15 Februari 2002 06:58 AM
Rintik hujan turun di pagi yang mendung ini.
"Ah pakai hujan segala sih pagi-pagi gini," ucapku dongkol dalam hati.
Padahal aku berniat untuk datang lebih pagi ke kantor daripada hari biasanya, namun kini tampaknya hanya tinggal niatan saja. Biasanya aku berjalan kaki sejauh 1,5 kilometer dari rumah ke kantor dan itu hanya butuh waktu sekitar dua puluh menit. Sialnya, hari ini aku lupa untuk membawa payung yang biasanya sering aku taruh di ranselku dan sepertinya aku akan terlambat ke kantor.
Aku pun segera berteduh di bawah naungan atap toko yang sudah lama ditinggal pemiliknya, bersama dengan beberapa orang yang terlihat akan mencari nafkah bagi keluarganya di hari ini. Ada yang mengeluh dan menggerutu, ada yang diam saja dengan raut wajah pasrah dengan keadaan serta ada juga yang tampak sedih sambil menatap butiran demi butiran air hujan yang turun.
Sambil menatap jarum jam di arlojiku yang terus berjalan, aku berdoa agar hujan segera berhenti. Namun doaku tak terkabul, malah hujan semakin deras turun. Aku pun memutuskan untuk membeli pisang goreng dari penjual gorengan yang ikut berteduh bersamaku.
"Mas, beli pisang gorengnya ya lima," ujarku sambil menyerahkan uang.
Hmm, masih hangat.. Pas sekali, makan pisang goreng hangat di udara pagi yang dingin ini, pikirku.
Aku pun segera mengambil pisang didalam bungkusan kertas di tangan kiriku.
Bruakkkkk.......!!!
"Ah mas, maaf ya saya lagi buru-buru nih..," ucap seorang gadis di belakangku sambil menundukkan kepala.
"Iya gak apa-apa kok..," ucapku datar walaupun sebenarnya aku agak jengkel karena pisang gorengku jatuh semua ke tanah dan semuanya menjadi kotor bercampur dengan air hujan.
"Mas, nanti saya ganti ya makanannya, tapi dompet saya ketinggalan di rumah."
"Sudah gak apa-apa, gak usah diganti, cuma pisang goreng aja kok."
"Ini mas nya mau kemana? Saya mau ke Jl. Dahlia."
"Kantor saya di Jl. Beringin, mbak."
"Wah, gak searah ya? Hmm gini aja mas, saya kan mau dijemput sama pacar saya pakai mobil.
Nah kebetulan saya bawa payung di tas. Saya pinjamin payung saya aja ya.""Oh gak usah, mbak. Saya tunggu hujannya reda aja."
"Gak apa-apa, mas. Anggap aja ini bentuk permintaan maaf saya ya."
"Tapi.. Nanti kalau mau saya kembalikan? Gimana caranya?"
"Ah itu soal gampang mas. Saya tiap hari lewat sini kok. Rumah saya ada di belakang komplek ini mas."
Tak lama mobil sedan hitam berhenti didepan kami.
"Mas, ini pakai aja payung saya. Besok juga bisa kok kalau mau kembalikan. Saya pergi dulu ya, ini pacar saya udah datang. Duluan ya mas."
Dia pun langsung masuk dengan tergopoh-gopoh ke dalam mobil. Kaca mobilnya cukup gelap sehingga aku tak tahu siapa saja yang berada di dalam mobil, tapi toh itu juga bukan urusanku.
Aku pun segera membuka payung berwarna merah hati milik gadis itu. Andai saja warnanya biru, aku lebih suka.
Ah sudahlah, tidak penting warnanya, yang penting kini aku dapat pergi ke kantor.Sambil berjalan menerobos rintik hujan dengan naungan payung merah milik gadis itu, seperti ada yang mengganjal dalam pikiranku, sampai akhirnya...
"Astaga! Aku lupa nanya namanya!", teriakku tersadar.
Bodohnya aku sampai tadi lupa bertanya siapa nama gadis berambut panjang itu, gumamku dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Payung Merah
RomanceSebuah payung berwarna merah yang menjadi awal sebuah kisah percintaan cukup rumit yang dialami oleh seorang pemuda bernama Tio. Kehidupan percintaan Tio perlahan berubah semenjak kejadian di sebuah pagi yang diiringi oleh rintik hujan, bahkan ke d...