lokasinya. Dek, kamu tunggu disini dulu yah." Kata Biyan sebelum sibuk melihat ponselnya.

Bbiya mengangguk, berjalan menuju jalan - jalan kecil pinggiran sawah. Udara pagi hari memang tak pernah gagal untuk memberikan kesejukan. Adem, terasa sampai ke hati. Masih tak banyak obrolan dengan Banyu. Rasanya aneh, namun Bbiya rasa tak serusuh ketika pertama bertemu. Entahlah, perasaan pada pria itu hanya berusaha menampakan diri se-apa adanya. Beberapa hal yang tak diketahui keluarganya pun, Banyu sekilas merekam jejaknya. Jadi, untuk apa berpura-pura.

"Aku boleh tanya sesuatu?" Kalimat pembuka Banyu mendapat anggukan seraya memandang keindahan di depan. "Kenapa kamu menerima lamaranku?"

Pertanyaan itu terdengar memiliki banyak makna yang belum seutuhnya diterima oleh dirinya. Sekilas Bbiya menatap wajah pria itu, manis dan penuh karisma dengan rahang tegas terlihat gagah dengan sikap dingin ketika hanya berdua. Pasalnya, cara bicara dan responnya berbeda ketika ada orang lain di sekitarnya. Meski begitu, Bbiya merasakan hal yang wajar, baru kenal. "Kamu tahu? Bahkan sebaik apapun kita, jika tidak bisa berbuat baik pada orang tua kita sama dengan menggenggam neraka kita sendiri. Aku bahkan bukan anak baik buat ayah dan bunda, jadi nggak ada alasan lain untuk kembali membuat mereka kecewa." Jawabnya pasrah.

"Terpaksa?" Kata yang kelaur dari Banyu mengalihkan tatapan Bbiya. Tajam menilik wajah pria itu yang juga tengah menatap wajahnya.

"Kamu sendiri? Kenapa kamu mau nikah sama aku?" Tanya tegas tidak sedang dalam tahap bercanda namun lontaran itu santai diajukan pada Banyu.

"Kamu tahu kisah cinta sahabat nabi, Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra? Kisah cinta dalam diam, bahkan syaitan pun tidak tahu perasaan mereka. Tidak sebanding memang, aku bahkan hanya seorang hamba dari umat nabi yang banyak kekurangan bagaimana bisa aku berharap sesuatu secara berlebihan untuk mendapatkan yang sempurna. Aku hanya berusaha menerima takdirku, jika semua sudah tertulis untukku sekeras apa pun aku tidak mampu menolaknya. Pertemuan kita juga pasti sudah tertulis dalam skenario -Nya. Hanya saja, alurnya yang belum kita ketahui." jawab Banyu cukup menghipnotis Bbiya. Tidak ada penolakan atau penerimaan secara gamblang yang mampu dicerna, namun Bbiya menyukainya membuatnya tersenyum.

KALBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang