part 8

68 12 0
                                    

1 jam kemudian Sobin beneran balik ke rumah, dia nggak sendiri tapi bareng si kembar sama Arin juga. Cewek 18 tahun itu langsung meluk mamanya begitu masuk rumah. Sementara Sobin masuk terakhir bareng pasangan orang dewasa lainnya.

"mama Arin takut..." Cewek berambut  panjang itu menangis dipelukan ibunya.

"apa yang terjadi sebenernya?" Selidik Juna menatap 2 cowok yang masuk bareng putrinya tadi.

"kita mau dateng kesini om tadinya, karena Arin yang minta. Katanya dia takut Sobin sakit makanya nggak kuliah. Udah sampe jalan seberang kita keburu dicegat sama orang, mana Arin pake ditahan sama mereka. Makanya saya tadi telpon Sobin om." Jelas Minhyuk si penelpon tadi.

"terus mana Sobinnya?" Surya celingukan mencari sosok Sobin yang belum muncul.

"buruan masuk, nggak ada yang bakal makan kalian di dalem." Suara Sobin terdengar diikuti masuknya sepasang orang dewasa barulah Sobin berjalan dibelakang mereka.

"ngapaim kita kesini? Kamu mau pamer kalau rumah ini lebih besar dari–"

"diem dulu, duduk terus jelasin apa yang perlu dijelasin. Saya masih waras buat nggak langsung jeblosin kalian ke penjara." Sarkas Sobin.

"kenapa kamu begini sama ibu? Ibu yang ngelahirin kamu." Wanita yang sempat menelepon Sobin pagi tadi seolah menyulut emosi si cowok jangkung.

"ehm... Kayaknya kita pamit pulang aja deh ya, ini kan urusan keluarga jadi selesaiin baik-baik. Lagian tugas kita anter Arin pulang juga udah selesai." Minhyung berujar kikuk karena ia takut salah bicara.

"iya kita pamit dulu semuanya, jangan tegang banget bro. Mereka cuma gertak aja nggak ngelukain kok. Tapi kalau lo mau jadi Senja Nebula cross di depan mereka juga gapapa sih, kita paham. Ketemu besok dikampus lo masih ada tugas buat kompetisi bulan depan." Imbuh Minhyuk.

"mulutnya jangan bocor bisa nggak? Ini udah tegang lo masih aja bercanda. Ayo balik, mobil gue lebih mahal dari diri lo." Gerutu Minhyung buat kelakuan adiknya.

"tumbenan lo normal, biasanya kita sama. Masalah mobil, itu punya gue. Lo punya nya motor." Balas Minhyuk nggak terima.

"jadi balik kagak lo berdua? Apa mau sekalian ketemu sama Senja?" Sarkas Sobin.

"nggak, kita mau pulang nih. Duluan semuanya." Minhyuk bersumpah ngeliat aura mengerikan keluar dari tubuh Sobin.

"jadi bisa diobrolin baik-baik kan? Yuk ngobrolnya pake kepala dingin." Sonya berusaha mendinginkan suasana.

"nggak perlu sok baik, anda seneng kan ngeliat saya pisah sama anak saya sendiri?" Celetuk wanita itu.

"bukan gitu, kalau anda mau bahas masalah Senja saya nggak berhak mutusin. Terserah Senja mau ikut kamu atau kami karena kamu ibunya." Sonya berusaha terlihat tenang walaupun dia nggak rela.

"kamu denger kan? Mereka aja udah lepas kamu. Jadi kenapa kamu masih nolak ikut kami? Kamu udah ngerasa enak ya tinggal disini? Kamu malu punya ibu–"

"diem bisa nggak? Anda nggak berhak menilai orangtua saya seenaknya. Tau gitu biarin aja polisi masukin kalian ke penjara tadi, nggak perlu ada penjelasan." Sobin motong omongan pria disamping wanita yang mengaku ibunya itu.

"kamu tega mau menjarain ibu? Saya ibu kandung kamu, saya yang ngelahirin kamu–"

"faktanya anda juga yang membuat ibu saya ninggalin saya di panti asuhan sejak lahir. Nggak usah playing victim, yang korban itu saya karena nggak bisa nentuin jati diri saya. Karena anda dan alasan sepele yang anda buat, saya hampir kehilangan masa depan. Saya tau anda sebenernya nggak berhubungan sama semua ini." Satu kalimat terakhir Sobin membuat sepasang pasutri itu terdiam.

"ma-maksud kamu apa?" wanita itu tergagap.

"lo bukan orangtua gue, 23 tahun gue hidup dipikir gampang dibodohin? Lo nggak mau tes dna? Gue udah lakuin jauh hari. Lo pikir ngapain gue  rela ke rumah lo beberapa kali kalau bukan cari bukti? Lo cuma tetangga yang mengolok ibu gue pas gue lahir. Nggak perlu tau gue dapet info dari siapa." Tutur Sobin udah nggak perduli itu sopan apa enggak.

"kamu jangan membual." Tegur si pria tidak terima.

"perlu bukti? Gue kasih." Sobin berlalu kekamarnya lalu balik bawa kertas berlogo rumah sakit. "silahkan dibaca ada nama sama tanggalnya." Sobin memberikan kertas itu pada yang bersangkutan.

"ini palsu, kalian udah rencanain ini kan?" Wanita itu masih nggak percaya.

"kok nuduh? Kita bahkan nggak tau Sobin pernah ketemu kamu, gimana kita bisa bohongin kamu?" Sonya berujar nggak terima.

"kamu kan yang udah nyuruh dia begini? Ngaku aja, kamu pasti seneng kan bisa manfaatin anak saya." Geram wanita itu.

"udah nggak usah banyak omong, bukti udah ada nggak usah nuduh dan nyalahin orang." Sobin berujar enteng.

"kenapa kamu selalu ngebelain dia? Dia bukan ibu kandung kamu, saya akuin saya cuma tetangga ibu kamu. Tapi sebelum ibu kamu meninggal dia nyuruh saya cari kamu." Wanita itu akhirnya mengaku.

"tujuan lo apa baru nyari gue sekarang? Mau menebus dosa lo ke ibu kandung gue? Merasa bersalah karena ngebuat ibu gue buang gue cuma karena lahir tanpa ayah? Pergi deh mending kalian, nggak guna ngomong sama kalian. Cuma ngabisin energi aja."

"saya salah sama ibu kamu, saya menyesal karena saya kamu nggak bisa bareng sama ibu kamu." wanita itu berujar sendu.

"udah maafin aja, dia juga nggak ngerugiin kamu kan selama ini." Bujuk si pria yang sedari tadi tidak bersuara.

"pergi! Gue bilang pergi ya pergi! Gue tonjok ya lo ngomong lagi." bentak Sobin, cowok itu udah nggak perduli sama emosinya yang meledak.

"bin..." Eunoia coba meredam emosi Sobin yang memuncak.

"apa salah gue? Kenapa lo tega nyuruh ibu gue buang gue? Apakah gue yang lahir tanpa ayah bisa mencoreng nama baik lo? Enggak kan. Lo nggak ada hubungan apapun sama keluarga kandung gue. Udah cukup gue hormatin elo 3 bulan lalu. Lo berdua mending pergi, gue nggak perduli lagi siapa ibu kandung gue. Seandainya yang lo bilang kalau ibu gue udah meninggal itu bener gue nggak akan mau tau dimana makamnya." Emosi Sobin makin nggak terkendali.

"tapi kamu harus tahu ibu kamu."

"gue nggak butuh, buat apa tau sekarang? Kalau lo tetep maksa gue bakal simpulin kalau dia masih hidup. Kalau tebakan gue bener, sampein gue sehat, gue bahagia, gue tumbuh dengan layak. Nggak perlu ketemu toh kalian juga yang udah tega buang gue. Sekarang gue mohon kalian pergi. Gue lagi nggak mood buat memperpanjang masalah."

"kamu beneran nggak mau–"

"gue tonjok beneran lo ngomong lagi, pergi!" bentakan Sobin mampu membuat sepasang pasutri itu menciut.

"mau kemana bin, jangan pergi." Cegah Sonya cemas.

"aku mau keluar sebentar bu, janji nggak akan lama. Aku butuh ketenangan, aku butuh mikirin semuanya sendiri." Pinta Sobin meredam emosinya. "kalian ikut gue, gua anter kalian pulang biar nggak banyak omong." Sobin berubah sinis pada sepasang pasutri tadi.

"ayah Senja nggak akan pergi dari kita kan? Dia bakalan balik kesini kan? Senja tetep jadi anak kita kan ayah..." Sonya merengek pada suaminya sepeninggal Sobin.

"Sobin bakal balik, tenang dia nggak akan pergi jauh." Sahut Surya meskipun dia sendiri belum yakin.

"papa, kak Senja nggak salah. Alya juga ikut andil buat mutusin pacaran sama dia. Kita pikir karena kita bukan saudara kandung jadi semuanya nggak akan jadi rumit. Tolong jangan marah sama kak Senja. Kalau mau marah, tolong marah juga sama aku." Arin akhirnya bersuara setelah sekian lama diam.

Balik buruan bin emak lo udah nangis noh, jangan bikin orang khawatir.

Brother-zone (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang