21 Februari 2002 11:39 AM
Setelah itu, aku mencari kabel charger di tasku karena baterai handphoneku sudah tinggal sedikit. Ketika aku merogoh tas yang kutaruh di dalam lemari, tiba-tiba pintu kamar Ayah terbuka. Terdengar derap langkah kaki masuk ke dalam ruangan.
TAP.. TAP.. TAP..
Aku segera berdiri dan menengok ke arah sumber suara karena tadi pandanganku terhalang oleh ranjang Ayah.
"Pak Tio, ini ada resep obat yang harus ditebus.", kata suster yang masuk ke ruangan sambil menyerahkan selembar resep obat dari dokter.
"Iya suster, makasih ya.", ucapku lalu melihat lembaran resep. Suster tersebut lalu pamit untuk keluar ruangan dan aku pun lalu duduk sambil melihat resep obat yang harus aku tebus. Sebuah nominal yang terbilang besar. Namun apabila itu dapat membuat Ayahku pulih seperti sediakala, nominal tersebut tidaklah besar.
Nada sms masuk berdering di handphoneku. Dari Dara.
"Tio, nanti malam ada waktu kosong gak?"
Aku terdiam sesaat dan kemudian membalasnya.
"Malam ini aku gak bisa. Ayahku masuk rumah sakit dan aku harus jaga."
Lalu aku mencolokkan kabel charger dan mengisi daya baterai handphoneku. Kuletakkan handphone begitu saja diatas meja dan aku berniat untuk tidur sejenak di kursi samping ranjang Ayah. Kepalaku terasa berat sekali, seakan-akan ingin pecah rasanya. Mungkin karena perutku kosong, tapi aku pun sedang tidak berselera untuk makan.
TOK.. TOK..
Terdengar suara ketukan pintu dan seketika pintu pun terbuka. Terlihat sosok yang tak asing bagiku.
"Tio, ini aku bawain makanan. Kamu makan dulu ya. Ini masakan yang aku buat sendiri tadi pagi.", ucap Dara sambil tersenyum lalu menaruh kotak makanan di hadapanku.
"Oh, kamu masak sendiri? Masak apa? Iya, aku coba ya. Makasih ya Dara.", kataku sambil membuka kotak tersebut.
Saat ku membuka kotak makanan tersebut, terciumlah aroma yang sangat sedap. Aku melihat udang goreng mentega dan irisan ayam pedas beserta nasi yang masih hangat. Kemudian aku pun dengan lahap memakannya karena aku sudah sangat lapar. Lalu Dara mendekat dan menatap wajahku.
"Gimana Tio? Enak gak?", tanya Dara sambil tetap menatapku.
"Enak banget Dara. Kamu pinter masak juga ya?", jawabku sambil tetap mengunyah udang mentega.
"Makasih ya Tio. Syukurlah kamu suka sama masakanku.", kata Dara sambil tersenyum. "Aku siap kok buat masakin kamu makanan yang enak tiap hari, Tio."
"Ehm.. Maksud kamu?"
"Aku.. Aku cinta kamu, Tio.". Dara mengucapkan hal itu dengan wajah tersipu.
"Apa???"
Aku terkejut lalu tersedak oleh makanan di tenggorokanku. Mataku sedikit membelalak dan mencari minuman di sekitarku. Dara pun terlihat panik. Aku pun berlari ke meja samping ranjang Ayah dan meraih botol air mineral.
Dengan segera kuminum habis air di dalam botol yang isinya sudah tinggal seperempat. Setelah tenggorokanku lega, aku pun menatap mata Dara. Dara lalu menunduk tanpa sepatah katapun.
Tak lama pintu kamar Ayah pun terbuka. Sinta berdiri di depan pintu sambil menunjukkan wajah penuh kemarahan. Dia mengarahkan pandangannya padaku dan Dara.
"Tio! Ternyata kamu selingkuh sama Dara! Aku udah dengar semuanya dari luar. Aku muak sama kamu!"
Sinta berjalan kearah Dara dan menamparnya. Aku bergegas untuk melerai mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Payung Merah
RomanceSebuah payung berwarna merah yang menjadi awal sebuah kisah percintaan cukup rumit yang dialami oleh seorang pemuda bernama Tio. Kehidupan percintaan Tio perlahan berubah semenjak kejadian di sebuah pagi yang diiringi oleh rintik hujan, bahkan ke d...