53. Karma Dibayar Kontan

1.3K 37 0
                                    

Solimah memasuki kamarnya dengan perasaan membuncah kesal. Dia jadi takut darah tinggi karena akhir-akhir ini dia sering marah. Solimah menyambar hpnya, menghubungi suaminya dengan cepat. Karena tidak mau berbasa-basi, Solimah lantas menanyakan apa saja yang tadi dikatakan anaknya. Dan suaminya menjawab benar adanya kalau dia mau menikah lagi. Kalau Solimah tidak mau diajak cerai, juga tidak apa-apa yang penting tidak menghalangi niatnya menikah lagi.


Solimah mengamuk di kamarnya karena suaminya juga tidak ke luar kota mengurus bisnis, karena ternyata suaminya sedang jalan-jalan dengan seorang janda anak dua yang sudah lama menjadi kekasihnya. Sial, Solimah merasa kecolongan. dulu suaminya memang pernah mengalami puber kedua, dan Solimah yakin suaminya sudah sembuh, tapi ternyata suaminya malah kambuh lagi.


Solimah menangis, meraung dan terisak tersedu-sedu. Farhan yang berdiri di depan pintu kamar ibunya pun hanya tersenyum mengejek.Wanita itu aneh, selalu meminta penderitaan pada wanita lain sedangkan dirinya sendiri tidak mau menderita. Seperti Dora dan Aulia, dia ingin merebut Farhan dari Ria, tapi kalau pasangan mereka sendiri yang direbut, sudah pasti tidak akan terima.


Begitu pula dengan Solimah, dia memaksa Ria menerima suaminya yang menikah lagi, tapi saat suaminya sendiri yang menikah lagi dia sangat tidak rela. Kalau tidak mau mendapat hal yang sama, maka jangan lakukan apa pun yang bisa menyakiti hati orng lain.


"Jadi, bagaimana perasaan ibu?" tanya Farhan bersedakap dada.


"Farhan, kamu harus cegah ayah kamu, Farhan. Sebagai anak, kamu harus membela ibu. Ibu tidak mau pernikahan ini hancur gara-gara orang ketiga, Farhan!" Solimah yang melihat anaknya lantas mendekat dan memohon.


"Biarkan saja, asal ayah bahagia," jawab Farhan.


"Tapi ini mengorbankan perasaan ibu, Farhan!" teriak Solimah tidak habis pikir dengan jalan pikiran anaknya. Bagaimana seorang anak mengijinkan ayahnya menikah lagi saat ibunya masih berstatus istri.


"Memang begitu lah, Bu. Harus ada yang dikorbankan demi salah satu kebahagiaan."

"Apa maksudmu?"


"Ibu menyuruhku menikah lagi demi kebahagiaan Dora dan kebahagiaan ibu, lalu ada aku dan Ria yang menjadi korban keegoisan kalian. Kalau ibu tidak bisa intropeksi diri dengan kesalahan ibu, jangan harap hidup ibu akan tenang," jawab Farhan melenggang pergi.

"Kamu nyumpahin ibu?" teriak Solimah,


"Aku tidak pernah mendoakan ibu dengan doa yang jelek, tapi ibu selalu melakukan tindakan yang merugikanku. Sekarang istriku pergi, anakku nangis, dan apa yang bisa aku lakukan sedangkan Ria hanya mau kembali kalau ibu meminta maaf langsung kepadanya," ucap Farhan kembali meneruskan langkahnya.


Solimah meremas hp di genggamannya dengan erat. Baru saja ini permulaan dia mendzolimi menantunya, tapi karmanya sudah datang dan membayar kontan. Solimah terduduk lemas di lantai, meratapi kesedihananya. Sudah lebih dua puluh delapan tahun dia menikah dengan suaminya, Solimah tidak rela kalau sekarang harus berpisah atau pun merasakan tinggal bersama istri kedua suaminya.


Walau sudah begini, tidak ada pikiran untuk minta maaf pada Ria di benak Solimah. Perempuan itu tidak akan sudi untuk menjatuhkan harga dirinya sendiri di hadapan menantunya yang sudah kurangajar.


Di kamarnya, Farhan tengah mengusap kening anaknya yang tengah mengigau memanggil-manggil nama Ria. Farhan merasa kasihan dengan anaknya yang harus merasakan situasi ini. Keringat bercucuran di dahi Farel, membuat Farhan membangunkan anak itu. Farel terkesiap bangun karena guncangan papanya di lengannya.


"Mama, mama hiksss ...." Farel celingukan mencari mamanya. Farhan langsung memeluk anaknya dengan erat. Farel menangis di tengah malam karena mencari mamanya. Dada Farhan yang telanjang harus basah karena tangisan anaknya itu.


"Mama hiksss hiksss ... mama kapan temuin Farel lagi? Hikss ...." Farel terus menangis tersedu-sedu.


"Sabar, Farel. Papa akan bawa mama kembali," ucap Farhan menenangkan.


"Kapan, Pa? Aku pengennya sekarang hikss hiksss ...." Saking kesalnya Farel menendang-nendangkan kakinya ke kaki papanya. Papanya tidak mau membawanya ke mama Ria sekarang, padahal Farel sudah sangat merindukan mama Ria.


Tidur tanpa mama Ria membuat Farel sama sekali tidak nyenyak. Tidak ada yang mengelus punggungnya atau pun menanggapi cerita-cerita lucunya. Farel merasa kesepian tanpa mama Ria. Dan tanpa sadar Farel sudah ketergantungan dengan mama yang katanya bukan mama kandungnya. Terlepas dari mama Ria yang melahirkannya atau bukan, Farel hanya mau dengan mama Ria, bukan dengan tante Dora.


Tidak beda jauh dengan Farel, Ria pun sama sangat merindukan anaknya itu. Sepertinya ikatan keduanya memang sudah sangat erat. Walau masih berpisah sebentar, mereka sudah saling kangen. Ria menangis sembari menggigit selimutnya dengan erat. Ria mengusap ranjang sampingnya yang tampak sepi. Tidak ada suaminya yang biasa memeluknya, tidak ada anaknya yang biasa dia peluk, dan tidak ada juga rengekan Farel yang mengatakan ini itu. Kini semuanya tampak sepi dan kosong.


"Farel, mama kangen hikss hiksss ...." isak Ria. Air mata sudah membasahi bantal Ria.


Sejak melihat kenyataan anaknya yang tidak diperlakukan baik oleh suaminya, orang tua Ria juga tidak sekali pun menemui Ria. Ria merasa sangat bersalah kepada orang tuanya. Apalagi papanya yang mengatakan kalau dirinya dianggap oleh Ria sebagai orang asing karena tidak mau menceritakan apa pun. Ria makin terisak, rasa mual di perutnya kembali bergejolak.


Dengan langkah tergesa-gesa, Ria beranjak menuju kamar mandi. Perempuan itu kembali muntah-muntah hebat dengan kepala yang berdenyut pusing. Hampir saja Ria kehilangan keseimbangannya, untungnya Ria masih bisa menahan dirinya dengan menyangga tubuhnya dengan berpegangan dengan tembok.


Tiba-tiba perut Ria terasa nyeri, Ria meremas perutnya yang sangat sakit. Mual-mual juga makin deras membuat Ria terasa tersiksa. Sesuatu yang basah merembes di selakangan Ria. Dengan takut-takut, Ria menyibak piyama tidur yang dia kenakan, matanya berkunang-kunang saat darah segar kembali menetes dari pusat kewanitaannya. Ria membasuh darah segar itu dengan air. Ria membeku dengan menahan berat di kepalanya. Ada tiga pemikiran dalam benak perempuan itu, darah yang keluar saat ini merupakan darah menstruasi, pendarahan seperti kemarin karena efek pil pencegah kehamilan atau darah keguguran. Ria kembali mual. Keguguran, satu kata itu terngiang-ngiang di kepala Ria. Pikiran Ria sudah berkelana negatif, kalau keguguran dia tidak merasakan hamil sama sekali.


Karena sudah tidak kuat menyangga tubuhnya, Ria jatuh pingsan dengan kepala membentur kloset. Tubuh ringkih itu tidak sadarkan diri di atas dinginnya lantai kamar mandi. Sedangkan di kamarnya, orang tua Ria tengah tidur dengan gelisah. Bukan maksud mereka marah, tapi mereka merasa tidak dianggap saat anaknya tidak menceritakan apa pun yang dilakukan suaminya.


"Aku merasa bersalah telah menjodohkan Ria dengan Farhan," ucap Ibu Ria dengan sedih. 



Sexy Doctor (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang