"nggak usah ditekuk gitu mukanya, lagian kita nggak ngelakuin hal yang salah kok. Aku cuma bantuin Sobin jadi pacarnya biar nggak dikerubutin nyamuk." Arin coba ngebujuk 2 lelaki dewasa disana.
"kalian masih pacaran sampai sekarang?" Pertanyaan Surya dijawab gelengan cepat Sobin.
"udah dibilang, tadi cuma biar anak ayah nggak diganjenin sama cewek-cewek itu." Arin nyaut.
"etto.. Semisal aku dapat tawaran kuliah diluar negeri boleh nggak bu?" Sobin nggak minta persetujuan ayahnya karena jawaban Surya pasti tergantung sang istri.
"kemana?"
"Jerman, aku udah ditawarin sama kampus sebulan lalu dan keputusannya harus ada bulan ini sebelum aku skripsi." Sobin berujar cemas.
"nggak ada rekomen negara lain?"
"ada, tapi pihak kampus nyaranin aku kesana boleh nggak?"
"cari yang deket aja kak..." ucapan Sonya udah bisa ditebak sebenernya, Sobin nggak tau kenapa ibunya itu nggak mau Sobin pergi jauh. Padahal dia nggak bakal kabur juga.
"oke, boleh tau alasannya? Eh nggak usah gapapa." Sobin kemudian sibuk sama ponselnya. "pulang yuk udah capek aku, besok masih harus ketemu dosen kalau semisal ini nggak dibales." Lanjut Sobin.
"ayah yang–"
"aku yang bawa mobil, ayah capek kan. Udah buruan ayo–"
"Senja!"
"i-ya loh pak, baru juga saya chat." Sobin malah bingung sendiri kenapa dosennya bisa ada disana.
"saya udah terima chat kamu, mau ngobrol sebentar?" Pria berusia ¾ abad itu mengajak Sobin kembali duduk.
"maaf pak saya nggak bisa, ada beberapa hal yang masih berat buat saya tinggalin." Soobin mulai bicara.
"loh ini kesempatan bagus, kamu nggak bakal dapet tawaran begini kalau lulus."
"iya, tapi saya takut nggak bisa ngikutin pelajarannya pak." Sobin masih menolak secara halus.
"apa kamu punya rekomen lain selain disana? Kamu punya potensi buat angkat nama kampus kita, ngomong aja semisal kamu punya universitas lain." sang dosen masih berusaha membujuk.
"saya mau lanjut disini aja, Harapan Bangsa nggak kalah bagus kok." Sobin menyebut universitas satu yayasan dengan Satu Bangsa.
"ya jangan yang sama levelnya, kamu pinter jadi harus yakin di universitas yang levelnya lebih tinggi." Dosen Sobin agaknya kurang setuju dengan pilihan pemuda itu.
"beneran pak, saya masih punya beberapa kendala kalau harus jauh kesana."
"haaahh... Kamu beneran nggak mau mikir lagi? Padahal saya yakin kamu mampu kuliah disana. Nilai kamu juga nggak jelek." pria berprofesi dosen itu akhirnya menyerah untuk membujuk Sobin.
"iya pak, maaf kalau keputusan saya ngebuat bapak kecewa." Sobin ikut beranjak setelah dosennya berdiri.
"kalau begitu saya pamit, sayang banget kamu nolak tawaran ini sebenernya. Tapi itu keputusan kamu dan saya paham." Dosen iu menepuk bahu Sobin 2x sebelum berpamitan dengan keluarga mahasiswanya kemudian pergi.
"haaah... Yuk pulang aku beneran butuh tidur. Semoga besok jangan jadi tambah buruk." Sobin berujar sambil mengantongi ponselnya.
Grep! Sepasang tangan melingkar cantik diperut Sobin dan cowok itu tau posisi ini bakalan nggak enak diliat.
"Alya tau Senja capek, Alya juga tau Senja nggak mau egois. Tapi Senja juga harus tau Alya nggak ngelarang Senja buat ngeluh." Ucapan lembut Arin beneran mampu meruntuhkan sikap sok cool yang coba dibangun Sobin. Cowok itu balik badan melepas pelukan itu lalu mengambil tangan Arin.

KAMU SEDANG MEMBACA
Brother-zone (?)
Fanfiction'gue suka sama lo lebih dari saudara 'kalau gue juga suka sama lo gimana?' 'yaudah ayok pacaran bukan sedarah juga kan.' Pic © pinterest